Reporter: Dimas Andi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten Grup Merdeka yakni PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA) dihadapkan pada tantangan ketidakpastian harga komoditas mineral di pasar global. Hal ini bisa mempengaruhi prospek kinerja kedua emiten ini sepanjang tahun 2025 berjalan.
Sebagai pengingat, kinerja MDKA dan MBMA tampak berbanding terbalik. Pada 2024 lalu, MDKA membukukan kenaikan pendapatan sebesar 30,99% year on year (yoy) menjadi US$ 2,24 miliar pada akhir 2024.
Namun, pada periode yang sama, rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk MDKA membengkak 169,89% yoy menjadi US$ 55,76 juta.
Baca Juga: Grup Merdeka (MDKA & MBMA) Bersiap Memanen Hasil Ekspansi Emas dan Nikel
Sementara itu, pendapatan MBMA tumbuh 38,35% yoy menjadi US$ 1,84 miliar pada 2024. Laba bersih tahun berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk MBMA juga melesat 228,72% yoy menjadi US$ 22,78 juta.
Kendati mencatat kenaikan rugi bersih, Presiden Direktur Merdeka Copper Gold Albert Saputro menyatakan, pihaknya berhasil mencatat pertumbuhan yang solid di seluruh lini bisnis utama yang didukung oleh kemajuan dalam berbagai proyek strategis.
"Dengan berbagai pencapaian penting yang menanti pada 2025 dan tahun-tahun selanjutnya, kami optimistis mencapai keberhasilan yang berkelanjutan," ujar dia dalam siaran pers, Selasa (8/4).
MDKA tentu diuntungkan oleh kinerja apik yang diperlihatkan oleh MBMA sebagai anak usahanya. Kinerja positif MBMA didorong oleh peningkatan produksi dari tambang nikel PT Sulawesi Cahaya Mineral (SCM) serta kontribusi signifikan dari operasi nickel pig iron (NPI).
Selama 2024, tambang SCM milik MBMA menghasilkan 10,1 juta wet metric tonnes (wmt) limonit atau melesat 150% yoy dibandingkan dengan tahun sebelumnya, serta 4,9 juta wmt saprolit atau naik 110% yoy dari 2023.
Dalam periode yang sama, smelter Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) memproduksi 82.161 ton nikel dalam bentuk NPI atau naik 26% yoy dibandingkan dengan tahun sebelumnya, sehingga membuktikan strategi integrasi vertikal MBMA.
Baca Juga: Simak Produksi Emas, Tembaga dan Nikel Grup Merdeka (MDKA dan MBMA) pada 2024
Lebih lanjut, MBMA tengah mengembangkan dua pabrik High Pressure Acid Leach (HPAL) di Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) melalui kemitraan dengan GEM Co., Ltd (“GEM”) dan mitra strategis lainnya.
Kembali ke MDKA, emiten ini juga juga mencatat kemajuan berarti dalam pengembangan Pabrik Acid Iron Metal (AIM) yang dioperasikan oleh PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI). Proses komisioning terhadap komponen utama seperti Pabrik Pirit dan Pabrik Asam telah berhasil diselesaikan.
Sementara itu, komisioning Pabrik Klorida dan Pabrik Katoda Tembaga dari MDKA juga berjalan lancar, di mana Pabrik Klorida berhasil memproduksi spons tembaga perdana pada Januari 2025.
Pada Proyek Emas Pani, MDKA mencatat kemajuan signifikan dengan capaian konstruksi mencapai 33% pada akhir 2024. Produksi emas pertama ditargetkan pada awal 2026. Proyek ini diproyeksikan menjadi salah satu tambang emas primer terbesar di Indonesia dengan target produksi puncak sekitar 500.000 ounce emas per tahun.
Investment Analyst Edvisor Profina Visindo Indy Naila menyampaikan, volatilitas harga komoditas mineral menjadi salah satu sentimen yang dapat menekan kinerja MDKA dan MBMA pada 2025.
Apalagi, pergerakan harga komoditas semakin fluktuatif semenjak kebijakan tarif impor Amerika Serikat (AS) diberlakukan yang menimbulkan kekhawatiran terhadap perang dagang.
MDKA dan MBMA juga masih dihantui oleh sentimen rencana penerapan tarif royalti untuk komoditas minerba dari pemerintah.
Baca Juga: Grup Merdeka Ungkap Prospek Kinerja MDKA dan MBMA Beserta Proyek Ekspansinya
“Hal ini dapat memicu perlambatan margin emiten tersebut,” ujar dia, Selasa (8/4).
Terlepas dari itu, tingginya kebutuhan bahan baku untuk baterai kendaraan listrik dapat menguntungkan Grup Merdeka, terutama bagi MBMA, yang notabene mengoperasikan smelter nikel. MBMA pun tampak cukup agresif melakukan ekspansi di sektor hilirisasi mineral untuk mendukung ekosistem kendaraan listrik. Upaya ini diyakini dapat membuat margin MBMA lebih terjaga, terutama dari sisi top line.
Untuk saat ini, kata Indy, para investor dapat hold saham MDKA dan MBMA. Rekomendasi buy on weakness juga disematkan untuk kedua emiten tersebut dengan target harga Rp 1.180 per saham untuk MDKA dan Rp 440 untuk MBMA.
Sementara itu, Analis BRI Danareksa Sekuritas Timothy Wijaya dan Naura Reyhan Muchlis dalam riset 10 Februari 2025 merekomendasikan beli saham MDKA dan MBMA dengan target harga masing-masing di level Rp 2.400 per saham (MDKA) dan Rp 530 per saham (MBMA).
Rekomendasi beli diberikan untuk MDKA dan MBMA berdasarkan kenaikan valuasi dari proyek-proyek yang jadi penggerak pertumbuhan kinerja.
Di sisi lain, risiko utama yang dihadapi kedua emiten tersebut adalah biaya tunai yang lebih tinggi, harga jual rata-rata produk yang lebih rendah, hingga keterlambatan proyek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News