Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Ignatia Maria Sri Sayekti
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ada peluang dan ada risiko, mungkin menjadi kalimat yang bisa menggambarkan kondisi pasar pasar obligasi korporasi saat ini.
Peluang datang dari yield dan kupon yang tinggi di tengah suku bunga yang masih tinggi. Sementara risiko dari potensi gagal bayar.
Senior Economist KB Valbury Sekuritas, Fikri C. Permana menerangkan risiko itu tercermin dari adanya penurunan peringkat surat utang PT Wijaya Karya (Persero) Tbk (WIKA) yang diturunkan Pefindo menjadi idCCC dengan CreditWatch dengan Implikasi Negatif.
"Jadi mungkin ini yang bisa jadi salah satu kekhawatiran," ujarnya kepada Kontan.co.id, Rabu (12/2).
Baca Juga: Kebijakan Trump Picu Ketidakpastian di Pasar Saham dan Obligasi di Januari 2025
Karenanya, Fikri berpandangan saat ini investor harus cermat dalam memilih obligasi yang diterbitkan emiten. Lanjutnya, untuk beberapa perusahaan walaupun rating cenderung kecil, yakni A atau BBB, masih ada yang cukup prospektif lantaran masih ada juga yang menawarkan kupon untuk tenor tiga tahun di double digit.
Dus, ia berpandangan masih cukup sepadan dengan risiko, apalagi kalau hanya untuk tenor 1 tahun atau antara 1 sampai 2 tahun. Namun, jika di atas tenor tersebut akan lebih berisiko.
"Tapi sekali lagi, lihat kepada profil perusahaannya. Sebab, walaupun memang ratingnya rendah tapi memang ada profil yang bisa dikatakan lebih terukur, khususnya untuk beberapa industri yang masih cukup baik, seperti industri distribusi logistik," paparnya.
Baca Juga: Pefindo Raih Mandat Obligasi Rp 56,69 Triliun, Perbankan dan Tambang Terbesar
Bicara probabilitas, Fikri memaparkan berdasarkan Pemeringkat Kredit Indonesia (PKRI), tingkat default study peringkat AAA dan AA berkisar 0,2%. Sementara, peringkat A di 5%.
Fikri menyebutkan untuk spread antara obligasi korporasi dengan rating AAA dengan SUN tenor yang sama akan berkisar 50-150 bps. Sementara untuk rating AA dan A diperkirakan berkisar 100-250 bps.
Baru kemudian di semester II risiko akan melandai seiring berlanjutnya pelonggaran kebijakan moneter. Dengannya, beriringan dengan potensi penurunan yield dan kupon.
Baca Juga: Penerbitan Obligasi Korporasi Diprediksi Capai Rp 139,29 Triliun-Rp 155,43 Triliun
Selanjutnya: Inflasi Konsumen AS pada Januari 2025 Naik Melampaui Perkiraan
Menarik Dibaca: Cara Mudah Membuat Dapur Tampak Mewah dengan Budget Terjangkau
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News