Reporter: Noor Muhammad Falih | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Sepanjang 2014, kinerja reksadana pasar uang disokong oleh tren pertumbuhan suku bunga. Pertumbuhan ini otomatis meningkatkan imbal hasil (return) salah satu aset dasar reksadana pasar uang yakni deposito.
Aset dasar deposito diakui sebagai andalan kinerja reksadana pasar uang tahun 2014 oleh sejumlah manajer investasi (MI). Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management Edward Lubis mengatakan, sepanjang 2014 deposito berperan besar meningkatkan return reksadana pasar uang. “Ini karena adanya tren suku bunga tinggi,” ujarnya, akhir pekan lalu.
Sepanjang 2014, suku bunga Lembaga Penjamin Simpanan (LPS rate) yang menjadi indikator bunga deposito, naik 50 basis poin dari 7,25% pada akhir 2013 menjadi 7,75% pada akhir 2014. Hal ini membuat perbankan menaikkan bunga deposito sepanjang 2014.
Terlebih pada pertengahan 2014, bank secara agresif menaikkan tingkat bunga depositonya sebagai langkah perebutan dana pihak ke tiga di tengah ketatnya likuiditas. Meski akhirnya Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator memberi batas atas pemberian bunga deposito pada Oktober lalu.
Tren suku bunga deposito yang tinggi di 2014, lanjut Edward, membuat reksadana pasar uang yang didominasi oleh aset dasar deposito naik signifikan. “Kinerja reksadana pasar uang (RDPU) sangat cemerlang di tahun 2014. RDPU yang kami kelola yaitu Bahana Dana Likuid membukukan kinerja 9% selama tahun 2014,” ungkap Edward.
Hasil tersebut berada di atas rata-rata kinerja reksadana pasar uang Infovesta sepanjang 2014 yang sebesar 7,03%.
Di tahun 2015, Edward masih yakini kondisinya tidak jauh berbeda. “Kami belum melihat adanya tren penurunan suku bunga deposito (baik Rupiah maupun USD) dalam waktu dekat, sehingga prospek reksadana pasar uang masih cukup menarik paling tidak hingga paruh pertama,” ujar Edward.
Senada diungkapkan Head of Operation and Business Development Panin Asset Management Rudiyanto. Menurutnya paling tidak pada semester I 2015 ini kinerja reksadana pasar uang tidak jauh berbeda dengan realisasi sepanjang 2014.
Menurutnya, belum ada tanda bahwa suku bunga Bank Indonesia (BI rate) maupun LPS rate akan berubah pada semester I 2015. “Tapi yang perlu dipantau, BI rate naik pada 2014 juga karena kondisi rupiah yang melemah,” ungkap Rudiyanto.
Nah di 2015, menurutnya, suku bunga deposito tengah menunggu kondisi nilai tukar rupiah dan rencana kenaikan suku bunga Bank Sentral Amerika Serikat (Fed fund rate). Menurutnya dua sentimen ini paling tidak menahan penurunan BI rate maupun LPS rate yang kini relatif tinggi.
Rudiyanto mengatakan, dengan asumsi bahwa kondisi rupiah masih bisa terkendali seperti sekarang dan isu terkait kenaikan Fed fund rate belum ada titik terang, return reksadana pasar uang di 2015 masih sekitar 7%, tidak berbeda jauh dengan 2014.
"Jika nanti BI rate naik sekalipun, tidak akan jauh berbeda dengan posisinya sekarang," ujar Rudiyanto.
Analis obligasi Millenium Danatama Indonesia Desmon Silitonga mengatakan, tren kenaikan BI rate masih berlangsung di 2015 merespon Fed fund rate nanti. “Kondisi ini membuat yield Surat Utang Negara ikut naik,” ujar Desmon.
Kenaikan yield SUN di pasar sekunder juga berimplikasi pada yield obligasi korporasi, termasuk yang jatuh tempo di bawah 1 tahun yang merupakan aset dasar reksadana pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News