Reporter: Rashif Usman | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks kesehatan atau IDX Healthcare terus melemah, tercatat turun 5,69% secara year to date (YTD) ke level 1.373,66 pada akhir perdagangan Kamis (20/2).
Research Analyst BNI Sekuritas Laksmita Febriyanti menilai bahwa penurunan indeks ini disebabkan oleh kekhawatiran terkait pembatasan klaim tanpa uang tunai atau cashless claim, yang berdampak pada penurunan volume pasien rawat inap pada kuartal III-2024.
"Meskipun permasalahan tersebut sudah diselesaikan pada kuartal IV-2024, kami melihat bahwa kepercayaan investor belum kembali seperti semula," kata Laksmita kepada Kontan, Kamis (20/2).
Ia menambahkan, program cek kesehatan gratis dari pemerintah juga belum tentu menjadi katalis utama dalam mendorong kinerja indeks kesehatan.
Baca Juga: IHSG Melemah 0,10% ke 6.788 pada Kamis (20/2), ANTM, MDKA, ISAT Top Gainers LQ45
Faktor yang lebih berpengaruh ialah pemulihan volume pasien dan peningkatan pendapatan melalui pengembangan center of excellence.
Saat ini, program cek kesehatan gratis masih berfokus pada layanan puskesmas. BNI Sekuritas menilai bahwa kebijakan ini berpotensi memberi dampak negatif bagi PT Prodia Widyahusada Tbk (PRDA), yang bergerak di bidang medical check-up.
Namun, dampaknya terhadap rumah sakit seperti PT Siloam International Hospitals Tbk (SILO), PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk (MIKA) dan PT Medikaloka Hermina Tbk (HEAL) diperkirakan minimal, mengingat kontribusi medical check-up terhadap total pendapatan emiten relatif kecil.
Meski masih menghadapi tekanan, sektor kesehatan tetap memiliki prospek positif, didukung oleh rencana implementasi Kelas Rawat Inap Standar (KRIS) pada Juni 2025.
Program ini akan menetapkan standar minimum layanan rawat inap bagi peserta BPJS Kesehatan, yang berpotensi mendorong pasien BPJS kelas I dan II untuk meningkatkan fasilitas ke tingkat yang lebih tinggi, seperti Very Important Person (VIP).
Analyst BRI Danareksa Sekuritas Ismail Fakhri Suweleh menambahkan, berdasarkan pertemuan terbaru antara Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) dan DPR RI, terungkap dari 3.113 rumah sakit di Indonesia, hanya 19% yang sepenuhnya siap menerapkan standar ruang rawat inap (KRIS).
Kendala utama yang dihadapi meliputi aksesibilitas kamar mandi bagi pengguna kursi roda serta kelengkapan peralatan di dalam kamar. Meskipun demikian, Kemenkes tetap menargetkan implementasi KRIS sesuai jadwal pada Juni 2025.
Kemenkes menyadari adanya kenaikan inflasi biaya medis akibat asimetri informasi harga, di mana biaya perawatan serupa dapat bervariasi antar penyedia layanan dan sebagian besar dikendalikan oleh rumah sakit sebagai pemasok layanan kesehatan.
Baca Juga: IHSG Minus 1,14 Persen, Sembilan dari 11 Indeks Sektoral Rontok (19 Februari 2025)
Untuk mengatasi hal ini, pemerintah berupaya meningkatkan kontribusi JKN dan asuransi swasta dalam skema pembayaran, sehingga mengurangi pengeluaran langsung pasien (out-of-pocket) serta mengendalikan inflasi biaya medis.
Terkait JKN, Kemenkes berencana mengganti sistem pembayaran berbasis INA-CBG, yang diadopsi dari sistem kesehatan Malaysia, dengan Indonesian Diagnosis Related Group (iDRG) pada Maret 2025. Sistem baru ini diharapkan dapat memberikan paket layanan yang lebih terperinci dan sesuai dengan kondisi pasien serta biaya kesehatan di Indonesia.
Sementara itu, DJSN tengah menyelesaikan perhitungan tarif premi baru JKN untuk menanggulangi defisit program, yang dijadwalkan diumumkan pada Februari 2025. Namun, Kemenkes mengungkapkan bahwa implementasi tarif baru ini masih dalam pembahasan dengan Kementerian Keuangan dan diperkirakan berlaku penuh pada tahun fiskal 2026.
Meskipun struktur tarif baru JKN masih belum jelas, simulasi yang dilakukan BRI Danareksa Sekuritas menunjukkan, apabila pemerintah menerapkan tarif tunggal setara dengan tarif Kelas II, output rumah sakit JKN dapat meningkat sekitar 8%.
Namun, pemerintah kemungkinan perlu menambah anggaran subsidi hingga Rp 67 triliun per tahun untuk membiayai peserta JKN yang menerima bantuan iuran. Jika tarif baru dibuat dalam rentang antara tarif Kelas II dan Kelas III, margin rumah sakit swasta nasional diperkirakan tetap terjaga.
Selain itu, konversi peserta JKN Kelas I ke skema Coordination of Benefits (CoB) dapat meningkatkan pendapatan per pasien sekitar 8-15%. Namun, terbatasnya variasi produk CoB bisa menjadi kendala bagi optimalisasi potensi ini.
Rekomendasi Saham
BNI Sekuritas melihat HEAL sebagai emiten yang paling diuntungkan dari kebijakan KRIS, mengingat sekitar 57% pasiennya berasal dari BPJS. Laksmita pun merekomendasikan buy saham HEAL dengan target harga Rp 1.650.
Selain itu, Laksmita juga menyarankan buy saham SILO dan MIKA di target harga masing-masing Rp 3.500 dan Rp 3.200 per saham. Rekomendasi ini diberikan seiring dengan prospek pertumbuhan industri kesehatan pada 2025.
Baca Juga: IHSG Berada di 6.794, Saham-Saham Ini Paling Ramai Ditransaksikan
Sementara itu, BRI Danareksa Sekuritas mempertahankan rekomendasi overweight untuk sektor kesehatan, mengingat profitabilitas rumah sakit di Indonesia terus meningkat di tengah tingginya permintaan layanan medis.
Ismail menerangkan di tengah ketidakpastian implementasi KRIS dan JKN, MIKA muncul sebagai saham unggulan di sektor kesehatan. Ia melihat bahwa dampak dari kebijakan ini terhadap MIKA lebih terbatas dibandingkan dengan emiten rumah sakit lainnya, seperti HEAL dan SILO.
Ismail menyarankan buy saham MIKA, SILO dan HEAL dengan target harga masing-masing Rp 3.400, Rp 3.300 dan Rp 2.000 per saham.
Selanjutnya: Belum Terimbas Program Cek Kesehatan Gratis, Begini Rekomendasi Emiten Kesehatan
Menarik Dibaca: Promo Guardian 20 Februari-5 Maret 2025, Cairan Softlens Tambah Rp 1.000 Dapat 2
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News