Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten-emiten pengembang energi baru terbarukan (EBT) cenderung bervariasi pada kuartal I-2025. Meski peluang pengembangan EBT di Indonesia menjanjikan, masih ada tantangan berat yang mesti dihadapi emiten di sektor ini.
Terdapat beberapa emiten EBT yang telah merilis laporan keuangan kuartal I-2025. Contohnya, PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) meraih kenaikan pendapatan 3,5% year on year (yoy) menjadi US$ 150 juta dan laba bersih tumbuh 18,7% yoy menjadi US$ 34 juta pada kuartal I-2025. PT Kencana Energi Lestari Tbk (KEEN) juga meraih kenaikan pendapatan 1,13% yoy menjadi US$ 9,87 juta dan laba bersih naik 19,57% yoy menjadi US$ 3,91 juta pada kuartal I-2025. Ada pula PT Arkora Hydro Tbk (ARKO) yang meraih kenaikan pendapatan 54,8% yoy menjadi Rp 71,1 miliar dan pertumbuhan laba bersih 38,1% yoy menjadi Rp 21,1 miliar pada kuartal I-2025.
Di sisi lain, PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) mengalami penurunan pendapatan 1,75% yoy menjadi US$ 101,51 juta yang diikuti koreksi laba bersih turun 33,97% yoy menjadi US$ 31,37 juta pada kuartal I-2025. PT Hero Global Investment Tbk (HGII) juga mengalami penurunan pendapatan 7,10% yoy menjadi US$ 20,81 juta dan pelemahan laba bersih 8,13% yoy menjadi US$ 6,89 juta pada kuartal I-2025.
Baca Juga: Barito Renewables (BREN) akan Buyback Saham tanpa RUPS, Alokasikan Dana Rp 2 Triliun
Pengamat Pasar Modal Muhammad Thoriq Fadilla mengatakan, peningkatan kinerja yang dialami oleh sejumlah emiten seperti BREN, ARKO, dan KEEN dianggap cukup logis mengingat perkembangan proyek EBT mereka yang sudah dapat beroperasi secara penuh. Sebagai contoh, kenaikan laba bersih BREN didorong oleh portofolio energi panas bumi dan angin yang mulai terealisasi secara penuh.
Sementara untuk ARKO, lonjakan kinerja emiten ini ditopang oleh beroperasinya Proyek Yaentu pada akhir 2024 dan terbantu oleh kondisi cuaca yang mulai normal paska El Nino.
"Produksi listrik ARKO naik signifikan sebesar 62,9% yoy menjadi 39,2 GWh tentu berdampak langsung terhadap profitabilitasnya," ujar dia, Rabu (7/5).
Terkait KEEN, pertumbuhan positif kinerja emiten ini cukup dipengaruhi oleh efisiensi operasional, khususnya penurunan beban pokok pendapatan dan beban usaha.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menilai, pelemahan kinerja yang dialami PGEO dan HGII disebabkan oleh tantangan berupa peningkatan beban keuangan dan perlambatan pendapatan. Hasil ini juga menunjukkan bahwa stabilitas kinerja emiten EBT sangat bergantung pada portofolio proyek yang dimiliki serta struktur biaya yang efisien.
Baca Juga: Pakai Motor Gesits dan Bangun Geothermal BSS, PGEO Dukung Rangers App
Secara umum, tantangan utama emiten di sektor EBT masih berasal dari sisi biaya. Maklum, industri EBT membutuhkan investasi awal yang besar untuk pembangunan infrastruktur pembangkit. Keberhasilan kinerja emiten EBT pun bergantung pada kecepatan realisasi proyek baru, efisiensi struktur pembiayaan, serta stabilitas harga jual listrik (PPA) yang disepakati dengan offtaker seperti PLN.
Di samping itu, fluktuasi nilai tukar rupiah juga menjadi tantangan utama bagi emiten EBT. Ini mengingat sebagian pendapatan dan laba bersih emiten tersebut tercatat dalam mata uang dollar Amerika Serikat (AS). Belum lagi, mayoritas komponen utama pembangkit EBT seperti turbin dan sistem kontrol masih harus diimpor.
“Emiten seperti PGEO, yang memiliki beban keuangan dalam dolar AS cukup besar, menjadi rentan terhadap depresiasi nilai tukar rupiah,” kata Ekky, Rabu (7/5).
Sementara itu, Thoriq cukup optimistis dengan prospek sektor EBT pada masa mendatang, mengingat transisi energi telah menjadi prioritas di banyak negara termasuk Indonesia. Pemerintah bersama PLN dan stakeholder terkait lainnya juga terus mendorong percepatan proyek-proyek energi bersih, sehingga dapat menjadi sentimen positif bagi emiten EBT.
Hal yang menarik juga peran Badan Pengelola Investasi (BPI) Danantara yang dinilai bisa memainkan peran penting dalam mendanai proyek-proyek EBT. Danantara dapat menjadi jembatan yang memudahkan proyek-proyek EBT dalam mengakses pendanaan institusional.
Namun, kembali lagi, keberlanjutan pertumbuhan kinerja di industri EBT tetap tergantung pada beberapa faktor. Di antaranya adalah kesiapan proyek beroperasi secara komersial, efisiensi operasional, serta kejelasan regulasi dan insentif pemerintah. “Emiten yang mampu menjaga efisiensi sambil terus mengembangkan kapasitas produksi akan lebih cepat menikmati lonjakan kinerja,” jelas Thoriq.
Dia pun merekomendasikan beli saham BREN di level sekitar Rp 6.075—6.125 per saham dengan target harga Rp 7.100 per saham dan stop loss di level Rp 5.950 per saham.
Di lain pihak, Ekky menyebut saham PGEO layak dicermati oleh investor untuk jangka panjang dengan target harga di kisaran Rp 1.200 per saham. Saham ARKO juga memiliki prospek pertumbuhan yang menarik dengan target harga jangka menengah di kisaran Rp 1.100—Rp 1.130 per saham.
Selanjutnya: 9 Cara Memilih Bra Sesuai Bentuk Payudara, Payudara Asimetris Pilih yang Mana?
Menarik Dibaca: 9 Cara Memilih Bra Sesuai Bentuk Payudara, Payudara Asimetris Pilih yang Mana?
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News