Reporter: Adrianus Octaviano | Editor: Wahyu T.Rahmawati
2. Timah
Ibrahim mengatakan bahwa meski harga timah terkoreksi pada kuartal III-2019, ada sentimen positif yang sebenarnya sempat mengangkat harga timah di awal kuartal III-2019. Dia bilang situasi perang dagang sempat membuat Tiongkok sebagai negara dengan produsen timah terbesar melakukan isolasi dengan tidak melakukan ekspor timah ke negara manapun. Hal ini menyebabkan permintaan terhadap timah meningkat sehingga harga timah sempat menanjak.
Hanya saja, sentimen positif tersebut tak berlangsung lama. Hal ini dikarenakan Bursa Berjangka Jakarta (BBJ) dan Indonesia Comodity & Derivatives Exchange (ICDX) mulai melakukan ekspor timah. “Ekspor timah yang besar-besaran dari Indonesia menyebabkan hal yang wajar jika harga timah terus turun,” jelas Ibrahim.
Selain itu, kondisi perang dagang pada kuartal III yang sempat memanas hingga perang mata uang dan perang investasi menjadi faktor turunnya komoditas seperti timah. Hal ini juga mengakibatkan adanya perlambatan ekonomi global sehingga indeks dolar menguat. “Ada anggapan bahwa resesi sudah di depan mata,” ujar Ibrahim.
Ibrahim menilai pergerakan harga timah masih akan fluktuatif di kuartal IV-2019. Menurut dia, timah lebih cenderung naik di sisa tahun ini. Meskipun perang dagang AS-China masih akan berlangsung, agresivitas bank sentral global untuk menurunkan suku bunga masih mendorong timah untuk terus bangkit.
Baca Juga: Sejumlah emiten logam dan mineral percaya diri capai target produksi 2019
Selain itu, timah sama dengan nikel yang diuntungkan dengan proyek pemerintah yang harus berjalan hingga akhir tahun. Ibrahim bilang pemerintah akan melanjutkan proyeknya di sisa tahun ini untuk menyesuaikan produk domestik bruto. “Di kuartal IV-2019 biasanya harga-harga memang naik dan timah bisa mencapai level US$ 17.500 per metrik ton,” jelas Ibrahim.
3. Tembaga
Analis Central Capital Futures Wahyu Tribowo Laksono mengatakan bahwa koreksi harga tembaga selama kuartal III-2019 masih disebabkan oleh efek dari perang dagang. Wahyu bilang tensi perang dagang yang sempat meningkat di bulan Agustus menyebabkan harga tembaga terus menurun sampai minggu ketiga September. Selain itu, Wahyu juga menyampaikan bahwa harga tembaga masih tetap di bawah wilayah netral hingga akhir kuartal III lalu meskipun ada optimisme pasar terhadap adanya kesepakatan dagang antara AS dan China.
Wahyu berpendapat harga tembaga yang terkoreksi juga disebabkan oleh keputusan bank sentral dalam hal pemangkasan bunga. Dia bilang The Fed sempat bergerak lambat menjelang pemangkasan suku bunga terakhir. Hal ini menurutnya menyebabkan dolar AS rally lebih kuat sehingga harga tembaga masih tertahan. “Sejak The Fed telah bergerak lambat ketika perlu penurunan suku bunga, dolar telah rally dan membuat tertinggi baru selama kuartal III,” ujar Wahyu.