Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Prospek emiten sektor Minyak dan Gas (Migas) masih kelabu seiring harga minyak dunia yang begitu volatil. Pertumbuhan ekonomi yang diperkirakan melambat turut melemahkan potensi permintaan migas di tahun 2024.
Analis MNC Sekuritas, Vera dan Alif Ihsanario mengatakan, harga minyak dunia mengalami volatilitas yang tinggi akibat pengetatan kebijakan moneter dan pengurangan produksi dari Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak Dunia (OPEC).
Pengurangan produksi OPEC dan ketegangan geopolitik membantu menaikkan harga minyak mentah, namun peningkatan produksi dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara non-OPEC mengimbangi kenaikan tersebut.
Baca Juga: Harga Minyak Dunia Naik Dipicu Situasi Timur Tengah Selasa (30/1), WTI ke US$76,93
Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lambat atau bahkan mengalami resesi pada tahun 2024, sehingga ini dapat mengurangi prospek harga minyak mentah. Namun dalam jangka panjang, harga minyak kemungkinan akan meningkat seiring pulihnya perekonomian.
“Menurunnya harga minyak karena kebijakan moneter diimbangi oleh produksi OPEC dan ketegangan geopolitik,” ungkap Vera dalam riset 28 Desember 2023.
Vera memaparkan bahwa perang antara Israel dan Palestina menghadirkan dua kemungkinan terhadap harga minyak mentah. Skenario pertama, jika perang meluas ke Lebanon dan Suriah, maka harga minyak bisa naik hingga sekitar US$90 per barel.
Sementara skenario kedua adalah yang terburuk apabila terjadi perang langsung antara Israel dan Iran. Jika ini terjadi, harga minyak bisa naik di atas US$140 per barel dan menghambat pertumbuhan ekonomi.
Baca Juga: Konflik di Laut Merah, Distribusi Komoditas Impor Berpotensi Terdampak
Vera turut memandang bahwa adanya kontraksi ekonomi juga berkontribusi terhadap penurunan harga gas alam. Pada tahun 2023 lalu, harga gas bumi mengalami penurunan signifikan sekitar -19.4% year to date (ytd) hingga mencapai level US$3.1 per mmbtu.
Tren penurunan ini terutama didorong oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi global dan juga melemahnya ketergantungan Uni Eropa terhadap gas alam. Namun konflik antara Israel dan Palestina menimbulkan lonjakan harga gas alam sebesar 35% sejak Oktober 2023 seiring terganggunya pasokan akibat penutupan fasilitas produksi gas alam utama di Israel.
Oleh karena itu, MNC Sekuritas memproyeksi harga gas alam diperkirakan akan naik dalam jumlah terbatas sekitar 1,6%yoy di tahun 2024 dan 1,9%yoy di tahun 2025, terutama didorong oleh permintaan di Tiongkok yang meningkat sekitar 7% yoy setiap tahun. Di sisi penawaran, produksi global diperkirakan tumbuh sebesar 1,6% YoY.