kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45920,31   -15,20   -1.62%
  • EMAS1.347.000 0,15%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan ekspor farmasi moncer, begini strategi yang disiapkan sejumlah emiten


Selasa, 13 Agustus 2019 / 17:58 WIB
Penjualan ekspor farmasi moncer, begini strategi yang disiapkan sejumlah emiten
ILUSTRASI.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

Walau banyak yang mencatatkan pertumbuhan penjualan ekspor, KLBF justru membukukan penurunan penjualannya ke luar negeri. Melansir laporan keuangannya di semester I 2019 ekspor KLBF turun 1,82% dari sebelumnya Rp 576,16 miliar pada semester I 2018 menjadi Rp 565,7 miliar.

Presiden Direktur KLBF, Vidjongtius menyatakan turunnya penjualan ekspor KLBF disebabkan oleh kurs rupiah tahun lalu tinggi dan rupiah tahun ini menguat. “Adanya kurs rupiah yang tinggi atau depresiasi maka saat penjualan dolar dirupiahkan nilai penjualan menjadi lebih tinggi,” jelasnya.

Sedangkan menurut Vidjongtius tahun ini rupiah membaik atau apresiasi jadi konversi penjualan dolar ke rupiah jadi lebih rendah.

Baca Juga: Tunggakan BPJS Kesehatan Rp 250 miliar, Kalbe Farma (KLBF) tetap salurkan obat JKN

Adapun faktor lain yang mempengaruhi penjualan ekspor KLBF karena adanya kebijakan protektif dari salah satu negara tujun ekspor yakni Vietnam yang memberlakukan peraturan-peraturan baru. Kebijakan tersebut mengenai kriteria tender, standardisasi produk dan komposisi produk baru sehingga sedikit mempengaruhi ekspor KLBF.

Kendati demikian hal ini tentunya tidak terlalu berpengaruh pada pendapatan KLBF secara konsolidasi. Pada paruh pertama tahun ini KLBF mencatatkan pertumbuhan penjualan neto sebesar 7,68% yoy dari sebelumnya Rp 10,38 triliun di semester I 2018 menjadi Rp 11,17 triliun. Pendapatan ini ditopang oleh penjualan domestik sebesar Rp 10,61 triliun.

Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan melihat sektor farmasi secara umum, ekspor masih menantang. “Mengingat 90% bahan baku untuk farmasi di Indonesia masih impor sedangkan nilai tukar rupiah cukup fluktuatif semasa 2019 jadi wajar menurun dari nilai tukar,” imbuhnya.

Selain tantangan dari ketersediaan bahan baku, Frederik menjelaskan penjualan obat ke luar negeri juga agak tersendat karena dari segi harga. Obat India dan China lebih murah. Ditambah dengan proteksi dalam negeri importir juga berpengaruh pada ekspor farmasi dalam negeri.

Kendati demikian walaupun ekspor menurun, emiten seperti KLBF masih mencatatkan kinerja positif khususnya untuk penjualannya dalam negeri dan upayanya dalam mendiversifikasi bisnisnya.

Apalagi saat ini produk generik dari emiten farmasi sedang digandrungi karena masifnya program BPJS sehingga volume penjualannya obat generik meningkat.

Selain itu emiten farmasi kerap mempertahankan produk branded yang memiliki margin tinggi sehingga membantu mengamankan cashflow. Frederik bilang jenis produk obat yang bersifat preventif dan maintenance bisa masuk ke kalangan menengah atas karena memiliki disposable income lebih dan juga sudah sadar kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP) Negosiasi & Mediasi Penagihan yang Efektif Guna Menangani Kredit / Piutang Macet

[X]
×