Reporter: Yuwono Triatmodjo | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Kado awal tahun yang menyesakkan bagi investor pasar modal dunia. Guncangan pada pembukaan perdagangan pasar modal China awal tahun ini membuat panas dingin investor dunia.
Bagaimana tidak, hanya setengah hari perdagangan, Senin (4/1), indeks bursa Shanghai yakni CSI 300 Index amblas hingga 7%. Sontak ini membuat otoritas bursa China menghentikan perdagangan saham (suspensi) di waktu yang tersisa. Indeks bursa Shanghai anjlok 6,86% ke 3.296,26.
Sedangkan, indeks bursa Shenzhen terpangkas 8,22% menjadi 2.119,16. Kepanikan pasar saham China timbul pasca Biro Statistik Nasional China melansir data manufaktur China yang tercermin dalam Purchasing Manager Index (PMI) Desember 2015 sebesar 49,7.
Penurunan yang sudah terjadi lima bulan berturut-turut menjadi penanda bahwa ekonomi China tengah bermasalah. Itu pula sebabnya investor individu yang berkontribusi hingga 80% pada pergerakan saham bursa China melakukan aksi jual dan berujung penghentian perdagangan.
Sedemikian dahsyat pengaruh bursa China ikut menyeret pasar saham dunia. Indeks Dow Jones dibuka melorot 2,28% ke level 17.027,28 hingga pukul 22.05 WIB. Sedangkan, S&P 500 turun 1,81% menjadi 2.006,88.
Kemarin, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga tergelincir 1,46% ke level 4.525,92. Maklum, pasar saham China merupakan yang terbesar kedua sejagat. Kado awal tahun ini, boleh jadi merupakan sinyal kuat bahwa China akan menjadi momok ekonomi sekaligus pasar keuangan dunia tahun ini.
Tahun lalu, Amerika Serikat yang menjadi pusat perhatian investor dunia. Terlebih, mimpi buruk ekonomi China diperkirakan masih berlanjut.
"Perlambatan ekonomi China diperkirakan akan terus berlangsung sepanjang tahun 2016," tulis MK Tang, ekonomi Goldman Sachs Group Inc, kemarin. Tak ada lagi pertumbuhan dua digit ekonomi China.
Hasil survei Bloomberg menyebut, pertumbuhan ekonomi China tahun ini hanya akan sebesar 6,5% dan turun menjadi 6,3% di tahun 2017.
Teguh Hidayat, Direktur Avere Investama menilai, China sebetulnya tak memasuki krisis ekonomi. Tapi, pertumbuhan ekonominya melambat. Lagi pula, bursa saham China turun karena sudah terlampau mahal.
"Idealnya indeks tumbuh 15%-20% per tahun. Tapi di China, bisa tumbuh hingga tiga kali lipat," ujar Teguh.
Kepala Riset Batavia Prosperindo Sekuritas, Andy Ferdinand berpendapat, investor Indonesia tak perlu panik. Sebab, fundamental ekonomi Indonesia membaik. Selain itu, faktor ketidakpastian bunga The Fed juga sudah dilewati.
Dus, "Ada peluang IHSG ke level 5.300 hingga akhir tahun nanti," ucap Andy.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News