kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.313.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Perang Rusia-Ukraina Picu Harga Komoditas Energi Naik Tajam


Kamis, 03 Maret 2022 / 14:16 WIB
Perang Rusia-Ukraina Picu Harga Komoditas Energi Naik Tajam
ILUSTRASI. Pekerja mengoperasikan alat berat saat bongkar muat batu bara ke dalam truk di Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta Priok, Kamis (3/2/2022). Rusia merupakan salah satu negara produsen komoditas energi, yakni minyak mentah dan gas alam yang terbesar di dunia.


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

Direktur TRFX Garuda Berjangka Ibrahim mengatakan perang di Ukraina dan Rusia ini membuat suatu ketegangan baru yang memicu kebutuhan minyak mentah dunia ini semakin tinggi.

Sementara di satu sisi, produksi minyak global justru stagnan. Di saat yang bersamaan, tingginya harga minyak maupun gas alam membuat berbagai negara beralih ke batubara.

"Bahwa kebutuhan batubara di setiap negara tinggi sekali pada saat terjadi perang seperti ini. Sementara transportasi untuk suplai batubara di laut Atlantik ke Eropa sedang terhambat akibat perang," tutur Ibrahim.

Menurut Ibrahim harga batubara diperkirakan akan mencapai lebih dari US$ 490 per ton. Hal ini sejatinya merupakan hal yang ekstrim untuk harga kenaikan harga barang komoditas. Namun, ia melihat kecil kemungkinan harga batubara tersebut bisa turun selama perang masih berlanjut.

Baca Juga: Harga Minyak Lanjut Menguat, Dibayangi Kecemasan Pasokan Imbas Invasi Rusia

Koreksi pada harga batubara dinilai baru akan terjadi ketika peperangan sudah mereda sehingga Rusia akan menarik pasukannya kembali. Selain itu, hubungan diplomasi antara Rusia, Eropa, Inggris dan Amerika juga akan membaik sehingga berbagai sanksi ekonomi bisa diangkat. 

Yoga juga berpendapat sama, menurutnya, kunci pergerakan harga minyak mentah akan ada pada perkembangan perang. Selain itu, keputusan OPEC+ terkait kebijakan produksi, apakah akan tetap mempertahankan atau akan melakukan penyesuaian juga bisa jadi katalis penggerak harga minyak. 

Berdasarkan proyeksi Yoga, jika ternyata krisis Eropa Timur masih bertahan dalam jangka lama, maka harga minyak berpotensi menemui level resistance di kisaran harga US$120 - US$140 per barel, atau level yang terlihat pada 2008 sewaktu terjadinya krisis ekonomi global.

Baca Juga: Atasi Perubahan Iklim, Transisi ke Energi Baru Terbarukan Diperlukan

"Apabila ada perkembangan yang bisa jadi katalis negatif untuk minyak, maka harganya berpotensi turun ke level support di kisaran harga US$ 90 - US$ 70 per barel,” ucapnya.

Sedangkan Wahyu meyakini volatilitas harga gas alam masih akan terus berlanjut ke depan selama belum ada kejelasan soal konflik Rusia-Ukraina beserta sanksi ekonominya. Proyeksinya saat ini, harga gas alam berpotensi bergerak menuju ke area US$ 8 - US$ 10 per mmbtu. 

Namun, jika ternyata perang terus memanas dan berkepanjangan, bukan tidak mungkin gas alam mencapai rekor baru ke kisaran US$ 14 - US$ 16 per mmbtu

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×