kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.476.000   8.000   0,54%
  • USD/IDR 15.878   61,00   0,38%
  • IDX 7.147   -14,46   -0,20%
  • KOMPAS100 1.093   -1,18   -0,11%
  • LQ45 868   -4,12   -0,47%
  • ISSI 217   0,73   0,34%
  • IDX30 444   -2,73   -0,61%
  • IDXHIDIV20 535   -4,97   -0,92%
  • IDX80 125   -0,13   -0,10%
  • IDXV30 135   -1,16   -0,85%
  • IDXQ30 148   -1,31   -0,88%

Simak Rekomendasi Saham Emiten Sektor Migas di Tengah Volatilitas Harga


Minggu, 04 Februari 2024 / 17:39 WIB
Simak Rekomendasi Saham Emiten Sektor Migas di Tengah Volatilitas Harga
ILUSTRASI. An oil pump of IPC Petroleum France is seen at sunset outside Soudron, near Reims, France, August 24, 2022. REUTERS/Pascal Rossignol


Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek emiten sektor Minyak dan Gas (Migas) masih kelabu seiring harga minyak dunia yang begitu volatil. Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melambat turut melemahkan potensi permintaan migas di tahun 2024.

Analis MNC Sekuritas, Vera dan Alif Ihsanario mengatakan, harga minyak dunia mengalami volatilitas yang tinggi akibat pengetatan kebijakan moneter dan pengurangan produksi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC).

Pengurangan produksi OPEC dan ketegangan geopolitik membantu menaikkan harga minyak mentah, namun peningkatan produksi dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara non-OPEC mengimbangi kenaikan tersebut.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Situasi Timur Tengah Selasa (30/1), WTI ke US$76,93

Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lambat atau bahkan mengalami resesi pada tahun 2024, sehingga ini dapat mengurangi prospek harga minyak mentah. Namun dalam jangka panjang, harga minyak kemungkinan akan meningkat seiring pulihnya perekonomian.

“Menurunnya harga minyak karena kebijakan moneter diimbangi oleh produksi OPEC dan ketegangan geopolitik,” ungkap Vera dalam riset 28 Desember 2023.

Vera memaparkan bahwa perang antara Israel dan Palestina menghadirkan dua kemungkinan terhadap harga minyak mentah. Skenario pertama, jika perang meluas ke Lebanon dan Suriah, maka harga minyak bisa naik hingga sekitar US$90 per barel.

Sementara skenario kedua adalah yang terburuk apabila terjadi perang langsung antara Israel dan Iran. Jika ini terjadi, harga minyak bisa naik di atas US$140 per barel dan menghambat pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga: Konflik di Laut Merah, Distribusi Komoditas Impor Berpotensi Terdampak

Vera turut memandang bahwa adanya kontraksi ekonomi juga berkontribusi terhadap penurunan harga gas alam. Pada tahun 2023 lalu, harga gas bumi mengalami penurunan signifikan sekitar -19.4% year to date (ytd) hingga mencapai level US$3.1 per mmbtu.

Tren penurunan ini terutama didorong oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan juga melemahnya ketergantungan Uni Eropa terhadap gas alam. Namun konflik antara Israel dan Palestina menimbulkan lonjakan harga gas alam sebesar 35% sejak Oktober 2023 seiring terganggunya pasokan akibat penutupan fasilitas produksi gas alam utama di Israel.

Oleh karena itu, MNC Sekuritas memproyeksi harga gas alam diperkirakan akan naik dalam jumlah terbatas sekitar 1,6%yoy di tahun 2024 dan 1,9%yoy di tahun 2025, terutama didorong oleh permintaan di Tiongkok yang meningkat sekitar 7% yoy setiap tahun. Di sisi penawaran, produksi global diperkirakan tumbuh sebesar 1,6% YoY.

Adapun laporan terkini menyampaikan adanya gencatan senjata di Timur Tengah. Kabar penangguhan waktu perang untuk beberapa waktu tersebut meredakan kekhawatiran akan gangguan pasokan minyak mentah yang pada akhirnya melemahkan harga.

Analis Panin Sekuritas Felix Darmawan menilai, harga migas saat ini sebenarnya relatif mendingin akibat adanya potensi gencatan senjata antara Hamas dan Israel yang diberitakan media Timur Tengah baru-baru ini. Meski, salah satu pejabat Qatar menyatakan belum ada kesepakatan gencatan senjata, namun memang sudah ada proposal yang diajukan.

“Kabar gencatan senjata tersebut menjadi sinyal adanya penurunan tensi geopolitik di Timur Tengah. Tentunya hal ini menjadi sentimen negatif dalam jangka pendek untuk harga minyak,” kata Felix kepada Kontan.co.id, Jumat (2/2).

Baca Juga: Menakar Prospek Saham MEDC, AKRA, Hingga PGAS Kala Konflik Timur Tengah Memanas

Felix turut melihat apabila koalisi tersebut sepakat untuk gencatan senjata, maka sebenarnya dapat menjadi acuan bagi OPEC+ untuk mempertahankan pemotongan produksi 1,2 juta barel per hari di kuartal I-2024. Tidak menutup kemungkinan juga organisasi negara pengekspor minyak bumi tersebut memangkas produksi lebih dalam lagi.

Oleh karena itu, Felix memperkirakan, harga minyak global kemungkinan relatif berada di level US$80 – US$ 85 per barel di tahun 2024. Sementara harga gas alam diperkirakan berada di kisaran US$2,2 -US$2,5 per mmbtu karena tingginya level cadangan gas di Eropa yang di atas 70% saat musim dingin ini dibandingkan rata-rata selama 7 tahun terakhir sekitar 35%.

Vera menambahkan, meski harga minyak mentah terus memberikan pertanda reli, namun momentumnya berkurang karena melemahnya pertumbuhan ekonomi secara mendasar. Di mana, isu pengurangan produksi OPEC+ tetap bertahan untuk menjaga harga minyak tetap bergerak. Oleh karena itu, MNC Sekuritas menyematkan peringkat Netral untuk emiten sektor migas.

Baca Juga: Harga Minyak Dunia Tersengat Memanasnya Konflik di Laut Merah

Risiko yang perlu diperhatikan adalah terbatasnya kontrak penjualan, pertumbuhan ekonomi yang lesu, sehingga menghambat volume penjualan minyak bumi dan juga menyeret harga jual turun lebih dalam, serta meningkatnya gesekan geopolitik yang menyebabkan volatilitas pasar dan gangguan rantai pasokan.

Di sektor migas, Vera merekomendasikan Buy untuk saham PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) dan PT Medco Energi International Tbk (MEDC). Target harga kedua emiten tersebut dipatok sebesar Rp 1.700 per saham dan Rp 2.050 per saham.

 

MNC Sekuritas memproyeksi pendapatan AKRA akan bertumbuh yang didukung segmen penjualan lahan yang solid, dikala segmen minyak bumi masih stagnan karena proyeksi harga minyak mentah yang lesu pada tahun 2024. Sedangkan, MEDC dipandang menarik karena akuisisi 20% saham blok Migas di Oman yang dapat mengerek produksi dan juga berpotensi berdampak pada pemulihan laba bersih.

Baca Juga: Harga Minyak Melonjak Hampir 2% Tersulut Eskalasi Timur Tengah

Sementara itu, Felix menyukai emiten sektor migas yang berfokus untuk menjaga produktivitas minyak dan gas mereka. Dia menyarankan rekomendasi Buy untuk MEDC dengan target harga Rp 1.700 per saham.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek)

[X]
×