kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.774   -14,00   -0,09%
  • IDX 7.460   -19,91   -0,27%
  • KOMPAS100 1.153   -1,43   -0,12%
  • LQ45 914   0,41   0,05%
  • ISSI 225   -1,12   -0,49%
  • IDX30 472   0,95   0,20%
  • IDXHIDIV20 569   1,36   0,24%
  • IDX80 132   0,02   0,01%
  • IDXV30 140   0,92   0,66%
  • IDXQ30 157   0,24   0,16%

Efek Domino Kebangkrutan Silicon Valley Bank, Harga Minyak Mentah Terus Turun


Kamis, 16 Maret 2023 / 18:59 WIB
Efek Domino Kebangkrutan Silicon Valley Bank, Harga Minyak Mentah Terus Turun
ILUSTRASI. Minyak mentah dunia masih terdampak efek domino dari kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) di pekan lalu.


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penurunan harga minyak mentah dunia masih akan  berlanjut. Minyak mentah dunia masih terdampak efek domino dari kebangkrutan Silicon Valley Bank (SVB) di pekan lalu.

Kamis (16/3) pukul 17.30 WIB, harga minyak mentah Brent kontrak Mei 2023 berada di level US$ 74,32 per barel. Harga minyak acuan internasional ini turun sekitar 10,21% dari posisi harga di awal pekan pada Senin (13/10) yang berada di area US$ 82,78 per barel.

Sejalan, harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat (AS) untuk kontrak pengiriman April 2023 berada di level US$ 68,13 per barel. Harga minyak acuan AS ini telah turun sekitar 11% dari awal pekan yang berada di level US$ 76.68 per barel.

Baca Juga: BI Naikkan Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global 2023 Jadi 2,6%

Direktur Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mencermati bahwa harga minyak mentah masih akan turun dalam jangka pendek. Minyak mentah dunia masih tersengat sentimen kolapsnya salah satu bank besar di AS yakni Silicon Valley Bank.

Meskipun telah dilakukan upaya bantuan penyelamatan alias bail out oleh pemerintah AS, namun SVB menimbulkan kegelisahan bagi kondisi perbankan lainnya salah satunya Credit Suisse yang membuat pasar dunia tengah dalam ketakutan.

Saham Credit Suisse anjlok akibat adanya kekhawatiran investor di Eropa dan Amerika Serikat terkait potensi penurunan deposito bank global. Aksi jual besar-besaran terjadi terhadap saham Bank asal Swiss tersebut di pasar keuangan pada perdagangan kemarin.

Namun, Ibrahim bilang, penurunan harga minyak tidak akan signifikan karena diimbangi oleh permintaan dari China yang alami peningkatan. Sehingga, anggota OPEC juga akan menaikkan kuota produksi.

Baca Juga: Harga Minyak Ditutup Ambles 5% ke Level Terendah Lebih dari 1 Tahun

Selain itu, dampak dari krisis keuangan global sudah diantisipasi dengan baik oleh AS ataupun Eropa. Upaya bail out oleh pemerintah AS telah menyelamatkan kasus Silicon Valley Bank yang berfokus pada pendanaan kepada perusahaan rintisan (startup).

Pemerintah Swiss juga melakukan upaya bail-out penuh terhadap Credit Suisse. Ini mencegah dampak jatuhnya saham Credit Suisse menjalar ke penurunan saham-saham di Eropa.

"Bagi saya penurunan harga minyak tidak akan signifikan karena masih ada harapan dengan adanya China sebagai negara importir membutuhkan persediaan minyak dalam jumlah besar, bersamaan dengan itu musim dingin ekstrem akan membawa minyak mentah sedikit lebih tenang," ujar Ibrahim saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (16/3).

Secara teknikal, Ibrahim melihat pergerakan harga minyak kemungkinan besar masih akan terkoreksi menuju level US$ 58 per barel. Level ini akan tersentuh dalam dua minggu ke depan dari harga saat ini di sekitar US$ 68 per barel.

Baca Juga: Ekonom Perkirakan Surplus Neraca Perdagangan Berlanjut di 2023, Tapi Nilainya Susut

Harga minyak selanjutnya akan terangkat kembali apabila intervensi dari pemerintah setempat yakni AS atau Swiss bisa menenangkan pasar. Dampak kejatuhan SVB ini dinilai bisa diantisipasi, dan tidak akan mengulangi kasus kebangkrutan Lehman Brothers pada tahun 2008.

Menurut Ibrahim, AS cukup solid untuk mengatasi masalah Silicon Valley Bank, begitu pula Swiss dengan Credit Suisse. Hal ini akan mengangkat sekaligus menahan penurunan lebih dalam dari harga minyak.

Di sisi lain, permintaan minyak dari China diperkirakan naik di tahun ini seiring pelonggaran pembatasan ketat covid-19. Mengutip Reuters, OPEC memperkirakan permintaan minyak China akan tumbuh sebesar 710.000 barel per hari pada tahun 2023, naik dari perkiraan bulan lalu sebesar 590.000 barel per hari dan kontraksi pada tahun 2022.

Permintaan dari China ataupun India saat ini tengah naik saat musim dingin. Setelah itu, ketegangan konflik geopolitik di Laut China Selatan ataupun Semenanjung Korea akan mendorong kebutuhan minyak dunia ke depan.

Ibrahim memproyeksikan harga minyak mentah dunia bakal berada di US$ 58 per barel-US$ 84 per barel pada semester pertama 2023. Selanjutnya, harga minyak mentah dunia diperkirakan stabil di level US$ 64 per barel-US$ 85 per barel pada semester kedua 2023.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×