Reporter: Narita Indrastiti | Editor: Narita Indrastiti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Spread obligasi korporasi Indonesia dalam denominasi dolar Amerika Serikat (AS) mengalami lonjakan bulanan terbesar dalam dua tahun terakhir. Hal ini disebabkan kekhawatiran terhadap beberapa kebijakan pemerintah belakangan ini.
Menurut data Bloomberg, rata-rata premi imbal hasil yang diminta investor meningkat lebih dari 35 basis poin pada Maret. Sementara itu, biaya perlindungan terhadap risiko gagal bayar utang Indonesia melonjak ke level tertinggi sejak November 2023, mencerminkan kekhawatiran terhadap kesehatan fiskal Indonesia.
Kebijakan pemotongan anggaran besar-besaran oleh Presiden Prabowo Subianto untuk membiayai program makan gratis, serta keputusan untuk mengalihkan dividen perusahaan BUMN ke Danantara yang baru dibentuk, menimbulkan kekhawatiran tentang kondisi fiskal Indonesia.
Selain itu, konsumsi domestik yang melambat dan rupiah yang sempat melemah ke level terendah sejak krisis finansial Asia, turut memperburuk sentimen pasar.
Baca Juga: Laba Bersih TRJA Melonjak 215,01% pada 2024 di Tengah Turunnya Pendapatan
"Kondisi ini bisa menjadi peluang langka bagi para pedagang untuk mengambil posisi ‘shorting’ di Asia jika kebijakan fiskal terus berlanjut tanpa keseimbangan pendapatan yang kredibel," ujar analis kredit Asia dari Australia & New Zealand Banking Group, Viacheslav Shilin dan Ting Meng, dikutip Bloomberg, Selasa (1/4).
Mereka menambahkan, aksi jual rupiah terjadi karena investor mencari cara untuk mengekspresikan kekhawatiran mereka terhadap kekuatan fiskal anggaran Indonesia.
Lonjakan spread kredit Indonesia jauh lebih besar dibandingkan kenaikan 20 basis poin yang terjadi di negara-negara Asia Tenggara lainnya. Bahkan, pelebaran ini hampir tiga kali lipat dibandingkan peningkatan spread obligasi dari penerbit obligasi di Asia, di luar Jepang.
Baca Juga: Laba Bersih Logindo Samudramakmur (LEAD) Naik 165,37% pada 2024
Sebagai perbandingan, premi imbal hasil rata-rata atas obligasi berdenominasi dolar dari penerbit asal Thailand naik sekitar 17 basis poin pada Maret, sementara di Malaysia, spread meningkat 11 basis poin.
Gejolak di pasar ini juga berdampak pada kemampuan perusahaan domestik untuk mendapatkan pinjaman dalam mata uang dolar. PT Bank Tabungan Negara Tbk (BBNI) bahkan menarik penerbitan obligasi dolar bulan lalu akibat kondisi pasar yang tidak menguntungkan.
Selanjutnya: PT PP Tbk Berangkatkan Lebih dari 4.000 Pemudik lewat Program Mudik Gratis
Menarik Dibaca: KAI Layani 2 Juta Penumpang Selama Angkutan Lebaran
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News