Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Harga minyak semakin tenggelam di tengah kenaikan cadangan minyak Amerika Serikat (AS). Pernyataan Arab Saudi untuk menahan kenaikan output gagal memanaskan harga minyak.
Mengutip Bloomberg, Kamis (1/9) pukul 17.45 WIB, harga minyak WTI kontrak pengiriman Oktober 2016 di New York Mercantile Exchange tergerus 0,13% ke level US$ 44,64 per barel dibanding sehari sebelumnya. Dalam sepekan terakhir, harga minyak melemah 5,68%.
Analis PT Cerdas Indonesia Berjangka, Suluh Adil Wicaksono mengatakan, harga minyak sempat mengalami tekanan hingga ke US$ 44,52 per barel sebelum ditutup turun 3,6% di US$ 44,7 per barel pada Rabu (31/8).
Angka penurunan tersebut merupakan yang terbesar sejak 1 Agustus. "Tekanan harga minyak terjadi pasca rilis kenaikan cadangan minyak Amerika Serikat," paparnya.
Pada Rabu malam (31/8), Energy Information Administration (EIA) merilis data cadangan minyak AS pekan lalu dengan kenaikan sebesar 2,28 juta barel. Cadangan minyak AS naik dalam dua pekan beruntun menjadi 525,9 juta barel.
Produksi minyak turun di minggu kedua menjadi 8,49 juta barel per hari sementara cadangan bensin turun 691.000 barel menjadi 232 juta.
Usai tertekan, minyak sempat menguat lantaran tersulut oleh pernyataan Arab Saudi. Menteri minyak Saudi, Khalid Al Falih mengaku tidak akan meningkatkan output hingga kapasitas yang dapat membanjiri pasar sebelum pertemuan OPEC bulan ini.
Al Falih menyatakan, Saudi tidak memperhatikan permintaan global terlepas dari adanya penurunan harga dan perlambatan ekonomi. Negara tersebut mampu memompa hingga 12,5 juta barel minyak per hari.
Al Fatih menyampaikan pernyataan ini dalam kunjungan resmi ke pembeli Asia sebagai pasar terbesarnya, termasuk China.
Tetapi kenaikan tidak berlangsung lama. Hal tersebut memperlihatkan jika pelaku pasar masih belum yakin upaya pembatasan produksi akan membuahkan hasil.
"Ada asumsi OPEC tidak memiliki kemampuan untuk melakukan output freeze. Anggota OPEC bukan hanya Arab Saudi, anggota lain belum tentu setuju dengan pembatasan produksi," kata Suluh.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News