kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45931,36   3,72   0.40%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Dolar AS Diyakini Jadi Mata Uang Paling Prospektif Hingga Akhir Tahun


Rabu, 08 Juni 2022 / 18:16 WIB
Dolar AS Diyakini Jadi Mata Uang Paling Prospektif Hingga Akhir Tahun
ILUSTRASI. Sepanjang tahun ini, dolar Amerika Serikat (AS) menjadi mata uang yang paling perkasa.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang tahun ini, dolar Amerika Serikat (AS) menjadi mata uang yang paling perkasa jika disandingkan dengan rupiah. Sementara yen Jepang justru menjadi mata uang dengan kinerja paling buruk. 

Kendati begitu, jika dilihat secara bulanan pada Mei, yen Jepang justru punya kinerja yang paling baik dibanding mata uang lainnya (lihat tabel).

Mata Uang

Akhir 2021

April

Mei

MoM

YTD

USDIDR

14263.00

14482.00

14578.00

0.66%

2.21%

AUDIDR

10359.94

10349.12

10479.54

1.26%

1.15%

SGDIDR

10562.66

10495.91

10644.62

1.42%

0.78%

EURIDR

16135.59

15311.39

15642.42

2.16%

-3.06%

GBPIDR

19250.70

18194.27

18377.46

1.01%

-4.54%

JPYIDR

123.89

111.36

113.99

2.36%

-7.99%

Baca Juga: Rupiah Masih Berpotensi Tertekan pada Kamis (9/6)

Analis Monex Investindo Futures Faisyal mengungkapkan, apiknya kinerja yen Jepang selama bulan Mei tidak terlepas banyaknya pelaku pasar yang mencari safe haven alternatif selain dolar AS. Alhasil, yen Jepang pun menjadi buruan dan punya kinerja yang baik pada bulan Mei kemarin.

Selain itu, pelaku pasar juga mulai optimistis terhadap perekonomian Jepang yang diproyeksikan sudah mulai membaik di tengah stimulus dukungan moneter dari Bank of Japan (BoJ). Kendati begitu, Faisyal justru menilai yen Jepang saat ini sebaiknya tidak menjadi mata uang yang dipegang dalam bentuk tunai untuk jangka panjang. 

“Permasalahan utama yen itu sikap BoJ yang justru masih longgar kebijakan moneternya, padahal bank sentral global lainnya justru tengah memperketat kebijakan moneter. Ini bukanlah pertanda baik untuk yen secara jangka panjang,” kata Faisyal ketika dihubungi Kontan.co.id, Rabu (8/6).

Baca Juga: Indonesia Dinilai Lebih Siap Hadapi Gejolak Ekonomi Global, Ini Alasannya

Di satu sisi, dengan kembali dibukanya aktivitas ekonomi di China seiring pencabutan kebijakan lockdown membuat prospek pertumbuhan ekonomi global kembali positif. Faisyal melihat sikap BoJ yang justru menjalankan kebijakan longgar menjadi kontraproduktif. Alhasil mata uang lain yang bank sentralnya menaikkan suku bunganya pun jadi lebih menarik.

Lebih lanjut, Faisyal meyakini mata uang yang punya prospek menarik untuk dipegang dalam bentuk kas ke depan adalah dolar AS. Menurut dia, dengan agresifnya The Fed dalam menaikkan suku bunga, dolar AS akan mendapatkan katalis positif. Ditambah lagi sifatnya yang juga safe haven menjadikan dolar AS punya keunggulan lain dibanding mata uang lain.

“Saat ini spekulasinya The Fed akan menaikkan suku bunga sebesar 50 bps pada Juni-Juli. Bahkan, kini juga beredar kabar The Fed akan melakukan hal yang sama pada September mendatang jika inflasi AS masih belum kunjung melandai,” imbuhnya.

Baca Juga: IHSG Menguat ke 7.193 pada Rabu (8/6), Net Buy Asing Mencapai Rp 567 Miliar

Faisyal juga meyakini posisi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang berada di kisaran Rp 14.400 sudah cukup menarik untuk menjadi entry point. Namun, dia bilang, idealnya investor baru masuk ketika nilai tukar rupiah berada di kisaran Rp 14.200-an. 

Dia menambahkan, saat ini inflasi domestik yang stabil masih jadi sentimen positif untuk rupiah. Namun, dengan harga minyak dunia yang masih tetap tinggi, ketika pemerintah sudah tidak bisa memberikan stimulus pada bahan bakar minyak, maka inflasi domestik diproyeksikan segera melambung.

“Dengan demikian, rupiah berpotensi kembali berada dalam tren melemah ke Rp 15.000 per dolar AS. Jika masuk ke dolar pada entry point Rp 14.200, maka level Rp 14.800 bisa menjadi level exit yang ideal dan menarik,” ùjar dia.

Baca Juga: Ekonom DBS: Makroekonomi Indonesia Masih Solid di Tengah Ketidakpastian Global

Faisyal menambahkan mata uang euro dan dolar Australia juga bisa dijadikan pertimbangan karena bank sentralnya akan segera menaikkan suku bunga. Sementara poundsterling jadi mata uang yang sebaiknya dihindari.

Pasalnya, ada kekhawatiran soal resesi ekonomi di Inggris, masalah Brexit terkait protokoler Irlandia Utara yang belum selesai. Ada pula masalah politik internal seiring mulai munculnya mosi ketidakpercayaan terhadap Boris Johnson.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×