kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.343.000 -0,81%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sektor telekomunikasi dihapus dari DNI, begini prospek bisnis menara


Selasa, 04 Mei 2021 / 20:44 WIB
Sektor telekomunikasi dihapus dari DNI, begini prospek bisnis menara
ILUSTRASI. Investor asing dapat melakukan penyertaan langsung ke perusahaan menara.


Reporter: Nur Qolbi | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keran investasi asing di sektor telekomunikasi kini terbuka lebar sejalan dengan dihapuskannya sektor ini dari Daftar Negatif Investasi (DNI). Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 10 Tahun 2021 tentang Bidang Usaha Penanaman Modal yang dikeluarkan pada 2 Februari 2021. Beleid ini merupakan instrumen pelaksanaan ketentuan Pasal 77 dan Pasal 185 huruf b Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Dengan dikeluarkannya sektor telekomunikasi dari DNI, maka para investor asing dapat melakukan penyertaan langsung alias foreign direct investor (FDI) ke sektor ini. Bahkan, dalam beleid terbaru ini banyak sektor usaha di bidang telekomunikasi yang tadinya ada pembatasan kepemilikan asing menjadi terbuka, salah satunya adalah sektor menara telekomunikasi.

Analis Jasa Utama Capital Sekuritas Chris Apriliony menilai, sektor menara telekomunikasi memang menarik untuk menjadi lahan investasi. Mengingat, layanan telekomunikasi telah menjadi kebutuhan masyarakat saat ini sehingga prospek bisnis ini ke depannya tergolong cerah.

Bertambahnya pengguna internet dan tingginya permintaan data di Indonesia serta adanya pengembangan jaringan ke 5G juga menjadikan bisnis ini semakin dibutuhkan. Menurut Chris, sektor menara tidak terlepas dari perkembangan teknologi ini.

Baca Juga: Sarana Menara Nusantara (TOWR) bukukan pendapatan Rp 7,45 triliun sepanjang 2020

Chris juga melihat, peluang investor asing untuk masuk ke bisnis ini, baik lewat pasar modal maupun penyertaan langsung sangat terbuka lebar. "Sinyal tersebut terlihat dari saham PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) yang beberapa bulan lalu masuk ke indeks MSCI dan pada rebalancing bulan Mei ini, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) juga diisukan akan masuk ke indeks yang biasanya menjadi acuan investor asing tersebut," kata Chris saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (4/5).

Analis Reliance Sekuritas Anissa Septiwijaya juga menilai, prospek bisnis menara telekomunikasi ke depannya masih positif. Pasalnya, dia melihat adanya kebutuhan infrastruktur yang kuat seiring dengan besarnya permintaan layanan data dan persiapan operator seluler untuk mengembangkan jaringan 5G.

Baca Juga: Pendapatan tahun lalu tumbuh mini, ini rencana bisnis Telkom (TLKM) ke depan

Investor asing juga berpeluang menanamkan modalnya ke sektor ini saat perusahaan menara telekomunikasi membutuhkan pendanaan. Sebagaimana diketahui, modal yang dibutuhkan untuk membangun menara telekomunikasi memang cukup besar. 

Meskipun begitu, Anissa juga melihat ada efek negatif yang dapat ditimbulkan dari kebijakan ini bagi perusahaan menara dalam negeri. Menurut dia, diperbolehkannya investor asing untuk melakukan penanaman modal secara langsung pada sektor ini akan membuat persaingan di sektor menara semakin kompetitif.

"Terutama terkait jual beli menara telekomunikasi. Sebagai contoh, baru-baru ini, PT Indosat Tbk melakukan perjanjian jual dan sewa kembali menara ke PT EPID Menara AssetCo yang merupakan salah satu anak perusahaan dari Edge Point Singapura," ucap Anissa.

Akan tetapi, untuk saat ini, Anissa menilai, saham-saham menara telekomunikasi yang berada dalam pantauannya, yakni TOWR dan TBIG masih memiliki prospek yang menarik. Terlebih lagi, kedua emiten tersebut sama-sama membukukan kenaikan pendapatan belasan persen dan laba bersih lebih dari 20% sepanjang tahun 2020.

Baca Juga: Lewat dua aksi korporasi, Solusi Tunas Pratama (SUPR) mengincar dana jumbo

Anissa merekomendasikan investor untuk buy TOWR dengan target harga Rp 1.300 per saham dan hold TBIG dengan target harga Rp 2.830 per saham. Sementara Chris merekomendasikan buy TOWR dan TBIG dengan target harga masing-masing Rp 1.400 per saham dan Rp 3.200 per saham. 

Pada perdagangan Selasa (4/5), harga TOWR turun 0,45% menjadi Rp 1.115 per saham. Sementara TBIG anjlok 4,81% ke level Rp 2.570 per saham. 

Baca Juga: Rasio kolokasi meningkat, pendapatan Tower Bersama (TBIG) naik 13,39% pada 2020

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×