Reporter: Yudho Winarto | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan nilai tukar rupiah beragam pada perdagangan Selasa (6/5). Di satu sisi, rupiah menguat tipis di pasar spot, namun di sisi lain justru melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berdasarkan referensi kurs tengah Bank Indonesia.
Mengutip Bloomberg, rupiah di pasar spot ditutup pada level Rp 16.449 per dolar AS, menguat tipis 0,04% dari posisi penutupan Senin (5/5) di Rp 16.455 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Menguat Tipis ke Rp 16.449 Selasa (6/5), Dolar AS Tersandung Mata Uang Asia
Namun, berdasarkan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor), rupiah justru melemah ke Rp 16.472 per dolar AS, turun 0,31% dari posisi sebelumnya Rp 16.421. Ini sekaligus menghentikan tren penguatan rupiah dalam empat hari beruntun.
Penguatan tipis rupiah di pasar spot terjadi di tengah pelemahan dolar AS secara global. Greenback tertekan setelah mata uang Taiwan mencatat lonjakan tajam selama dua hari terakhir, yang kemudian menular ke mata uang kawasan lainnya.
Hal ini menyoroti kerentanan dolar AS, terutama di tengah ketegangan geopolitik dan dinamika baru hubungan dagang global.
Dolar Taiwan sempat menyentuh level tertinggi tiga tahun di posisi 29,59 per dolar AS pada Senin (5/5), setelah melonjak sekitar 8% hanya dalam dua hari. Penguatan ini bertepatan dengan berakhirnya perundingan dagang AS–Taiwan di Washington.
Baca Juga: Rupiah Berbalik Menguat ke Rp 16.443 Per Dolar AS di Tengah Hari Ini (6/5)
Meski pada Selasa nilainya sedikit terkoreksi ke 30,185, penguatan sebelumnya tetap menjadi sorotan pasar.
Sejumlah analis menilai penguatan tajam tersebut bisa mencerminkan restu diam-diam dari otoritas moneter Taiwan.
Negara-negara dengan mata uang yang selama ini dikelola ketat dinilai mulai membuka ruang apresiasi, diduga sebagai bentuk goodwill dalam negosiasi dagang dengan pemerintahan Presiden Donald Trump.
Hong Kong juga mengalami tekanan serupa. Dolar Hong Kong menguat hingga mendekati batas atas kisaran perdagangannya di 7,75–7,85 per dolar AS.
Otoritas Moneter Hong Kong pun melakukan intervensi senilai US$ 7,8 miliar untuk mempertahankan patokan mata uangnya.
Sementara itu, yuan Tiongkok turut menguat. Yuan onshore naik 0,7% ke posisi 7,2212 per dolar AS setelah kembali diperdagangkan pasca libur panjang, sedangkan yuan offshore mendekati level tertinggi enam bulan di 7,2135.
Michael Wan, analis valas senior MUFG, menyebut penguatan mata uang Asia mencerminkan rebalancing fundamental.
Baca Juga: Rupiah Dibuka Melemah ke Rp 16.478 Per Dolar AS Hari Ini (6/5), Seluruh Asia Tertekan
"Dengan kenaikan suku bunga AS dan biaya hedging yang tinggi, wajar jika ada alokasi dana dari dolar AS ke aset global lainnya," ujarnya.
Selain Asia, mata uang lain pun turut menguat terhadap dolar AS. Dolar Australia bertahan di dekat posisi tertinggi lima bulan di US$ 0,6467. Yen Jepang juga stabil di 143,69 per dolar AS, setelah menguat 0,9% pada hari sebelumnya.
Menurut Carol Kong, analis valas di Commonwealth Bank of Australia, pelemahan dolar AS menandakan keraguan pasar atas statusnya sebagai aset aman (safe haven).
"Imbal hasil obligasi AS memang kembali ke posisi sebelum ‘Liberation Day’, tapi dolar tetap melemah. Pasar belum sepenuhnya yakin dengan dolar," paparnya.
Indeks dolar AS terhadap enam mata uang utama turun 0,1% ke level 99,73. Pada April 2025 lalu, indeks ini anjlok 4,3%, penurunan bulanan terdalam dalam lebih dari dua tahun terakhir.
Pasar kini menantikan hasil rapat kebijakan moneter The Federal Reserve pada Rabu (8/5) waktu setempat.
The Fed diperkirakan akan mempertahankan suku bunga, namun ini bisa menjadi pertemuan terakhir dengan keputusan yang “mudah ditebak” sebelum arah kebijakan berubah.
Di sisi lain, euro naik tipis 0,09% ke US$ 1,1324, pound sterling menguat 0,05% ke US$ 1,3303, dan dolar Selandia Baru bertambah 0,26% ke US$ 0,5982.
Selanjutnya: Penyebab Kolesterol Tinggi Apa? Salah Satunya Berat Badan Berlebih
Menarik Dibaca: Penyebab Kolesterol Tinggi Apa? Salah Satunya Berat Badan Berlebih
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News