Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Noverius Laoli
Audi memprediksi, saham di sektor keuangan terutama big bank bakal menanjak pada akhir tahun ini. Bersamaan dengan sektor energi. Katalis pendorongnya adalah potensi terjadinya window dressing, pembagian dividen interim, hingga peluang pemangkasan suku bunga acuan.
"Sedangkan untuk emiten yang berpotensi menjadi pemberat berasal dari barang baku, consumer dan rokok, seiring dengan kinerja yang melambat," kata Audi kepada Kontan.co.id, Selasa (3/12).
Sementara itu, Equity Analyst Indo Premier Sekuritas Dimas Krisna Ramadhani menyoroti sejumlah saham blue chip seperti BBCA, TLKM dan PT United Tractors Tbk (UNTR) yang berpotensi menjadi leaders di sisa tahun ini. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan tren jangka pendek dan foreign flow.
Baca Juga: Cek Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham Untuk Hari Ini, Kamis (28/11)
Dimas melihat sudah terjadi akumulasi dalam sebulan terakhir pada saham UNTR dan TLKM. Sedangkan BBCA menjadi satu-satunya big bank yang secara teknikal masih bertahan di atas MA100 weekly.
Di sisi lain, saham yang berpotensi berubah menjadi laggard atau tetap laggard adalah yang pergerakan tren-nya sideways dan kepemilikannya tidak terlalu banyak dipegang oleh fund manager. "Karena fund manager memiliki goals untuk memperbaiki kinerjanya di periode window dressing," jelas Dimas.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melirik saham big bank seperti BBCA, BBRI dan BMRI yang berpeluang menjadi leaders. Apalagi, ketiganya punya fundamental kuat, dan sudah teruji menghadapi kondisi ekonomi yang menantang.
Selain big bank, Hendra menjagokan sektor infrastruktur, energi dan teknologi yang akan menjadi penggerak IHSG. Sebaliknya, saham yang berpeluang menjadi laggard di akhir tahun ini adalah emiten yang lebih bergantung pada konsumsi domestik, serta yang sensitif terhadap perubahan daya beli masyarakat.
Baca Juga: IHSG Rawan Koreksi, Berikut Proyeksinya dan Rekomendasi Saham untuk Jumat (29/11)
Hendra memberikan catatan terhadap saham emiten ritel, otomotif dan barang konsumsi. Menurut Hendra, perlu waspada terhadap sentimen dari rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau kenaikan iuran lainnya yang dapat memberikan tekanan terhadap daya beli masyarakat.