Sumber: Reuters | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID. Harga minyak global turun lebih dari 1% pada Kamis (22/5) menyusul laporan bahwa OPEC+ tengah mempertimbangkan kenaikan produksi pada Juli mendatang.
Rencana ini memicu kekhawatiran pasar akan potensi kelebihan pasokan di tengah pertumbuhan permintaan yang melambat.
Melansir Reuters, harga Brent anjlok 96 sen atau sekitar 1,5% ke level US$ 63,95 per barel pada pukul 13.22 GMT. Sementara itu, harga West Texas Intermediate (WTI) turun 91 sen ke posisi US$ 60,66 per barel.
Baca Juga: Sentimen Geopolitik Mengangkat Harga Minyak
Menurut laporan Bloomberg, Organisasi Negara Pengekspor Minyak dan sekutunya (OPEC+) sedang mendiskusikan opsi kenaikan produksi sebesar 411.000 barel per hari (bph) untuk Juli, meski belum ada keputusan akhir.
Sebelumnya, Reuters melaporkan bahwa OPEC+ mempertimbangkan percepatan penambahan pasokan yang bisa mencapai hingga 2,2 juta bph hingga November, sebagai bagian dari proses pengurangan pemangkasan produksi yang sudah berlangsung sejak pandemi.
"Pasar bereaksi terhadap sinyal bahwa OPEC mulai melepaskan strategi mempertahankan harga demi mengejar pangsa pasar," ujar Harry Tchiliguirian dari Onyx Capital Group.
"Ini seperti mencabut plester, lebih baik dilakukan sekaligus."
Analis RBC Capital, Helima Croft, dalam catatan risetnya pada Rabu menyebutkan bahwa skenario kenaikan 411.000 bph, terutama dari Arab Saudi, menjadi hasil paling mungkin dari pertemuan OPEC+ pada 1 Juni nanti.
"Pertanyaannya, apakah pemangkasan sukarela dari negara-negara utama akan dihentikan sepenuhnya sebelum musim gugur, sesuai jadwal tapering awal," kata Croft.
Baca Juga: Harga Minyak Anjlok Terdampak Rencana Perundingan Nuklir AS-Iran
Tekanan harga juga datang dari data mingguan Administrasi Informasi Energi (EIA) AS yang menunjukkan peningkatan tak terduga dalam persediaan minyak mentah dan bahan bakar.
Stok minyak mentah naik 1,3 juta barel menjadi 443,2 juta barel pada pekan yang berakhir 16 Mei, berbanding terbalik dengan ekspektasi pasar yang memperkirakan penurunan.
Emril Jamil dari LSEG Oil Research mengatakan bahwa kenaikan stok yang mengejutkan ini akan memberikan tekanan tambahan pada harga, terutama WTI, dan bisa mendorong ekspor minyak AS ke Eropa dan Asia.
Di saat yang sama, naiknya imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun menunjukkan kemungkinan bahwa OPEC+ akan memasukkan lebih banyak pasokan ke pasar yang justru mengalami pelemahan permintaan.
Selanjutnya: Harga Komoditas Bergerak Beragam, Begini Prospeknya hingga Akhir Tahun
Menarik Dibaca: KAI Buka Lowongan di Job Fair Nasional Naker Fest 2025, Ini Daftar Posisinya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News