Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah mengawali pekan ini dengan tren pelemahan. Kekhawatiran efek tarif Trump dan antisipasi arah suku bunga melatarbelakangi koreksi nilai tukar.
Berdasarkan data Bloomberg, Senin (17/3), rupiah spot ditutup di level Rp 16.406 per dolar AS, melemah 0,34% dari posisi akhir pekan lalu Rp 16.350 per dolar AS.
Sedangkan, Rupiah Jisdor Bank Indonesia (BI) menunjukkan tren berbeda dengan penguatan tipis 0,07% secara harian yang ditutup ke level Rp 16.379 per dolar AS.
Research & Education Coordinator Valbury Asia Futures Nanang Wahyudin memandang, rupiah masih mencatat pelemahan karena ketidakpastian pasar akibat efek tarif Presiden AS, Donald Trump.
Baca Juga: Rupiah Ditutup Melemah ke Rp 16.406 Per Dolar AS Hari Ini, Paling Lemah di Asia
Perluasan cakupan tarif impor Amerika kini sudah ke Eropa, dimana tarif 200% untuk produk impor minuman beralkohol menjadi ancaman untuk benua biru.
Eropa pun langsung melakukan rencana aksi balasan dengan mengenakan tarif impor terhadap produk wisky Amerika dan produk lainnya bulan depan. Ini dianggap sebagai respon balik terhadap tarif 25% Trump pada impor baja dan aluminium.
"Tarif Trump memberi kecemasan makin tinggi bagi pelaku pasar karena dampak nantinya akan terjadi pada ancaman risiko perlambatan ekonomi global dan resesi pun tidak bisa dielakkan," ujar Nanang saat dihubungi Kontan.co.id, Senin (17/3).
Lebih lanjut, Nanang melihat, pelemahan rupiah akibat konflik geopolitik belum sepenuhnya tenang. Draft perdamaian Rusia - Ukraina perlu revisi di beberapa rancangan, dan ini perlu adanya waktu. Selain itu, gencatan senjata di jalur Gaza malah kembali bergejolak.
"Dari adanya perang tarif, kondisi ekonomi yang bergerak melambat, serta geopolitik membuat pasar memburu aset safe haven dan juga reposisi investasi mereka, sehingga banyak arus asing yang keluar dari Indonesia," imbuh dia.
Nanang menambahkan, rupiah turut dipengaruhi perhatian pasar yang mengantisipasi serangkaian rapat bank sentral utama salah satunya the Fed. Bank sentral AS itu hampir dipastikan tidak akan mengubah suku bunga pada level 4.50%.
Gubernur the Fed Jerome Powell diperkirakan akan mempertimbangkan data-data terbaru baik tenaga kerja, inflasi, manufaktur dan pertumbuhan ekonomi. Bila data makro yang belakangan ini mulai melambat, bisa saja ruang pemangkasan suku bunga akan terbuka dan persentase nya pun akan besar.
Baca Juga: Rupiah Berbalik Melemah ke Rp 16.383 Per Dolar AS Pada Tengah Hari Ini (17/3)
Dari dalam negeri, Nanang menuturkan bahwa data cukup positif dari neraca perdagangan periode Februari 2025 yang menunjukkan hasil di atas perkiraan. Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, neraca perdagangan Indonesia mengalami surplus mencapai US$ 3,12 miliar, dipicu oleh nilai ekspor sebesar US$ 21,98 miliar, sementara impor mencapai US$ 18,86 miliar.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mencermati, rupiah terdepresiasi hari ini di tengah pengumuman stimulus ekonomi dari China. Hal itu terlihat dari penjualan ritel China naik sebesar 4% pada periode Januari-Februari dari periode yang sama tahun lalu, dibandingkan pertumbuhan tahunan 3,7% pada Desember.
Selain itu, pelemahan rupiah di awal pekan ini sejalan dengan antisipasi arah suku bunga dari Bank Indonesia (BI) maupun The Fed. BI dijadwalkan bertemu pada 18-19 Maret, sedangkan Fed akan bertemu pada 20 Maret 2025.
Menurut Josua, rupiah kemungkinan akan bergerak datar (sideways) di perdagangan Selasa (18/3). Investor diperkirakan sedang mengantisipasi arah pergerakan suku bunga, baik the Fed maupun BI di minggu ini.
"Rupiah berpotensi bergerak sideways, sejalan dengan investor yang diperkirakan masih akan cenderung berhati-hati jelang pengumuman suku bunga," kata Josua kepada Kontan.co.id, Senin (17/3).
Nanang menilai, Bank Indonesia kemungkinan tetap mempertahankan suku bunga di 5,75% pada bulan ini. Namun, pelaku pasar akan mencermati lebih jauh bagaimana pandangan BI terhadap kondisi ekonomi terkini dan intervensi-nya terhadap stabilisasi nilai tukar rupiah.
Malam ini juga bakal diliris data penjualan ritel AS. Jika penjualan ritel AS mengalami kenaikan, maka bisa memberi keuntungan bagi dolar AS. Namun sebaliknya, turunnya penjualan ritel makin memperdalam data ekonomi Amerika yang berefek pada pelemahan dolar AS.
"Rupiah diperkirakan masih akan tertekan pada Selasa (18/3), meski terbatas karena perhatian pasar lebih wait and see, soal BI rate dan FOMC meeting," sebut Nanang.
Nanang memproyeksi, rupiah kemungkinan di perdagangan pada rentang Rp 16.330 – Rp 16.460 per dolar AS di Selasa (18/3).
Sedangkan, Josua memperkirakan, rupiah akan diperdagangkan di rentang Rp 16.350 – Rp 16.450 per dolar AS.
Selanjutnya: Hujan Turun di Mana Saja? Ini Ramalan Cuaca Besok (18/3) di Jawa Timur
Menarik Dibaca: Hujan Turun di Mana Saja? Ini Ramalan Cuaca Besok (18/3) di Jawa Timur
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News