kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.222.000 0,41%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Penjualan ekspor farmasi moncer, begini strategi yang disiapkan sejumlah emiten


Selasa, 13 Agustus 2019 / 17:58 WIB
Penjualan ekspor farmasi moncer, begini strategi yang disiapkan sejumlah emiten
ILUSTRASI.


Reporter: Arfyana Citra Rahayu | Editor: Wahyu T.Rahmawati

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ketatnya bisnis farmasi di pasar internasional tidak membuat emiten farmasi dalam negeri ikut tertekan. Sebut saja PT Indofarma Tbk (INAF) dan PT Phapros Tbk (PEHA) yang bisa menjaga pertumbuhan penjualan ke luar negeri. Sementara PT Kalbe Farma (KLBF) justru mencatat penurunan penjualan ekspor.

Direktur Keuangan INAF Herry Triyanto menjelaskan, penjualan luar negeri pada semester I 2019 tumbuh 43,11% year on year dari sebelumnya Rp 3,3 miliar menjadi Rp 4,8 miliar. “Hal ini ditopang oleh permintaan obat di awal tahun lebih baik,” kata Herry kepada Kontan.co.id, Selasa (13/8).

Baca Juga: Holding BUMN Farmasi Belum diputuskan, KAEF dan INAF Sulit Jadi Induk

Kendati demikian, naiknya penjualan ekspor tidak berlaku untuk semua lini obat INAF. Produk ethical memang terjadi penurunan penjualan di semester 1 sampai 100% yoy dari sebelumnya Rp 2,3 miliar di semester I 2018 menjadi Rp 23,07 juta. Herry menjelaskan hal ini disebabkan order pesanan sebenarnya sudah masuk, tapi baru akan di supply semester 2 ini.

Adapun penjualan obat over the counter (OTC) naik sangat tinggi, dari sebelumnya Rp 1,03 miliar di kuartal II 2018 menjadi Rp 4,88 miliar. Herry menyatakan pesanan di segmen produk ini khususnya OBH karena memang masa izin untuk ekspor produk tersebut pendek.

Baca Juga: Asabri Kembali Lepas Portofolio, Kali Ini Giliran Saham INAF yang dijual

Herry menyatakan salah satu strategi INAF untuk meningkatkan ekspor adalah dengan menjual produk eksisting ke pasar baru. Kendati demikian, Herry tidak menjelaskan lebih lanjut pasar baru mana yang akan dijajaki INAF.

Begitu juga dengan PEHA yang mencatatkan pertumbuhan penjualan ekspor di semester I 2019 ini. Sekretaris Perusahaan PEHA Zahmila Akbar menyatakan ekspor obat PEHA naik sebesar 24,8% yoy. “Hal ini disebabkan karena ada tambahan forecast dari negara tujuan ekspor tahun ini,” ujarnya.

Selain itu Mila menyatakan rekan PEHA di luar negeri terkait kerja sama ekspor ini sangat puas dengan kualitas produk PEHA yang memiliki khasiat dan mutu terjamin.

Baca Juga: Pasar Ritel Farmasi Indonesia Berpotensi Bukukan US$ 10,11 Miliar di Tahun 2021 premium

Mila menambahkan strategi yang dilakukan PEHA untuk meningkatkan ekspor adalah menambah jumlah rekanan di luar negeri, efisiensi atas biaya produksi sehingga harga ekspor produk yang ditawarkan dapat bersaing.

Selain itu PEHA juga akan melengkapi dokumen kebutuhan registrasi ekspor sesuai dengan persyaratan untuk bisa mempercepat proses registrasi di negara tujuan.

Baca Juga: Ekspansi di semester II-2019, Phapros siap mencari dana hingga Rp 1 triliun

Walau banyak yang mencatatkan pertumbuhan penjualan ekspor, KLBF justru membukukan penurunan penjualannya ke luar negeri. Melansir laporan keuangannya di semester I 2019 ekspor KLBF turun 1,82% dari sebelumnya Rp 576,16 miliar pada semester I 2018 menjadi Rp 565,7 miliar.

Presiden Direktur KLBF, Vidjongtius menyatakan turunnya penjualan ekspor KLBF disebabkan oleh kurs rupiah tahun lalu tinggi dan rupiah tahun ini menguat. “Adanya kurs rupiah yang tinggi atau depresiasi maka saat penjualan dolar dirupiahkan nilai penjualan menjadi lebih tinggi,” jelasnya.

Sedangkan menurut Vidjongtius tahun ini rupiah membaik atau apresiasi jadi konversi penjualan dolar ke rupiah jadi lebih rendah.

Baca Juga: Tunggakan BPJS Kesehatan Rp 250 miliar, Kalbe Farma (KLBF) tetap salurkan obat JKN

Adapun faktor lain yang mempengaruhi penjualan ekspor KLBF karena adanya kebijakan protektif dari salah satu negara tujun ekspor yakni Vietnam yang memberlakukan peraturan-peraturan baru. Kebijakan tersebut mengenai kriteria tender, standardisasi produk dan komposisi produk baru sehingga sedikit mempengaruhi ekspor KLBF.

Kendati demikian hal ini tentunya tidak terlalu berpengaruh pada pendapatan KLBF secara konsolidasi. Pada paruh pertama tahun ini KLBF mencatatkan pertumbuhan penjualan neto sebesar 7,68% yoy dari sebelumnya Rp 10,38 triliun di semester I 2018 menjadi Rp 11,17 triliun. Pendapatan ini ditopang oleh penjualan domestik sebesar Rp 10,61 triliun.

Vice President Research Artha Sekuritas Frederik Rasali menyatakan melihat sektor farmasi secara umum, ekspor masih menantang. “Mengingat 90% bahan baku untuk farmasi di Indonesia masih impor sedangkan nilai tukar rupiah cukup fluktuatif semasa 2019 jadi wajar menurun dari nilai tukar,” imbuhnya.

Selain tantangan dari ketersediaan bahan baku, Frederik menjelaskan penjualan obat ke luar negeri juga agak tersendat karena dari segi harga. Obat India dan China lebih murah. Ditambah dengan proteksi dalam negeri importir juga berpengaruh pada ekspor farmasi dalam negeri.

Kendati demikian walaupun ekspor menurun, emiten seperti KLBF masih mencatatkan kinerja positif khususnya untuk penjualannya dalam negeri dan upayanya dalam mendiversifikasi bisnisnya.

Apalagi saat ini produk generik dari emiten farmasi sedang digandrungi karena masifnya program BPJS sehingga volume penjualannya obat generik meningkat.

Selain itu emiten farmasi kerap mempertahankan produk branded yang memiliki margin tinggi sehingga membantu mengamankan cashflow. Frederik bilang jenis produk obat yang bersifat preventif dan maintenance bisa masuk ke kalangan menengah atas karena memiliki disposable income lebih dan juga sudah sadar kesehatan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×