kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.200   0,00   0,00%
  • IDX 7.066   -30,70   -0,43%
  • KOMPAS100 1.055   -6,75   -0,64%
  • LQ45 830   -5,26   -0,63%
  • ISSI 215   0,27   0,12%
  • IDX30 424   -2,36   -0,55%
  • IDXHIDIV20 513   -0,30   -0,06%
  • IDX80 120   -0,79   -0,65%
  • IDXV30 124   -1,30   -1,04%
  • IDXQ30 142   -0,32   -0,23%

Analis: Buy saham PTBA, ADRO, dan ITMG


Minggu, 16 Oktober 2016 / 22:09 WIB
Analis: Buy saham PTBA, ADRO, dan ITMG


Reporter: Juwita Aldiani | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Tahun 2016 bisa jadi tahun kembalinya batubara setelah terjadinya kelambatan pada harga batubara dan tekanan harga minyak yang berkesinambungan pada tahun lalu. Di pertengahan tahun ini telah terjadi peningkatan harga batubara acuan (HBA) setelah tertekan cukup dalam.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan HBA sebesar US$ 69,07 per ton di Oktober ini atau naik 8,04% dari September yaitu US$ 63,93 per ton. HBA per Oktober ini menjadi harga tertinggi sepanjang 2016 ini.

Dari awal tahun memang sudah terjadi fluktuasi harga batubara. Dibuka di harga US$ 53,20 per ton pada Januari tahun ini, lalu sempat naik turun tetapi terus terjadi peningkatan sejak Juli lalu sampai sekarang.

Kenaikan HBA ini terjadi karena peningkatan harga batubara di pasar global. Pemerintah Tiongkok berencana untuk meremajakan tambang dan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) sampai dengan tahun 2020, sehingga berakibat pada turunnya produksi batubara lokal di negara tersebut.

Usaha ini adalah dalam rangka untuk mengurangi pencemaran udara dan kerusakan lingkungan yang semakin memburuk akibat proses eksplorasi dan pembakaran batubara untuk menghasilkan energi listrik yang selama ini disalurkan kepada pabrik-pabrik manufaktur di negara tersebut.

Selain karena pencemaran lingkungan, penutupan tambang di negeri tirai bambu tersebut juga dikarenakan oleh letak tambang dan pemakainya terlalu jauh sehingga lebih murah mengimpor daripada memakai produksi sendiri. Dengan adanya isu tersebut, maka hal ini dianggap sebagai peluang bagi emiten pertambangan Indonesia, di mana permintaan sudah mulai terlihat mengalami peningkatan.

Analis Reliance Securities Robertus Yanuar Hardy mengatakan selain dari kenaikan HBA, peluang terbesar bagi emiten pertambangan datang dari program Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan rasio elektrifikasi sampai ke pelosok negeri dengan membangun beberapa pembangkit listrik yang memiliki kapasitas total hingga 35.000 MW, dengan PLN selaku penanggung jawabnya.

"Hal ini tentu akan menjamin keberlangsungan permintaan batubara sebagai sumber energi utama bagi sejumlah PLTU yang akan dibangun untuk mensukseskan program ini," katanya dalam risetnya.

Robertus melihat ada beberapa emiten yang akan berpotensi untuk mengalami peningkatan kinerja. Antara lain PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA) yang dapat diuntungkan oleh kenaikan HBA karena sebagian besar produksinya diserap pasar lokal terutama untuk keperluan PLTU.

Adapun PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) juga berpotensi menerima manfaat dari kenaikan harga batubara global karena sebagian besar produksinya diserap oleh pasar luar negeri (ekspor).

Adapun tiga emiten di atas saat ini juga telah berinvestasi dalam pembangunan PLTU (power plant), yang dianggap sebagai masa depan industri batubara yang sempat dianggap sudah terpuruk.

Robertus merekomendasikan beli untuk PTBA, ADRO dan UNTR dengan target harga untuk setahun ke depan masing-masing pada Rp 14.800, 1.710, dan 21.525 per lembar saham, yang mengimplikasikan P/E Ratio masing-masing pada 11,57 kali, 11,61 kali, dan 15,06 kali. Sementara ia merekomendasikan tahan saham ITMG dengan target harga pada Rp 14.275 per lembar saham untuk setahun ke depan, yang mengimplikasikan P/E Ratio sebesar 11,52 kali.

Namun, "melihat telah cukup tingginya apresiasi harga beberapa emiten di atas secara ytd, maka kami merekomendasikan untuk buy on weakness," jelas Robertus.

Sementara Christian Saortua analis Minna Padi Investama mengatakan sekitar 24% penjualan batubara ADRO diserap domestik, lalu 16% diekspor ke India, dan China menyerap 14%. Dengan melihat wilayah geografis konsumen, perusahaan akan menuai manfaat dari peningkatan HBA dan meningkatnya permintaan untuk mendukung program kelistrikan pemerintah 35.000 mega watt (MW).

Perusahaan juga terlibat dalam beberapa bisnis terkait dengan industri batubara untuk memaksimalkan efisiensi dan meningkatkan produktivitas. ADRO memiliki bisnis unit di perusahaan jasa pertambangan dan logistik. Unit bisnis tersebut didedikasikan untuk menyediakan layanan pengangkut batubara dari tambang ke kapal angkut di terminal batubara.

Dengan mengintegrasikan semua unit tersebut, menurut Christian ADRO mampu menciptakan keunggulan kompetitif dibandingkan para kompetitor dan memiliki lebih banyak diversifikasi pendapatan untuk mengantisipasi volatilitas harga batubara.

Selain ADRO, Christian juga menyukai PTBA. Ia memperkirakan pendapatan PTBA akan bertambah karena fokus pada penjualan pasar domestik. PTBA juga telah memegang kontrak pengiriman 574 ton batubara sampai 2030.

"Dengan tren kenaikan HBA, kami memperkirakan pendapatan perusahaan akan lebih baik di masa depan," jelas Christian kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.

Christian merekomendasikan beli saham ADRO dan PTBA dengan target harga masing-masing Rp 1.500 dan Rp 12.500. Tak jauh berbeda dengan Robertus dan Christian, Sharlita Malik analis Samuel Sekuritas juga memperkirakan akan ada tren penguatan harga batubara sampai akhir tahun ini.

Ia menyukai saham ADRO dan PTBA karena ADRO merupakan satu dari perusahaan batubara yang berhasil melakukan efisiensi di tengah belum stabilnya harga batubara.

Di samping itu, Sharlita juga melihat kinerja ITMG bisa akan lebih baik karena efisiensi biaya yang dilakukan, sehingga akan meningkatkan level EBITDA margin. Serta ekspektasi meningkatnya permintaan China yang merupakan hal positif. Ia memperkirakan EBITDA marjin ITMG, mulai mengalami peningkatan pada paruh kedua tahun ini sejalan dengan meningkatnya harga batubara dan usaha efisiensi yang terus dilakukan.

ITMG terus berupaya melakukan efisiensi dengan menurunkan level strip ratio dan biaya fuel price (40% dari total cost). "Kami asumsikan EBITDA margin ITMG mencapai 17,7% pada tahun depan," kata Sharlita.

Mengingat ITMG merupakan perusahaan batubara yang paling sensitif terhadap kenaikan harga batubara, maka lonjakan harga batubara bisa memberi peluang untuk kenaikan saham ITMG. Hal ini didukung dengan, harga premium batubara yang dimiliki ITMG.

Sharlita merekomendasikan beli saham ITMG dengan target harga Rp 15,000 yang merefleksikan price earning tahun 2017 sebesar 10.8 kali. Adapun resiko investasi terletak pada penurunan harga batubara dan naiknya fuel price.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×