kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45923,49   -7,86   -0.84%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sejumlah Perusahaan Batubara Gencar Lakukan Hilirisasi, Ini Alasannya


Rabu, 26 Januari 2022 / 08:15 WIB
Sejumlah Perusahaan Batubara Gencar Lakukan Hilirisasi, Ini Alasannya


Reporter: Filemon Agung | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan batubara kini mulai melaksanakan hilirisasi batubara guna melengkapi bisnis yang sudah dijalankan sebelumnya.

Head of Corporate Communication Adaro Energy (ADRO) Febriati Nadira mengungkapkan, Adaro saat ini tengah mengkaji sejumlah proyek hilirisasi.

"Adaro sedang mempelajari dan mempertimbangkan berbagai proyek peningkatan nilai dan green business sesuai rencana pemerintah," ungkap Febriati kepada Kontan.co.id, Selasa (25/1).

Kendati demikian, Febriati tak merinci lebih jauh proyek-proyek apa saja yang masuk dalam kajian perusahaan.

Kontan.co.id mencatat, Adaro sempat melakukan penjajakan untuk proyek gasifikasi batubara untuk memproduksi methanol.

Baca Juga: Tekan Impor LPG, Bukit Asam Komitmen Laksanakan Hilirisasi Batu Bara Menjadi DME

Sementara itu, Direktur dan Sekretaris Perusahaan PT Bumi Resources Tbk (BUMI) Dileep Srivastava mengungkapkan, saat ini pelaksanaan proyek hilirisasi batubara oleh dua anak usaha yakni PT Kaltim Prima Coal (KPC) dan PT Arutmin Indonesia masih berlanjut.

Dileep pun menegaskan komitmen BUMI untuk kedua proyek ini khususnya tahapan yang bakal dilakukan pada tahun ini.

"Proyek Bengalon (oleh KPC) akan dieksekusi, untuk Arutmin akan (merampungkan) keputusan final diikuti feasibility untuk dieksekusi," ungkap Dileep kepada Kontan.co.id, Selasa (25/1).

Asal tahu saja, PT Kaltim Prima Coal merencanakan proyek gasifikasi akan commissioning pada 2024 dan Proyek Arutmin ditargetkan commisioning pada 2025.

Baca Juga: Sudah Boleh Ekspor Batubara, Begini Strategi Bumi Resources (BUMI) Tahun Ini

PT Kaltim Prima Coal (KPC) menggarap pembangunan fasilitas pengolahan batubara menjadi metanol di Bengalon, Kalimantan Timur. Di proyek tersebut, BUMI selaku bagian dari Grup Bakrie berkolaborasi dengan Ithaca Group dan Air Product.

KPC akan berperan sebagai pemasok batubara untuk fasilitas gasifikasi tersebut. Kebutuhan batubara yang mesti disediakan oleh KPC untuk proyek gasifikasi di Bengalon sekitar 5 juta ton-6,5 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 4.200 kcal per kg. Ketika beroperasi, pabrik tersebut dapat menghasilkan 1,8 juta ton per tahun metanol.

Selain itu, BUMI juga memiliki proyek gasifikasi batubara menjadi metanol yang dilaksanakan oleh anak usaha lainnya, PT Arutmin Indonesia. Pabrik metanol tersebut berlokasi di IBT Terminal, Pulau Laut, Kalimantan Selatan.   

Asal tahu saja, batubara yang dibutuhkan untuk memproduksi metanol di sana mencapai 6 juta ton per tahun dengan kualitas GAR 3.700 kcal per kg. Pabrik metanol ini nantinya dapat menghasilkan metanol sebanyak 2,8 juta ton per tahun.

Sementara itu, Head of Corporate Communications PT Indika Energy Tbk (INDY) Ricky Fernando mengungkapkan, INDY bersama PT Pertamina kini masih melakukan studi kelayakan terkait hilirisasi batubara.

"Kami mendukung pengembangan dimethyl ether (DME) yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN) dan telah diproyeksikan menjadi salah satu energi alternatif pengganti LPG sebagai energi rumah tangga," ungkap Ricky kepada Kontan, Selasa (25/1).

Kendati demikian, Ricky memastikan pelaksanaan hilirisasi batubara tetap perlu memperhatikan aspek keekonomian proyek. Untuk itu, menurutnya diperlukan dukungan insentif dari pemerintah untuk mendorong keekonomian proyek.

Sementara itu, Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Mada Fahmy Radhi mengungkapkan, harga pokok produksi dari produk DME ditahap awal masih memerlukan subsidi agar harganya sama dengan harga LPG.

Baca Juga: Simak Rekomendasi Saham Indika Energy (INDY) Usai Gaet IBC, Foxconn dan Gogoro

"Kalau harga DME lebih mahal (maka) menyulitkan dalam substitusi," kata Fahmy kepada Kontan.co.id, Selasa (25/1).

Fahmy menilai, dengan kapasitas terpasang sekalipun, produk DME belum bisa 100% menggantikan LPG. Hal ini dikarenakan masih diperlukannya pengembangan bauran DME, kompor listrik dan jargas.

Untuk itu, Fahmy menilai kehadiran insentif serta kemudahan berusaha akan sangat efektif dalam mendorong investasi pada proyek DME.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×