Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tengah sentimen negatif yang membayangi pasar modal, sejumlah emiten tetap mencari pendanaan melalui surat utang. Yang terbaru adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) yang tengah menawarkan Obligasi Berkelanjutan III Adhi Karya Tahap II Tahun 2021 dengan nilai pokok Rp 673,5 miliar.
Obligasi tersebut diterbitkan dalam dua seri dengan tingkat bunga 7,5% dan 9,55%. Rencananya, sekitar 60% dana obligasi akan digunakan untuk belanja modal berupa aset tetap (alat proyek, pabrik) dan penyertaan proyek investasi infrastruktur, lalu sekitar 16% untuk pembiayaan kembali ( refinancing), dan sisa 24% untuk modal kerja proyek infrastruktur.
Kemudian, PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) juga akan menerbitkan Obligasi Berkelanjutan V Tahap I Tahun 2021 dengan jumlah pokok sebanyak-banyaknya Rp 1,2 triliun. Setelah dikurangi biaya-biaya emisi, dana tersebut akan digunakan untuk refinancing sebagian utang anak usaha, yakni PT Solu Sindo Kreasi Pratama atas fasilitas pinjaman revolving dalam US$ 375 juta Facility Agreement yang akan jatuh tempo pada Januari 2025.
Sementara itu, PT Medco Energi International Tbk (MEDC) akan menerbitkan obligasi global senilai US$ 800 juta yang memiliki jangka waktu 7 tahun. Dana tersebut rencananya akan digunakan untuk belanja modal maupun refinancing utang perusahaan beserta anak usahanya.
Baca Juga: Sentimen negatif membayangi pasar modal, penerbitan obligasi masih ramai
Asal tahu saja, obligasi ADHI tersebut mendapatkan peringkat idA- (Single A Minus) dari PT Pemeringkat Efek Indonesia dan obligasi TBIG memperoleh peringkat AA+ (Double A Plus) dari PT Fitch Ratings Indonesia. Per Maret 2021, ADHI mencatatkan debt to equity ratio (DER) sebesar 5,75 kali, TBIG 3,49 kali, dan MEDC 4,21 kali.
Head of Fixed Income Trimegah Asset Management Darma Yudha mengatakan, penerbitan obligasi tergolong ramai karena perusahaan memanfaatkan momentum suku bunga rendah sehingga biaya dana (cost of funds) yang dikeluarkan untuk menebitkan obligasi dapat lebih murah dari pinjaman bank.
Ia mencontohkan, kupon obligasi bertenor tiga tahun dengan peringkat AAA rata-rata sebesar 7%, sementara bunga pinjaman bank lebih tinggi dari itu.
Terlebih lagi, permintaan terhadap obligasi dengan peringkat yang bagus kini tergolong tinggi seiring dengan pesatnya penambahan jumlah investor pasar modal. Kondisi ini didukung oleh akses ke pasar modal yang semakin mudah, pengetahuan tentang pasar modal yang lebih bagus, dan ketersediaan dana untuk investasi.
"Likuiditas investor retail lokal sedang berlimpah. Mereka mau menempatkan investasi di deposito tapi bunganya sangat rendah sehingga pilih obligasi. Permintaan yang tinggi bisa menekan tingkat kupon obligasi sehingga cost of funds bisa lebih murah," ungkap Darma saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (22/7).
Menurut Darma, cost of funds obligasi perusahaan dengan peringkat bagus dalam satu tahun terakhir turun 150-200 basis point (bps) seiring penurunan suku bunga dan likuiditas melimpah. Oleh karena itu, ia yakin, emisi obligasi dalam jumlah besar tetap dapat terserap maksimal oleh pasar asalkan memiliki risiko dan historikal kredit yang bagus.
Penerbitan obligasi juga ramai, sebab kini perbankan lebih berhati-hati dalam memberikan pinjaman seiring dengan pandemi Covid-19 yang menekan nyaris seluruh sektor usaha. Padahal, ada beberapa sektor dan perusahaan yang tetap tumbuh dan membutuhkan pembiayaan sehingga mencari alternatif pendanaan di pasar modal.
Baca Juga: Pemerintah menerbitkan SUN valas senilai US$ 1,65 miliar dan EUR 500 juta
Portfolio Manager Sucorinvest Asset Management Dimas Yusuf juga menilai, pasar masih sangat mendukung untuk menyerap penerbitan obligasi seiring dengan tingginya tingkat likuiditas. Terlebih lagi, level yield obligasi yang ada di Indonesia secara umum lebih menarik dibanding instrumen investasi lainnya dan dibanding negara lain.
"Dengan kondisi ini, seharusnya penerbitan oleh emiten-emiten berkualitas mampu diserap dengan baik oleh pasar," ungkap Dimas.
Terkait dengan tingkat DER, Dimas menilai, dampak penerbitan obligasi terhadap rasio keuangan tidak serta merta menekan balance sheet perusahaan. Pasalnya, dana hasil penerbitan obligasi juga dapat digunakan untuk refinancing utang yang bakal jatuh tempo.
Apalagi dengan yield yang terus menurun, refinancing mungkin saja justru dapat menghemat biaya bunga bagi perusahaan. Tambahan utang yang mampu dipergunakan dengan baik oleh perusahaan dan dikelola dengan prudent juga berpeluang mengoptimalkan potensi pertumbuhan perusahaan ke depannya.
Selanjutnya: Terbitkan obligasi Rp 1 triliun, ini penawaran kupon BFI Finance (BFIN)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News