Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harapan naiknya permintaan di kawasan Asia Tenggara terutama India jadi penggerak utama yang mendorong kenaikan harga batubara.
Mengutip Bloomberg, Jumat (20/5) harga batubara kontrak pengiriman Juni 2016 di ICE Futures Exchange terbang 0,87% ke level US$ 51,80 per metrik ton atau merupakan level tertingginya sejak Oktober 2015 lalu. Dalam sepekan terakhir pun harga batubara sudah melambung 1,07%.
Dipaparkan Ibrahim, Direktur PT Garuda Berjangka kenaikan harga batubara akhir pekan lalu tertopang oleh melesatnya harga minyak mentah dunia yang menembus level US$ 48,00 per barel lagi. Hal ini juga berjalan seiringan dengan pulihnya harga gas alam. “Koneksi batubara dengan dua komoditas energi itu sangat erat,” ujar Ibrahim.
Kala harga minyak naik maka batubara akan ikut terangkat. Sedangkan jika harga gas alam menguat, pelaku pasar akan memilih beralih pada batubara yang lebih murah dan ini jadi katalis positif bagi harga batubara.
Selain itu, dilaporkan terjadi penurunan pasokan batubara di India. Cadangan batubara India di pembangkit listrik secara nasional turun ke titik terendahnya dalam enam pekan terakhir. Hal ini disebabkan oleh cuaca yang memanas dan meningkatkan permintaan batubara untuk pembangkit listrik.
Disampaikan oleh Goutam Chakraborty, Analis Mumbai-based Emkay Global Financial Services bahwa penurunan cadangan ini akan berimbas positif pada Coal India Ltd, salah satu produsen batubara terbesar global.
Sebab juga ikut menurunkan cadangan Coal India untuk pertama kali dalam 15 bulan terakhir. “Belum lagi dari China turut memberikan dampak positif. Semua berita batubara yang datang dari China dampaknya besar pada harga,” jelas Ibrahim.
Disampaikan bahwa kapasitas produksi China akan stagnan di tahun 2016 ini. Hal tersebut dilakukan dengan memangkas produksi nasional sebesar 60 juta ton dan menunda tiga izin pengembangan tambang batubara hingga tiga tahun mendatang.
Selain itu dukungan lainnya bagi harga batubara juga datang dari beberapa prediksi analis bahwa upaya China untuk mengalihkan penggunaan pembangkit listrik berbahan batubara ke gas alam akan menemukan kendala.
Hal itu disampaikan oleh Liu Guangbin, Analis di SCI International dan Peter Lee, Analis BMI Research Singapore. Kendalanya datang dari murahnya harga batubara serta tingginya harga gas alam. “Memicu pelaku pasar lebih memilih menggunakan batubara di China daripada gas alam,” jelas Ibrahim.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News