kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.896.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.830   0,00   0,00%
  • IDX 6.442   73,17   1,15%
  • KOMPAS100 923   0,44   0,05%
  • LQ45 723   -0,82   -0,11%
  • ISSI 202   3,78   1,91%
  • IDX30 377   -0,84   -0,22%
  • IDXHIDIV20 459   0,93   0,20%
  • IDX80 105   -0,21   -0,20%
  • IDXV30 112   0,60   0,54%
  • IDXQ30 124   -0,13   -0,11%

Emiten Lakukan Buyback Saham Tanpa RUPS, Simak Dampak ke Kinerja Bursa dan Emiten


Kamis, 10 April 2025 / 20:18 WIB
Emiten Lakukan Buyback Saham Tanpa RUPS, Simak Dampak ke Kinerja Bursa dan Emiten
ILUSTRASI. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembelian kembali alias buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). KONTAN/Baihaki/8/4/2025


Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten di Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembelian kembali alias buyback saham tanpa Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS).

Asal tahu saja, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengizinkan emiten untuk melakukan pembelian kembali alias buyback saham tanpa RUPS. Tujuannya, sebagai penawar volatilitas pasar ekuitas.

Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi mengatakan, sudah ada 19 emiten yang menyampaikan akan melakukan buyback saham tanpa RUPS.

“Untuk di keterbukaan informasi itu sampai saat ini (ada) 16, ini bergerak terus,” ujarnya di Gedung BEI, Selasa (8/4) malam.

Baca Juga: Sampoerna Agro (SGRO) Bakal Buyback Saham, Maksimal Rp 450 Miliar

Kesembilanbelas emiten itu adalah Medikaloka Hermina (HEAL), Jaya Real Property (JRPT), Sampoerna Agro (SGRO), Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP), Mayora Indah (MYOR), Bangun Kosambi Sukses (CBDK), Bukalapak.com (BUKA), dan Bank Central Asia (BBCA).

Lalu, Medco Energi Internasional (MEDC), Steel Pipe Industry of Indonesia (ISSP), Bank Panin (PNBN), Barito Pacific (BRPT), Barito Renewables (BREN), Petrindo Jaya Kreasi (CUAN), Chandra Asri Pacific (TPIA), Colorpak Indonesia (CLPI), dan PT Selaras Citra Nusantara Perkasa Tbk (SCNP), PT Jaya Real Properti Tbk (JRPT), dan PT Alkindo Naratama Tbk (ALDO).

HEAL melakukan buyback dengan nilai Rp 100 miliar, JRPT nilainya Rp 100 miliar, SGRO Rp 450 miliar, CMNP Rp 815,61 miliar, MYOR Rp 1 triliun, CBDK Rp 1 triliun, BUKA Rp 1,9 triliun, BBCA Rp 1 triliun, dan MEDC Rp 790 miliar.

ISSP buyback saham sebesar Rp 25 miliar, PNBN Rp 500 miliar, BRPT Rp 500 miliar, BREN Rp 2 triliun, CUAN Rp 500 miliar, TPIA Rp 2 triliun, dan CLPI Rp 5 miliar.

SCNP membeli kembali saham senilai Rp 50 miliar, JRPT Rp 100 miliar, dan ALDO Rp 10 miliar.

Sehingga, total nilai buyback saham itu sebesar Rp 14,29 triliun dari 16 emiten tersebut.

Baca Juga: Selaras Citra (SCNP) Buyback 250 Juta Saham, Siapkan Dana Rp 50 Miliar

Manajemen SGRO bilang, buyback dilakukan dengan tetap memperhatikan batasan maksimum yang diperkenankan dalam pelaksanaan pembelian kembali saham sebagaimana diatur dalam Pasal 8 POJK 13/2023, serta jumlah saham yang beredar yang harus dipenuhi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 

Dengan melakukan pembelian kembali saham, SGRO ingin menunjukkan keyakinan terhadap nilai intrinsiknya, mengoptimalkan struktur modal, serta memperkuat kemampuannya dalam memberikan nilai pertumbuhan yang berkelanjutan kepada para pemegang saham. 

“Pelaksanaan buyback memberikan indikasi bahwa perseroan memiliki likuiditas yang cukup untuk melakukan pembelian saham tanpa mengganggu kondisi keuangan, operasional atau investasi lainnya yang menunjukkan bahwa Perseroan berada dalam kondisi keuangan yang sehat,” ungkap manajemen dalam keterbukaan informasi tanggal 9 April 2025.

SGRO akan menggunakan kas internal dalam pelaksanaan rencana pembelian kembali saham. Sehingga, jika dilaksanakan pembelian kembali saham itu akan memberikan dampak penurunan aset dan ekuitas sebesar Rp 450 miliar. 

Pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama, Teguh Hidayat mengatakan, total nilai buyback saham yang telah diumumkan lebih sedikit dari jumlah arus keluar dana asing dari bursa per hari ini. “Ini belum mengimbangi arus keluar dana asing sejak awal tahun,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4)

Hari ini, Kamis (10/4), Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) memang terbang 4,79% atau 286,04 poin ke 6.254,02 pada perdagangan di Bursa Efek Indonesia (BEI). Namun, IHSG masih tercatat turun 11,67% YTD.

Baca Juga: Cermati Rekomendasi Saham Alamtri Resources (ADRO) yang Bakal Buyback Rp 4 Triliun

Net sell asing tercatat Rp 631,86 miliar di pasar reguler pada perdagangan hari ini. Sejak awal tahun, net sell asing sebesar Rp 32,26 triliun YTD.

VP Marketing, Strategy, and Planning Kiwoom Sekuritas, Oktavianus Audi mengatakan, nilai buyback yang lebih kecil dibandingkan net sell asing memang disesuaikan dengan kondisi neraca tiap emitennya dan juga nilai Rp 33 triliun di seluruh saham. 

Meski demikian, buyback saham ini tetap akan menjadi pengaruh positif di pasar, seiring dengan keyakinan emiten pada nilai intrinsiknya yang terdiskon di pasar.

Selain itu, capital outflow juga didorong sentimen ketidakpastian pasar dan juga eksternal faktor. Jika keadaan mulai lebih kondusif, maka pasar akan lebih realistis dan yakin pada nilai saham di pasar. 

Audi berpandangan, buyback ini sifatnya lebih bertujuan untuk menjaga supaya harga di pasar bisa mengikuti dan kembali normal. 

Setidaknya, buyback bisa menjaga harga di pasar agar sesuai dengan nilai intrinsik emiten, sehingga aksi buyback akan memberikan sentimen dan dukungan meningkatkan kepercayaan pasar. 

“Maka ketika keadaan sudah mulai membaik, investor diharapkan dapat kembali masuk,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (10/4).

Memang aksi buyback pun akan terdapat barrier agar tetap memenuhi persyaratan dari regulator, khususnya insentif seperti PPh badan 3%, sehingga lebih rendah dari tarif umum. 

Tetapi, buyback juga dapat digunakan untuk menjaga minimum floating. “Sehingga, dengan relaksasi kebijakan buyback tanpa RUPS dapat memberikan fleksibilitas emiten yang disesuaikan dengan kondisi pasar,” ujarnya.

Menurut Audi, buyback tidak mempengaruhi kinerja fundamental emiten, tetapi lebih menjaga perspektif pasar terhadap nilai saham di pasar. 

Kinerja emiten ke depan akan dipengaruhi sejumlah sentimen. Misalnya, pertumbuhan ekonomi, daya beli yang terjaga, termasuk juga konsumsi, pergerakan harga komoditas, serta kebijakan moneter dan pemerintah.

Audi pun merekomendasikan beli untuk BBCA, HEAL, dan MYOR dengan target harga masing-masing Rp 9.250 per saham, Rp 750 per saham, dan Rp 2.270 per saham. Sementara, rekomendasi trading buy disematkan untuk BREN dengan target harga Rp  6.400 per saham.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo, Indy Naila mengatakan, buyback memiliki pengaruh yang cukup menarik untuk meningkatkan fundamental dan juga kepercayaan pasar pada emiten.

“Untuk BBCA dan MYOR, mereka bisa menjaga porsi persentase free float. Sedangkan, BUKA berpotensi bisa mepet ke batasan free float mereka,” ungkapnya kepada Kontan, Kamis (10/4).

Analis IPOT, Angga Septianus melihat, emiten di bursa tentunya sudah mempertimbangkan hal terkait perpajakan dalam rangka melakukan buyback, sehingga tidak sampai mengganggu operasional perusahaan dari sisi beban pajak.

Namun, apakah buyback saham para emiten bisa mengangkat harga saham dan IHSG secara keseluruhan itu lebih dipengaruhi sentimen pasar secara fundamental.

“Sebab, jika net sell, terutama dari investor asing, masih deras, tentunya akan berat untuk mengangkat harga,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (10/4).

Menurut Angga, pergerakan harga saham tidak dapat dipastikan arahnya hanya berdasarkan sentimen buyback. Kinerja saham tetap akan tercermin dari kinerja fundamental ataupun aksi korporasi lainnya yang mungkin akan diadakan. 

Namun buyback menjadi salah satu sentimen positif untuk menopang sentimen harga saham dlm jangka pendek.

“Tidak serta merta buyback dapat mengangkat kinerja bursa, harus ada sentimen lebih besar dari global maupun dari kestabilan terkait perang dagang,” paparnya.

Analis Infovesta Utama, Ekky Topan melihat, emiten tentu akan berhati-hati dalam memutuskan apakah akan melakukan buyback saham atau tidak. Langkah itu memang bisa menjadi salah satu cara menstabilkan harga saham di kondisi saat ini.

“Buyback juga memberi sentimen positif bagi investor, karena memberikan gambaran bahwa manajemen peduli, sehingga dapat menaikkan kepercayaan,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (9/4).

Menurut Ekky, buyback sendiri fungsinya untuk menahan laju penurunan saham dan memberi sentimen positif pada investor bahwa manajemen peduli pada harga saham.

Sementara, pemulihan bursa saat ini lebih dipengaruhi oleh isu global, khususnya perang tarif. Kalau problem tersebut selesai, kemungkinan besar asing kembali masuk ke bursa domestik dan pasar berbalik positif. 

“Pasar saham Indonesia butuh inflow asing untuk bisa naik kembali, jika hanya berharap domestik butuh waktu yang lama,” katanya.

Meskipun begitu, ketentuan buyback sebenarnya berbenturan soal pajak, karena dapat menurunkan porsi kepemilikan publik. 

Sementara, selama ini perusahaan terbuka yang tercatat di BEI dapat memperoleh penurunan tarif PPh Badan (corporate income tax) sebesar 3% selama memenuhi persyaratan. Salah satu persyaratannya adalah dengan kepemilikan publik di atas 40% dan dimiliki minimal oleh 300 pemegang saham yang kepemilikannya tidak melebihi 5%. 

Selain emiten, para pemegang saham juga dapat melakukan jual-beli atas sahamnya di BEI dengan tarif pajak hanya 0,1% selama memenuhi ketentuan yang berlaku.

Ekky melihat, benturan buyback dengan insentif pajak kepemilikan publik ini memang menjadi dilema bagi emiten. Jika emiten terlalu agresif melakukan buyback dan kepemilikan publik turun di bawah batas tersebut, maka insentif pajak tersebut bisa hilang.

Bagi beberapa emiten, insentif ini cukup signifikan untuk efisiensi keuangan jangka panjang. Namun, pada kasus saat ini, Ekky mengaku belum mencari tahu terkait emiten mana saja yang berada pada ambang batas tersebut.

“Tapi, perusahaan mungkin juga tidak akan beli jor-joran ketika buyback saham,” katanya.

Menurut Ekky, saham JRPT menarik untuk dicermati. Sebab, emiten properti ini punya kinerja keuangan yang stabil dan sehat. 

Di tengah perlambatan sektor properti akibat kondisi makro yg kurang kondusif, pengembangan proyek baru JRPT terus berjalan, superblok, perhotelan, hingga pusat perbelanjaan.

“Secara teknikal juga bullish. Untuk jangka panjang, target harganya bisa ke target harga Rp 900 - Rp 1.000 per saham. Tapi ini cocok untuk investasi, bukan saham yang bergerak secara volatil,” katanya.

Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, kinerja saham CBDK ada di level support Rp 5.000 per saham dan resistance Rp 5.600 per saham. Herditya pun merekomendasikan speculative buy untuk CBDK dengan target harga Rp 5.700 - Rp 5.900 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU

[X]
×