Reporter: Lydia Tesaloni | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketidakpastian di perdagangan global turut menghantam pasar mata uang. Rupiah pun tak luput dari tekanan. Intervensi Bank Indonesia (BI) untuk menopang rupiah di situasi saat ini dikhawatirkan hanya berdampak minim.
Rupiah bergerak volatile sejak libur panjang pada 28 Maret–6 April 2025. Pada masa itu, rupiah di pasar spot global mencapai level terendah sepanjang masa di Rp 16.941 pada Senin (7/4) lalu.
Pun, rupiah di pasar Non Deliverable Forward (NDF) tak ketinggalan mencapai rekor terendah sepanjang masa di level Rp 17.103 pada hari yang sama.
Baca Juga: Rupiah Terus Melemah ke Rp 16.849 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini (8/4)
Mencegah kemerosotan semakin dalam, BI melancarkan aksi triple intervention di pasar NDF. Intervensi dilakukan secara berkesinambungan di pasar Asia, Eropa, dan New York.
Aksi ini berbuah baik, pelemahan rupiah spot mengendur meski masih melemah 1% ke level Rp 16.822 pada akhir perdagangan Senin (7/4).
Namun, pada pembukaan hari Selasa (8/4), rupiah di pasar spot justru kembali melemah ke level Rp 16.846. Per pukul 14.47 WIB, rupiah sudah berada di level Rp 16.899 per dolar AS melemah 0,46% dari sehari sebelumnya.
BI memastikan masih akan melancarkan intervensi di pasar valuta asing (valas) dan pembelian surat berharga negara (SBN) di pasar domestik, guna menahan pelemahan rupiah.
Menurut Research & Development PT Trijaya Pratama Futures Alwy Assegaf, secara fundamental pergerakan rupiah yang cenderung melemah saat ini dipengaruhi oleh kebijakan tarif Amerika Serikat (AS).
Tarif timbal balik impor AS yang dikenakan untuk barang Indonesia yang ditetapkan sebesar 32% berpotensi melemahkan fundamental ekonomi Indonesia dan membuat rupiah semakin tak berharga.
“Industri domestik yang bergantung pada ekspor AS bisa berdampak ke pengurangan produksi, kemudian pemutusan hubungan kerja sama. Bahkan investasi di sektor-sektor kemungkinan akan turun,” jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (8/4).
Dengan situasi ini, intervensi BI terhadap rupiah dikhawatirkan tak menyelesaikan inti permasalahan.
Baca Juga: Rupiah Masih Lesu, Bagaimana Proyeksi Pergerakannya Hari Ini?
“Kalaupun BI terus intervensi di tengah kepanikan pasar, takutnya malah seperti menggarami lautan. Artinya, kebijakan Trump ini memang tidak bisa dibendung,” sebutnya.
Tekanan dari eksternal, menurut Alwy, kini perlu menjadi fokus pemerintah. Pasalnya, efek dominonya akan turut menekan ekonomi dalam negeri.
Untuk investor, Alwy menyarankan agar meninjau kejadian historis sebelumnya. Kemerosotan rupiah di krisis keuangan tahun 2008 dan pandemi Covid-19 menunjukkan rupiah masih memiliki potensi rebound. Kepanikan pasar justru berpotensi memperburuk posisi rupiah, sehingga investor disarankan untuk jangan terburu-buru mengambil langkah.
“Tetap tenang, bahkan jadikan momentum untuk pembelian,” katanya.
Untuk jangka menengah, Alwy memproyeksi level support rupiah di Rp 16.400 dan resistance di Rp 17.000 per dolar AS.
Saat ini, dolar AS sendiri mulai menunjukkan pelemahan tipis terhadap sejumlah mata uang emerging. Alwy optimistis rupiah dapat perlahan rebound di tengah pelemahan dolar AS.
Selanjutnya: Libur Lebaran Usai, Polisi Akan Terima Gaji ke-13 Juni 2025, 100% Gaji & Tunjangan
Menarik Dibaca: Promo Alfamart Paling Murah Sejagat 8-15 April 2025, Nutella Diskon Rp 13.400
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News