Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mengalami penguatan dalam beberapa waktu terakhir. Namun, komoditas energi diprediksi masih akan tertekan di tahun 2023.
Melansir Trading Economics pada Kamis (13/4) pukul 14.40 WIB, harga minyak ada di level US$ 83,09 per barel. Angka itu naik 16,24% dalam sebulan dan 2,98% dalam seminggu terakhir.
Founder Traderindo.com Wahyu Triwibowo Laksono mengatakan, pertumbuhan ekonomi global saat ini terancam melemah.
Dengan kondisi tersebut, pasar biasanya akan menunggu antara suku bunga The Fed lebih dulu naik atau Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) yang memangkas produksi minyak.
Baca Juga: Harga Minyak Memanas, Begini Rekomendasi Saham Emiten Migas dari Analis
“Ternyata, saat ini OPEC yang terlebih dulu memangkas produksi minyak. Akibatnya, harga minyak naik sekarang,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (13/4).
Menurut Wahyu, OPEC tengah menjaga harga minyak tak sampai di bawah US$ 70 per barel menjelang perlambatan ekonomi dan potensi resesi global.
Selain OPEC, Arab Saudi dilihat Wahyu juga berperan dalam menentukan harga minyak untuk mempertahankan proyeksi kekuatan secara regional dan global.
Setidaknya, kata Wahyu, ada dua masalah utama yang menjadi katalis pergerakan minyak saat ini.
Pertama, sebelumnya pasar sempat antisipasi menjelang pembukaan kembali perekonomian China setelah lockdown akibat pandemi covid-19. “Namun, saat ini hal itu tak secara signifikan mengubah harga minyak di pasar,” paparnya.
Kedua, kekhawatiran seputar potensi krisis perbankan akibat runtuhnya Silicon Valley Bank (SVB) yang merambat ke bank-bank lain di Amerika Serikat (AS) dan Eropa.
Baca Juga: Harga Komoditas Energi Menguat Sebulan Terakhir, Berikut Sentimennya
Secara historis, harga minyak pernah turun saat krisis yang terjadi di AS pada tahun 2008 – 2009, sehingga hal itu membuat negara produsen minyak utama khawatir.
Hal itu membuat OPEC+ memangkas produksi minyak sampai 3,66 juta barel per hari (bph). “Namun, pemangkasan produksi itu dampaknya tak akan terlalu signifikan dalam membalikkan harga kembali bullish, karena ekonomi AS masih melemah dan terancam resesi,” tuturnya.
Wahyu memprediksi, kebijakan OPEC+ bisa mempertahankan harga minyak di level US$ 70 sampai US$ 90 per barel di tahun 2023.
Jika harga minyak mampu menyentuh US$ 90 per barel dan diimbangi dengan penurunan suku bunga The Fed, harga bisa mencapai di atas US$ 100 per barel.
Baca Juga: Di Atas Harga Batas Pembelian, Jepang Beli Minyak Rusia US$ 70 Per Barel
“Sementara, jika terjadi resesi yang menekan permintaan, harga minyak bisa tertekan di bawah US$ 70 per barel, yaitu di level US$ 40 – US$ 60 per barel,” paparnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News