Reporter: Rilanda Virasma | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten penyedia dan distributor alat kesehatan (alkes) menorehkan kinerja apik di paruh pertama tahun 2025.
Misalnya PT Itama Ranoraya Tbk (IRRA) yang mencetak laba bersih senilai Rp 26,58 miliar di semester I 2025. Labanya meroket 201% secara tahunan (YoY) dibanding laba Rp 8,84 miliar di semester I 2024. Penjualan IRRA juga terbang 76,53% YoY dari Rp 334,40 miliar menjadi Rp 590,34 miliar.
Tak mau kalah, PT UBC Medical Indonesia Tbk (LABS) turut mencetak kenaikan laba yang signifikan mencapai Rp 7,05 miliar. Jumlah ini meroket 300% YoY dari laba Rp 1,76 miliar yang dicetak setahun sebelumnya. Pendapatan LABS pun ikut naik 34,34% YoY dari posisi Rp 64,53 miliar di semester I-2024, menjadi Rp 86,69 miliar di semester I-2025.
Pendapatan ini berasal dari segmen medis sekali pakai dan habis pakai sebesar Rp 86,93, naik dari posisi Rp 65,60 miliar di semester I 2024. Pendapatan dari segmen diagnostik dan peralatan juga ikut meningkat ke Rp 2,98 miliar dari semula Rp 768,34 juta.
Baca Juga: Begini Strategi Diastika Biotekindo (CHEK) Antisipasi Serbuan Produk Alkes AS
Untuk menjaga laju kinerja tahun ini, Sekretaris Perusahaan LABS, Ferina Tyas mengatakan, LABS telah menyiapkan sejumlah langkah strategis seperti menjalin hubungan baik dan jangka panjang dengan prinsipal dan pelanggan, memperluas jaringan distribusi, dan mengembangkan produk alat kesehatan sendiri dengan teknologi mutakhir yang berfokus pada kategori molekuler.
“Kami juga akan menguatkan ketahanan farmasi dan alat kesehatan serta mendorong produksi dalam negeri untuk vaksin, obat-obatan, dan alat kesehatan,” jelas Ferina.
Selanjutnya, ada PT Medela Potentia Tbk (MDLA) yang membukukan kenaikan laba sebesar 15,75% YoY mencapai Rp 200,33 miliar dari Rp 173,06 miliar. Penjualan MDLA juga tercatat meningkat 3,73% YoY yaitu dari Rp 7,15 triliun menjadi Rp 7,41 triliun.
PT Diastika Biotekindo Tbk (CHEK) bahkan berhasil membalik rugi sebesar Rp 1,46 miliar pada semester I 2024 menjadi laba senilai Rp 5,25 miliar di semester I 2025. Pendapatan emiten pendatang baru bursa ini juga meningkat 26,69% secara tahunan (YoY) sebesar Rp 78,31 miliar dari sebelumnya Rp 61,81 miliar.
Pendapatan paling tinggi disumbang oleh segmen diagnostik klinis yakni senilai Rp 76,92 dari Rp 59,76 miliar. Lalu, pendapatan dari segmen life science naik dari Rp 6,98 miliar ke Rp 9,93 miliar.
Direktur Utama CHEK FX Yoshua Raintjung mengatakan, pihaknya akan terus memperkuat diferensiasi produk melalui pengembangan alat kesehatan yang sesuai dengan kondisi lokal.
“Fokus kami adalah pada efisiensi, peningkatan kapasitas pasca-IPO, dan penguatan pasar agar dapat bersaing tidak hanya dari sisi mutu, tapi juga harga. Kami juga aktif membangun rantai pasok lokal dan mendukung inisiatif regulasi yang melindungi kepentingan industri nasional secara adil,” urai Yoshua.
Strategi ini juga dilakukan CHEK sekaligus untuk menghadapi ancaman serbuan produk alkes AS imbas kesepakatan tarif dengan Indonesia yang akan membebaskan pelabelan dan sertifikasi produk alkes AS ketika memasuki pasar Tanah Air.
Baca Juga: Alat Kesehatan AS Masuk Tanpa Hambatan, Saham Distributor Alkes Berpotensi Cuan?
Analis Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI), Muhammad Wafi melihat, kinerja emiten-emiten ini belum sepenuhnya pulih dibandingkan pra pandemi Covid-19.
“Kinerja mereka terpengaruhi oleh normalisasi permintaan pasca covid, ketergantungan pada proyek pemerintah, keterbatasan subsidi lokal, dan banyak inovasi dan diversifikasi produk,” jelas Wafi.
Ke depan, emiten ini kata Wafi masih akan dihadapi sejumlah tantangan, khususnya soal permintaan yang belum pulih.
Sentimen positifnya, kinerja emiten ini bisa terpacu oleh belanja pemerintah dan permintaan alat pemantau kesehatan pribadi dan homecare yang meningkat. Selain itu, kemitraan rumah sakit swasta dan ekspansi saluran distribusi juga bisa menggenjot kinerja mereka di paruh kedua tahun ini.
Baca Juga: Industri Alat Kesehatan Berjuang Pangkas Impor dan Pacu Pasar Domestik
Adapun negatifnya, laju bisnis mereka menurut Wafi bisa terhalang oleh potensi derasnya produk alkes AS. Ditambah, rupiah juga masih bergerak fluktuatif sehingga bisa menguras biaya impor bahan baku. Selain itu, beberapa emiten juga masih menghadapi suplai yang menumpuk (overhang inventory) sebagai residu era Covid-19 yang membebani neraca.
Atas berbagai sentimen itu, Wafi merekomendasikan investor untuk mencermati saham LABS karena adanya upaya ekspansi emiten ini ke layanan laboratorium dan business to customer (B2C) yang agresif.
“Valuasi IRRA juga menarik, namun sangat bergantung pada perbaikan volume distribusi dan potensi proyek pemerintah. MDLA dan CHEK masih wait and see,” tutupnya.
Selanjutnya: Klaim JKP Naik 114% Karena PHK Marak, Ini Cara Mencairkan Tunjangan PHK 60% Gaji
Menarik Dibaca: 25 Ucapan Hari Dharma Wanita Nasional 2025, Diperingati Setiap 5 Agustus
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News