Reporter: Yuliana Hema | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali terperosok ke zona merah pada perdagangan Rabu (19/2). IHSG ditutup melemah 1,14% atau turun 78,68 poin ke level 6.794,86.
Tekanan jual datang dari aksi jual oleh investor asing. Pada Perdagangan Rabu (19/2) saja, investor asing mencatatkan net sell sebesar Rp 1,13 triliun di seluruh pasar.
Sepanjang tahun berjalan ini atau year to date (ytd), net sell investor asing mencapai Rp 9,5 triliun di seluruh pasar. Investor asing terpantau melego saham-saham big caps.
Berdasarkan data RTI, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham yang paling banyak dijual investor asing. Net sell asing di BBCA mencapai Rp 4,48 triliun.
Baca Juga: Begini Arah Pasar Saham Usai BI Pertahankan Suku Bunga Acuan di Level 5,75%
Padahal, BBCA merupakan saham dengan kapitalisasi terbesar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sehingga tekanan pada saham bank dengan logo cengkeh ini turut mempengaruhi IHSG.
Secara year to date, BBCA telah terkoreksi 7,49% ke posisi Rp 8.950 per saham pada Rabu (19/2). Pelemahan BBCA telah menggerus IHSG sebesar 47,17 poin.
Pelemahan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) juga menjadi penekan pergerakan IHSG. Secara year to date, BMRI sudah anjlok 9,21% dengan net sell sebesar Rp 2,71 triliun.
Koreksi pada saham BMRI ini telah mengurangi 46,44 poin terhadap pergerakan IHSG sepanjang tahun berjalan ini.
Tekanan paling besar datang dari saham PT Barito Renewables Energy (BREN) yang mengurangi 98,22 poin.
VP President Marketing, Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengatakan saham dengan kapitalisasi pasar atau market cap memang berdampak pada pergerakan IHSG.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), kapitalisasi sektoral terbesar adalah dari Keuangan mencapai 29,9% terhadap IHSG. Artinya, sensitivitas IHSG dipengaruhi saham perbankan.
"Sehingga jika saham-saham lima besar dengan kapitalisasi pasar tertinggi di BEI berbalik arah, ini akan berkorelasi positif pada pergerakan IHSG," jelas Audi kepada Kontan, Rabu (19/2).
Audi menjelaskan tekanan pada saham-saham perbankan ini disebabkan oleh raihan kinerja keuangan emiten yang kurang sesuai dengan ekspektasi pelaku pasar.
"Kinerja dan ekspektasi keuangan menjadi indikator penting oleh asing, terlebih narasi higher for longer untuk BI Rate dikhawatirkan menekan perbankan," katanya.
Investment Analyst Infovesta Advisori Ekky Topan menambahkan walaupun hanya ada satu saham dengan kapitalisasi pasar besar yang menguat, dampaknya terhadap IHSG sangat minim.
Baca Juga: IHSG Berpotensi Lanjut Melemah pada Kamis (20/2), Cek Saham Pilihan Analis
"Kenaikan IHSG yang lebih solid umumnya terjadi jika sektor keuangan mulai pulih, mengingat bobot sektor perbankan dalam IHSG sangat dominan," ucap dia.
Sekalinya investor asing melakukan pembelian, saham yang diburu investor asing tidak memiliki bobot besar. Sepanjang tahun berjalan ini, IHSG ditopang oleh saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO).
GOTO sudah menguat 14,29% secara ytd sehingga berkontribusi sebesar 21,98 poin. Namun pada periode yang sama, asing justru mencatatkan net sell pada GOTO sebesar Rp 1,38 triliun.
"Terutama GOTO, yang meskipun mengalami kenaikan signifikan, masih memiliki bobot yang relatif kecil dibandingkan dengan saham big caps lainnya," kata Ekky.
Asing tercatat melakukan net buy paling besar di saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) sebesar Rp 389,81 miliar. Kemudian saham PT Bank Syariah Indonesia Tbk (BRIS) net buy Rp 337,88 miliar.
Ekky mengatakan karena itu, IHSG masih sulit untuk naik secara signifikan selama saham unggulan di sektor perbankan dan pertambangan masih dalam tekanan.
Potensi Inflow Asing Kembali
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus menambahkan dibutuhkan alasan yang kuat untuk asing kenapa harus kembali ke pasar saham Indonesia.
"Belum ada alasan kuat, sementara sentimen secara global juga tidak mendukung. Mulai tensi geopolitik dan keputusan Donald Trump yang semakin merajalela," jelasnya.
Menurutnya, pelaku pasar dan investor akan masuk secara bertahap dengan memperhatikan setiap momen yang ada. Terlebih, di dalam negeri sentimennya juga sedang tidak baik karena ada efisiensi anggaran.
Namun diharapkan kalau ada beberapa program andalan pemerintah dapat berjalan dengan baik dan hasilnya mulai terlihat, maka bisa menjadi sentimen pemanis bagi IHSG.
"Selain itu pemangkasan tingkat suku bunga diharapkan juga dapat menjadi katalis positif, meskipun hal tersebut tidak terjadi dalam waktu dekat," ucap Nico.
Audi menambahkan dana aliran asing bisa kembali masuk lagi dengan deras ketika stabilitas ekonomi makro Indonesia, termasuk pertumbuhan PDB dan inflasi terjaga serta penguatan rupiah.
Tak hanya itu, pemangkasan suku bunga lebih cepat dari perkiraan pasar, hal ini mendorong investor asing mencari alternatif aset yang memberikan return lebih besar.
"Tensi perang tarif dagang yang mereda sehingga mendorong kepercayaan pasar pada ekonomi dan mengalihkan ke dalam high risk aset," ucap Audi.
Dari beberapa saham yang menjadi pemberat dan mendorong IHSG, Audi merekomendasikan beli BBCA dengan target Rp 10.400. Dia juga menyarankan trading buy BREN dan GOTO dengan masing-masing target harga Rp 7.850 dan Rp 91.
Sementara, Ekky menjagokan saham BBRI dengan target Rp 4.900-Rp 5.000. Saham pilihan Nico jatuh pada BBCA, BMRI, PANI, BREN, GOTO, BBNI, BBRI dan RATU.
Selanjutnya: 6 Cara Berinvestasi dengan Dana yang Minim Menurut Warren Buffett, Bisa Anda Contek
Menarik Dibaca: Cek Lur! Jadwal Terbaru KRL Solo-Jogja Pada Kamis, 20 Februari 2025
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News