Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham perbankan dengan kapitalisasi pasar terbesar (big caps) mulai menunjukkan tajinya. Meski hari ini saham-saham bigcaps perbankan mayoritas melemah, namun dalam periode perdagangan sepekan dan sebulan, saham-saham ini masih memberi cuan.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) misalnya. Saham dengan kapitalisasi pasar terbesar di bursa saham ini ditutup melemah 1,83% pada perdagangan hari ini (12/11). Namun, dalam sepekan perdagangan BBCA telah menguat 4,39% dan dalam sebulan menguat 9,65%.
Pun dengan saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) yang hari ini melemah 4,13%. Namun dalam sepekan, saham dengan kapitalisasi pasar Rp 487,22 triliun ini masih untung 13,18% dan bahkan dalam sebulan memberi cuan hingga 23,82%.
Lantas, apakah kenaikan saham-saham perbankan ini masih dalam tahap wajar?
Baca Juga: Saham perbankan big cap tertekan pasca laporan keuangan, simak rekomendasi analis
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, kenaikan yang terjadi pada saham bank big caps seiring dengan adanya ekspektasi dari pemulihan ekonomi pada kuartal IV-2020.
Meskipun pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi diproyeksikan masih melambat, namun beberapa indikator makro memberi sinyal harapan untuk pulih.
“Sehingga, investor baik asing maupun domestik cukup percaya diri untuk masuk ke saham-saham yang dinilai memiliki prospek apabila perbaikan ekonomi terjadi,” ujar Okie saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (12/11).
Baca Juga: Simak rekomendasi analis untuk 10 saham dengan net sell asing terbesar
Namun, dari segi valuasi yakni price to book value (PBV), saat ini Okie menilai saham PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) masih lebih rendah dari saham BBRI, dan BBCA, dan saham PT Bank Mandiri Tbk (BMRI). Saat ini BBNI diperdagangkan di bawah nilai bukunya. Dus, jika dibandingkan dengan emiten sejenis, tentu lebih menarik.
Okie menilai, sejauh ini kenaikan dari saham bank big caps masih dalam tahap wajar. Ambil contoh, saham BBCA yang secara historis memang selalu diperdagangkan dengan premium. Begitu juga dengan saham BBRI dan BMRI.
“Jadi, cukup jarang emiten tersebut diperdagangkan di bawah nilai bukunya,” sambung Okie. Untuk saham perbankan, Pilarmas Investindo Sekuritas masih menyematkan rekomendasi overweight.
Senada, Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas menilai, kenaikan yang terjadi secara signifikan di saham-saham perbankan ini membuat harganya menjadi overvalued. Ambil contoh, saham BBRI yang hari ini ditutup di level Rp 3.950 memiliki nilai wajar (fair value) di level Rp 3.914.
Baca Juga: Asing lego saham-saham ini saat IHSG menguat, Rabu (14/10)
Sukarno menilai, kenaikan saham-saham ini karena ada arus dana asing (foreign inflow) yang masuk ke saham-saham tersebut sehingga membuat harganya meningkat signifikan. “Dengan kata lain, market maker-nya adalah investor asing itu sendiri,” ujar Sukarno, Kamis (12/11).
Mengutip RTI, saham-saham perbankan dengan kapitalisasi pasar besar memang menjadi buruan asing. Saham BBCA misalnya, dalam sepekan jumlah dana asing yang masuk mencapai Rp 1,45 triliun.
Saham BBRI lebih jumbo lagi, yakni mencapai Rp 2,60 triliun. Sementara net buy di saham BMRI dan BBNI mencapai masing-masing Rp 264,04 miliar dan Rp 277,87 miliar.
Alhasil, untuk masuk ke saham-saham jawara ini, pelaku pasar harus menunggu momentum koreksi. “Koreksi di bulan November menjadi kesempatan beli karena Desember mayoritas bluechips akan naik,” pungkas dia.
Senada, Okie menilai kenaikan harga yang signifikan dalam beberapa hari terakhir memang memberikan tekanan pada kinerja dalam jangka pendek.
Namun, pelaku pasar perlu mempertimbangkan potensi dari membaiknya ekonomi yang diharapkan dapat memberikan dampak pada kinerja emiten tahun depan.
Selanjutnya: Saham operator kompak turun setelah naik tinggi, simak prospeknya
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News