kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Pilih-pilih reksadana jagoan tahun 2017


Selasa, 27 Desember 2016 / 16:50 WIB
Pilih-pilih reksadana jagoan tahun 2017


Reporter: Maggie Quesada Sukiwan | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Dalam kurun beberapa hari lagi, kita akan menyongsong tahun 2017. Apa saja produk reksadana yang layak dikoleksi?

Wawan Hendrayana, Senior Research & Investment Analyst PT Infovesta Utama memproyeksikan, pada tahun 2017, jenis reksadana berbasis saham luar negeri (offshore) yang paling menggiurkan. Terutama produk reksadana yang mengalokasikan dana pada saham-saham dari negeri Paman Sam.

Maklum, kepemimpinan Donald Trump berpotensi mengerek suku bunga acuan Federal Reserve lebih agresif lagi. Beberapa waktu lalu, Federal Reserve menyampaikan peluang kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali di tahun 2017. Saat ini suku bunga acuan AS berkisar 0,5% - 0,75%.

Apalagi Trump berencana menggenjot belanja negara dan memangkas pajak. Jika terwujud, perekonomian AS berpeluang melaju di waktu mendatang. "Tahun depan offshore lebih menarik daripada yang lokal. Secara umum AS cukup baik untuk diinvestasikan," terangnya.

Sementara performa Eropa cenderung stagnan. Untuk kawasan Asia Pasifik, saham-saham perusahaan Jepang juga menarik karena sudah mapan. Namun, investor patut mencermati pergerakan Yen Jepang. Status negeri sakura yang tergolong negara eksportir membuatnya sangat terpengaruh pergerakan kurs.

Di sisi lain, saham-saham Malaysia dan Singapura yang berbasis minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) juga potensial. Ini ditopang oleh tren kenaikan harga komoditas. Wawan meramal, reksadana berbasis saham AS akan mendulang rata-rata return 10% - 11% sepanjang tahun 2017.

Sementara rata-rata return reksadana saham lokal diprediksi mencapai 9% - 11% tahun depan. Tren rendahnya suku bunga acuan dalam negeri masih akan menyokong bursa saham domestik. Ada beberapa sektor saham yang patut digenggam.

Pertama, sektor defensif semisal konstruksi. Kedua, sektor komoditas yang tengah berbalut tren kenaikan harga. Ketiga, sektor keuangan dengan valuasinya yang sudah menarik. Serta sektor infrastruktur yang ditopang program pembangunan infrastruktur pemerintah Indonesia.

Senior Research Analyst pasardana.id Beben Feri Wibowo berpendapat, reksadana saham dalam negeri yang bakal meraup cuan paling atraktif tahun depan. Sebab, fundamental ekonomi domestik berpeluang membaik di tahun 2017. "Karakteristik pasar juga lebih dikenal. Pemantauan atas underlying-nya juga lebih terjangkau," tuturnya.

Menurut Beben, ada beberapa sektor saham yang potensial tahun depan. Pertama, sektor mining. Dengan catatan, pemerintah China belum memutuskan untuk menggenjot atau menambah jam kerja operasional tambang batubara.

Tren pergerakan harga minyak pasca pembekuan juga akan menopang kiberja sektor tambang. Namun, investor wajib waspada karena kebijakan kadangkala bersifat dinamis.

Kedua, sektor defensif semisal konsumer maupun telekomunikasi. Sebab, paket kuota bukan lagi gaya hidup, melainkan termasuk salah satu kebutuhan hidup. Ini juga disokong oleh transportasi online.

Ketiga, sektor properti, konstruksi dan keuangan yang tertopang oleh kebijakan pemerintah semisal pembangunan infrastruktur dan tren suku bunga rendah.

Berikut lima produk reksadana unggulan dari beberapa manajer investasi untuk tahun 2017 :

1. Schroder Dana Prestasi Plus

Presiden Direktur PT Schroder Investment Management Indonesia Michael T Tjoajadi berujar, untuk tahun 2017, perusahaan menjagokan produk reksadana saham Schroder Dana Prestasi Plus. Di tengah kondisi pasar yang berpotensi fluktuatif di tahun 2017, ia optimistis beberapa perusahaan umum (public company) masih mampu mencetak pertumbuhan laba yang mumpuni.

Sepanjang tahun 2017, beberapa tantangan eksternal disinyalir akan menghadang pasar modal Indonesia. Mulai dari rencana kenaikan suku bunga acuan The Fed sebanyak tiga kali, realisasi keluarnya Inggris dari Uni Eropa, serta pemilihan umum Jerman dan Prancis sebagai duo ekonomi terbesar di Eropa.

"Seperti saham sektor finansial dan rokok juga masih baik," tuturnya. Katalis positif bersumber dari pemulihan daya beli masyarakat serta belanja pemerintah yang cukup besar tahun depan. Sehingga sektor jasa keuangan berpeluang menyalurkan kredit yang lebih besar ketimbang tahun 2016.

Merujuk fund fact sheet per November 2016, mayoritas aset Schroder Dana Prestasi Plus dialokasikan pada efek saham 89,93%. Sisanya berupa instrumen pasar uang 10,07%. Adapun lima aset terbesar produk ini di antaranya ASII, BBCA, HMSP, TLKM dan UNVR.

Produk yang efektif sejak 12 September 2000 ini sudah membukukan dana kelolaan sebesar Rp 14,41 triliun. Per 16 Desember 2016, reksadana saham tersebut telah diperdagangkan dengan nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) sebesar Rp 29.188,11.

Investor yang berminat mengoleksi Schroder Dana Prestasi Plus dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 100.000 (tanpa melalui agen penjual). Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 2%, biaya penjualan maksimal 1%, biaya pengalihan maksimal 1,5%, serta imbalan jasa manajer investasi 2,5% per tahun. Produk ini menggunakan bank kustodian Deutsche Bank AG cabang Jakarta dengan imbalan jasa kustodian 0,25% per tahun.

Michael menuturkan, pada semester I 2017, perusahaan masih akan tetap mempertahankan strategi investasi seperti saat ini sembari memantau situasi. Porsi saham pada reksadana Schroder Dana Prestasi Plus mungkin baru diperbesar pada paruh kedua tahun 2017. "Kami tunggu timing karena fluktuasi akibat pergerakan ekonomi dan politik di luar negeri lebih tinggi di semester I 2017," terangnya.

Kendati demikian, Michael memastikan penyesuaian portofolio tahun 2017 tidak akan signifikan. Ia memproyeksikan, return Schroder Dana Prestasi Plus sepanjang tahun 2017 akan berkisar 12% - 15%. Per November 2016, Schroder Dana Prestasi Plus mencetak return 10,51% (YtD).

2. Mandiri Global Sharia Equity Dollar

Endang Astharanti, Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi (Mandiri Investasi) mengungkapkan, untuk tahun 2017, reksadana saham syariah offshore berdenominasi dollar AS Mandiri Global Sharia Equity Dollar patut dikoleksi. Keunggulannya, investor dapat mendiversifikasi portofolio baik dari sisi mata uang (currency) maupun pasar luar negeri. Maklum, korelasi antara bursa saham domestik dan pasar saham negara-negara maju sangat kecil. Adapun sektor saham yang ditilik yakni telekomunikasi, healthcare, energi, serta utilities. "Sektor yang defensif seperti itu bagus untuk diversifikasi," imbuhnya.

Per 16 Desember 2016, Mandiri Global Sharia Equity Dollar diperdagangkan dengan NAB US$ 0,98 per UP. Mengutip fund fact sheet per November 2016, Mandiri Global Sharia Equity Dollar didominasi efek saham hingga 95,32%. Sisanya yakni instrumen pasar uang sebesar 4,68%.

Mayoritas saham syariah yang dipilih berasal dari AS 60,75%, Uni Eropa 7,94%, Jepang 7,25%, serta negara lainnya 19,38%. Adapun lima aset terbesar produk ini di antaranya Alphabet Inc., Apple Inc., Exxon Mobil Corp., Johnson & Johnson, serta Microsoft Corp. Mandiri Global Sharia Equity Dollar menggunakan indeks acuan Dow Jones Islamic World Index.

Produk yang meluncur sejak 4 Agustus 2016 tersebut sudah meraup dana kelolaan US$ 9,75 juta. Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 2%, biaya penjualan maksimum 2%, biaya pengalihan maksimal 2%, serta imbal jasa manajer investasi maksimum 2,5% per tahun.

Reksadana ini menggunakan bank kustodian Citibank cabang Jakarta dengan imbal jasa maksimal 0,25% per tahun.

Endang mengakui, saat ini perusahaan memang cenderung memarkirkan aset pada sektor saham defensif. Maklum, dalam jangka pendek, volatilitas market masih terasa. Namun, jika arah kebijakan fiskal Trump mulai terbaca, maka perusahaan berencana mengalihkan aset pada portofolio lain.

"Sektor cyclical yang berpotensi tumbuh di develop market antara lain information and technology, energi, serta infrastruktur," paparnya. Jika ketidakpastian global kian menghilang, porsi saham AS juga akan diperbesar hingga 70%. Endang optimistis, kinerja Mandiri Global Sharia Equity Dollar sepanjang tahun 2017 akan serupa dengan indeks acuannya.

3. Dana Ekuitas Andalan

Direktur Bahana TCW Investment Management Soni Wibowo memaparkan, untuk tahun 2017, perusahaan menjagokan reksadana saham Dana Ekuitas Andalan yang memang mengalokasikan dana pada saham-saham berkapitalisasi besar alias big caps. Semisal TLKM, BBCA, ASII, BBRI, dan UNVR. Maklum, saham big caps umumnya lebih bisa memanfaatkan momentum perbaikan ekonomi.

Potensi penyaluran kredit industri perbankan tahun depan juga lebih baik. "Sedangkan sektor konsumer dan telekomunikasi akan terus dipakai oleh konsumennya di setiap business cycles," ujarnya.

Per 16 Desember 2016, Dana Ekuitas Andalan telah diperdagangkan dengan NAB senilai Rp 4.554,37 per UP. Merujuk fund fact sheet per November 2016, mayoritas aset produk ini dialokasikan pada efek saham hingga 89%. Sisanya instrumen pasar uang 11%.

Nah, investor yang berminat menghimpun reksadana saham ini dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 1 juta. Produk yang meluncur sejak 1 Desember 2005 tersebut sudah meraih dana kelolaan hingga Rp 1,94 triliun. Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 2%, biaya penjualan maksimum 2%, serta imbal jasa manajer investasi maksimal 3% per tahun. Reksadana saham ini menggunakan bank kustodian CIMB Niaga dengan biaya kustodian 0,25% per tahun.

Ia meramal, sepanjang tahun 2017, Dana Ekuitas Andalan bakal mampu mengais return 17% - 20%, melampaui pertumbuhan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang diprediksi 15% - 17%. Katalis positif bersumber dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melampaui ekspektasi 5% serta membaiknya iklim bisnis.

Nantinya, jika pasar bullish, perusahaan berpeluang menggemukkan porsi saham Dana Ekuitas Andalan hingga melebihi 90%. "Strategi portofolio akan disesuaikan dengan situasi dan kondisi. Tentu ada beberapa adjustment," imbuhnya.

Tantangan yang dicermati Bahana TCW Investment Management yakni rencana kenaikan suku bunga The Fed, kebijakan Trump, kondisi ekonomi dan politik Uni Eropa, harga minyak dunia, konflik di Timur Tengah, kondisi ekonomi China yang sedang berusaha smooth landing, serta ekonomi Indonesia termasuk perkembangan pembangunan infrastruktur.

4. Batavia Dana Saham

Menurut Yulius Manto, Direktur PT Batavia Prosperindo Aset Manajemen (BPAM), arah bursa saham domestik akan lebih jelas ketimbang pasar surat utang di tahun 2017. Oleh karena itu, ia berpendapat, reksadana saham Batavia Dana Saham yang akan berpeluang meraup cuan lebih tinggi di tahun 2017.

Sebab, produk ini mengalokasikan dana pada saham-saham bluechip. Mengacu fund fact sheet per November 2016, 10 aset terbesar Batavia Dana Saham di antaranya ASII, BBCA, BMRI, BBRI, HMSP, INDF, PTPP, TLKM, UNVR, dan UNTR.

Secara fundamental, lanjutnya, saham bluechip tergolong solid. Jika dana asing mengalir ke dalam negeri, umumnya saham-saham bluechip yang akan kecipratan duluan. "Kami pilih sektor saham yang sesuai dengan kondisi ekonomi ke depan. Seperti perbankan dan properti. Kami overweight di situ," ujarnya.

Per 16 Desember 2016, Batavia Dana Saham telah diperdagangkan dengan NAB Rp 51.782,27 per UP. Produk yang meluncur sejak 16 Desember 2996 tersebut sudah mengantongi dana kelolaan Rp 1,97 triliun per November 2016.

Investor yang berminat membeli produk ini dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 1 juta jika membelinya langsung kepada BPAM. Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 2%, biaya penjualan maksimum 2%, biaya pengalihan maksimal 1%, serta imbal jasa manajer investasi 3% per tahun.

Reksadana saham ini menggunakan bank kustodian Deutsche Bank AG dengan biaya bank kustodian 0,2% per tahun.

Di waktu mendatang, Yulius menekankan, Batavia Dana Saham masih akan menempatkan dana pada saham big caps. Ada beberapa katalis positif yang dapat menyokong bursa saham domestik pada tahun 2017. Yakni membaiknya pertumbuhan ekonomi dan terkendalinya inflasi Indonesia. "Suku bunga Bank Indonesia juga cenderung tidak akan bergerak terlalu banyak. Kami tunggu laporan keuangan emiten kuartal IV 2016," terangnya.

Memang realisasi kebijakan Trump berpeluang menekan pasar. Namun, Yulius optimistis, saham bluechips akan pulih lebih cepat. Ia menduga, sepanjang tahun 2017, return Batavia Dana Saham akan berkisar 10% - 14%.

5. Manulife Saham Andalan

Putut Andanawarih, Direktur Pengembangan Bisnis PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) mengingatkan investor untuk tetap menyesuaikan portofolio investasinya dengan toleransi serta jangka waktu investasi. Untuk meraup cuan optimal, di tahun 2017, Putut menyarankan investor agar mendiversifikasi portofolio.

Mayoritas aset sebaiknya dialokasikan pada reksadana saham yakni 50% - 70%. Maklum, potensi pertumbuhan bursa saham lebih besar di tahun 2017. Sementara 20% - 30% di reksadana pendapatan tetap serta 10% 20% di reksadana pasar uang. Maklum, volatilitas masih tinggi tahun depan.

Jika ada kebutuhan dana mendesak, investor dapat menyiasatinya dengan mencairkan reksadana pasar uang. "Jadi tidak harus utak atik reksadana saham maupun pendapatan tetap," tukasnya.

Untuk reksadana saham, MAMI menjagokan produk Manulife Saham Andalan (MSA). Bursa saham disinyalir akan menawarkan return lebih ciamik di tahun 2017. Katalis positif akan bersumber dari kelanjutan pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun depan. "Ibarat 2016 itu fondasi. 2017 tinggal landas ke depan," katanya.

Dalam meracik Manulife Saham Andalan, lanjut Putut, MAMI menggunakan pendekatan bottom up. Artinya, perusahaan menganalisa dan mencermati fundamental tiap saham portofolionya. Ada beberapa sektor saham yang digenggam.

Pertama, sektor perbankan yang akan mendapatkan benefit dari pemulihan ekonomi tahun 2017. "Tapi kami selektif di sektor bank, hanya yang fundamental bagus. Ada juga sektor properti, otomotif, dan infrastruktur," imbuhnya.

Memang industri perbankan tengah dihantui kenaikan kredit macet alias non performing loan (NPL). Namun, Putut mencermati, NPL industri perbankan secara nominal masih rendah. Sehingga faktor tersebut tidak perlu dikhawatirkan. Ia optimistis, NPL perbankan pada tahun 2017 berpotensi membaik. Sebab, bank akan menyalurkan kredit lebih banyak ke sektor riil.

Adapula sektor komoditas dan energi yang ditopang euforia kebijakan Trump, membaiknya perekonomian AS, serta rencana kenaikan suku bunga The Fed.

Putut mengingatkan investor untuk berinvestasi pada Manulife Saham Andalan minimal tiga tahun hingga lima tahun. Ia menduga, IHSG pada tahun 2017 akan berkisar 6.000 - 6.200 dengan asumsi BI 7 day reverse repo rate di level 4,75% - 5%.

Putut mengakui, perusahaan secara rutin akan menyesuaikan porsi efek saham dengan kondisi yang ada. Jika pasar berpeluang menguat, porsi efek saham akan membesar untuk mengoptimalkan return.

Per 16 Desember 2016, Manulife Saham Andalan sudah diperdagangkan dengan NAB senilai Rp 1.853,46 per UP. Mengacu fund fact sheet per November 2016, lima aset terbesar produk ini ditaruh pada ASII, BBCA, BMRI, BBRI, dan TLKM. Produk ini masih didominasi efek saham hingga 97,21%. Sisanya instrumen pasar uang alias kas 2,79%.

Reksadana saham yang meluncur sejak 1 November 2007 ini telah memperoleh dana kelolaan sebanyak Rp 1,15 triliun. Investor yang tergiur mengoleksi reksadana ini dapat melakukan pembelian awal minimal Rp 100.000. Produk tersebut menggunakan bank kustodian HSBC.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×