Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
“Tanpa kekhawatiran resesi, dampak cuaca ekstrem terhadap produksi minyak mentah AS dan meningkatnya konflik geopolitik masih mendukung harga minyak,” kata analis CMC Markets yang berbasis di Shanghai, Leon Li.
Di AS, 20% produksi minyak di Dakota Utara tetap terhenti karena suhu dingin yang ekstrim dan tantangan operasional, kata otoritas pipa negara bagian tersebut pada hari Senin.
Namun, yang membatasi kenaikan harga adalah kekhawatiran terhadap pemulihan ekonomi China yang melambat, meningkatkan kekhawatiran terhadap permintaan minyak global mengingat raksasa Asia ini merupakan importir minyak mentah terbesar di dunia.
Para pengambil kebijakan di China telah meluncurkan serangkaian langkah untuk menopang perekonomian namun konsumsi domestik masih lemah, membuat para pedagang minyak gelisah mengenai prospek permintaan.
“Mengingat adanya konflik faktor fundamental di (pasar) minyak mentah WTI saat ini, faktor momentum kemungkinan akan menjadi pendorong utama dalam menentukan harga minyak dalam jangka pendek,” kata analis pasar senior OANDA, Kelvin Wong.
Baca Juga: Harga Minyak Mentah Terus Melemah di Sore Ini (22/1)
Harga minyak mentah WTI berhasil ditutup di atas rata-rata pergerakan 50 hari pada hari Senin untuk pertama kalinya sejak 24 Oktober tahun lalu.
Wong menambahkan, penutupan bullish mengikuti penutupan harian serupa di atas rata-rata pergerakan 20 hari pada Kamis lalu.
Jajak pendapat Reuters menunjukkan bahwa persediaan minyak mentah AS diperkirakan turun sekitar 3 juta barel dalam sepekan hingga 19 Januari juga membatasi pelemahan harga.
Stok sulingan diperkirakan turun minggu lalu, sementara persediaan bensin diperkirakan meningkat. Data resmi pemerintah diperkirakan akan keluar pada 24 Januari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News