Reporter: Nur Qolbi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar obligasi berada dalam posisi wait-and-see menjelang pengumuman data inflasi CPI Amerika Serikat (AS) bulan Desember 2023 yang akan dirilis Kamis (11/1). Konsensus memperkirakan inflasi CPI Desember 2023 naik sedikit menjadi 3,2% yoy, dari 3,1% yoy pada bulan sebelumnya.
Di sisi lain, inflasi CPI inti diperkirakan turun menjadi 3,8% yoy, dari 4% yoy pada November 2023. Ada kemungkinan inflasi CPI inti bertahan di 4% yoy pada bulan Desember karena kuatnya tekanan inflasi supercore sektor jasa, seperti yang ditunjukkan oleh kenaikan indeks harga non-manufaktur ISM menjadi 57,4 pada Desember 2023 dari bulan sebelumnya sebesar 58,3.
Fixed Income & Macro Strategist PT Mega Capital Sekuritas Lionel Priyadi melihat, pelaku pasar kini sedang mengkonsolidasikan ekspektasi mereka terhadap skenario dovish pivot The Fed. Hal ini tercermin dari pergerakan yield US Treasury dan Bund tenor 10 tahun yang datar alias sideways pada Senin (1/8).
Probabilitas penurunan suku bunga The Fed di bulan Maret masih tinggi, yakni sebesar 63%. "Akan tetapi, risiko pergeseran konsensus penurunan suku bunga ke kuartal II-2024 meningkat," ucap Lionel dalam risetnya, Selasa (9/1).
Baca Juga: 8 SBN Ritel Akan Terbit Tahun Ini, Tengok Jadwal Penawarannya
Mempertimbangkan kondisi di atas, Lionel memperkirakan yield INDON masih akan terus naik. Ia melihat perbaikan pada instrumen INDOGB, tepatnya pelebaran selisih imbal hasil (yield spread) antara yield INDOGB tenor 10 tahun dan 2 tahun menjadi 25 bps dalam seminggu terakhir.
Lionel memperkirakan yield INDOGB 10 tahun dan INDOGB berfluktuasi dalam rentang masing-masing 6,7%-6,8% dan 5,15%-5,25% pada Selasa (9/1). Sementara itu, rupiah bergerak sideways di rentang Rp 15.500-Rp 15.600 per USD karena pergerakan indeks dolar yang cenderung mendatar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News