Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Dalam beberapa hari terakhir, harga emas semakin mahal. Permasalahan geopolitik disinyalir menjadi pemicunya. Para analis menegaskan, kenaikan harga emas ini bukan berarti mengindikasikan krisis ekonomi yang semakin parah.
Mengutip Bloomberg, Selasa (28/7), di pasar spot, harga emas pengiriman Desember 2020 melemah 0,17% ke US$ 1.952 per ons troi. Hari sebelumnya, harga emas sempat menyentuh level tertinggi di US$ 1.955 per ons troi.
Kompak, harga emas Antam di laman Logam Mulia juga dalam tren naik hingga menyentuh level tertinggi sepanjang masa di Rp 1.013.000 per gram, Selasa (28/7).
Baca Juga: Harga emas berpotensi tembus US$ 2.000 per ons troi, ini sebabnya
Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim menjelaskan sentimen yang membuat harga emas makin naik adalah persoalan geopolitik China dengan India yang terjadi di tengah pandemi yang belum mereda. Kawasan perbatasan India dan China di Himalaya Timur dan Ladakh kembali memanas setelah kedua negara saling menyiapkan pasukan dan tank untuk perang.
Analis Monex Investindo Futures Faisyal menambahkan pemicu harga emas naik juga datang dari konflik AS dan China yang semakin memanas setelah China mengirim pesawat tempur ke AS. Belum lagi, ada potensi No-Deal Brexit.
Selain itu, belakangan harga emas semakin memuncak juga karena bertepatan dengan masa penantian pengumuman stimulus tambahan dari bank sentral AS senilai US$ 1 triliun. "Jika stimulus tambahan AS dikucurkan maka harga emas bisa kembali terbang," kata Ibrahim.
Emas juga semakin diburu sebagai aset safe haven karena terpengaruh kekhawatiran penyebaran pandemi yang belum mereda secara global.
Baca Juga: Sore hari, harga emas spot turun 0,75% ke US$ 1.927 per ons troi
Meski harga emas terus melambung, Ibrahim mengatakan hal ini tidak mengindikasikan perekonomian semakin hancur. Walaupun, memang akibat pandemi Korea Selatan dan Singapura sudah mengalami resesi.
"Resesi Korea Selatan dan Singapura tidak serta merta menandakan ekonomi global buruk begitupun ketika di saat bersamaan harga emas terus naik bukan berarti krisis ekonomi semakin parah," kata Ibrahim.
Senada, Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan kenaikan harga emas tidak mengindikasikan krisis ekonomi yang semakin parah karena emas tidak sendiri dalam memasuki tren kenaikan harga.
Baca Juga: Harga emas mulai melandai ke US$ 1.935 per ons troi
Wahyu mengamati saat ini terjadi reflationary trade atawa investor cenderung mengejar aset yang berhubungan dengan pertumbuhan dan inflasi, seperti saham dan komoditas terutama emas. "Krisis bisa memicu stimulus, dengan terbukanya stimulus, emas masih sangat potensial untuk lanjut menguat," kata Wahyu.
Jika perkembangan vaksin membawa kabar positif Ibrahim memproyeksikan harga emas bisa menurun kembali ke US$ 1.800. Begitu pun kalau ekonomi Korea Selatan dan Singapura pulih dari resesi.
Harga emas juga berpotensi terkoreksi oleh aksi profit taking dan bila hasil statement FOMC di pekan ini tidak sesuai dengan harapan pelaku pasar. "The Fed dan stimulus AS jadi penentu, jika The Fed bersikap dovish seperti pelaku pasar yang mengharapkan dolar AS melemah maka harga emas bisa lanjut naik," kata Faisyal.
Namun, bila yang terjadi sebaliknya dan kondisi geopolitik memanas, Faisyal memproyeksikan harga emas bisa menurun karena pelaku pasar cenderung memilih dollar AS ketika hubungan AS dan China memanas.
Baca Juga: Akhirnya, harga emas Antam tembus level 1 juta per gram
Rentang harga emas global untuk sepekan depan di US$ 1.880 per ons troi-US$ 2.000 per ons troi. Sementara, rentang harga emas Antam di Rp 1.000.000 per gram-Rp 1.050.000 per gram.
Bagi investor yang memiliki emas Antam, Faisyal menyarankan untuk merealisasikan keuntungannya karena investor global sudah melakukan aksi jual saat harga emas rally.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News