Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten semen tampak belum kokoh sepanjang sembilan bulan pertama tahun 2025.
Lihat saja, pendapatan PT Semen Indonesia (Persero) Tbk (SMGR). menurun 3,76% secara tahunan atau year on year (yoy) dari Rp 26,29 triliun menjadi Rp 25,30 triliun sampai dengan September 2025. Laba bersih SMGR anjlok 84,04% ke Rp 114,83 miliar dibandingkan raihan Rp 719,72 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, pendapatan PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) juga turun 3,07% (yoy), dari Rp 13,32 triliun menjadi Rp 12,91 triliun. Namun, INTP masih mampu menjaga laba bersih dengan kenaikan tipis 0,95% yoy menjadi Rp 1,06 triliun, dari Rp 1,05 triliun per September 2024.
Total volume penjualan semen dan klinker sebesar 14.443 ribu ton pada periode sembilan bulan pada 2025, turun 2,0% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Baca Juga: Pasar Domestik Masih Kontraksi, Kinerja Emiten Semen Terancam Menyusut
Ini kemudian diikuti oleh penurunan Beban Pokok Pendapatan menjadi Rp 8,87 miliar atau turun 4,0%. Hal ini menghasilkan margin Laba Bruto sebesar Rp4,04 triliun atau 31,3% dari Pendapatan Neto untuk periode sembilan bulan pada 2025.
Dani Handajani, Corporate Secretary PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk mengatakan, Indocement telah memperkirakan permintaan domestik akan menurun sekitar 2%–3% pada tahun 2025. Ini terutama karena pemotongan anggaran infrastruktur tahun ini dan daya beli yang lemah.
Namun, INTP mengantisipasi peningkatan permintaan pada tahun 2026 dengan perkiraan awal pertumbuhan sekitar 1% dari tahun 2025, didorong oleh upaya-upaya pemerintah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Seperti, paket stimulus, penurunan suku bunga, perpanjangan diskon PPN untuk properti residensial, dan peningkatan alokasi anggaran untuk pekerjaan umum,” ujarnya dalam keterangan resmi, Rabu (5/11/2025).
Lalu, pendapatan PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) turun 1,07% yoy dari Rp 6,49 triliun ke Rp 6,42 triliun. Di saat bersamaan, rugi bersih CMNT naik 5,72% yoy dari Rp 176,70 miliar menjadi Rp 186,82 miliar.
Anak usaha SMGR, PT Solusi Bangun Indonesia Tbk (SMCB) merosot 9,95% yoy menjadi Rp 7,87 triliun, dari Rp 8,74 triliun per kuartal III 2024. Untungnya, laba periode berjalan SMCB naik 12,30% yoy, dari Rp 422,53 miliar menjadi Rp 474,52 miliar.
Plt. Direktur Utama SMCB, Asruddin mengatakan, pencapaian ini menunjukkan resiliensi strategi bisnis perusahaan yang terus diarahkan pada efisiensi dan inovasi.
Baca Juga: Indocement (INTP) Hadapi Tantangan Permintaan Semen, Simak Rekomendasi Sahamnya
“Pencapaian ini mencerminkan efektivitas langkah-langkah strategis yang kami ambil dalam meningkatkan efisiensi operasional dan transformasi komersial agar tetap kompetitif dan terus menjadi pilihan para pelanggan,” ujarnya dalam keterangan resmi, Sabtu (1/11/2025).
Hingga September 2025, 45% pendapatan SMCB dikontribusikan dari produk dan layanan berkelanjutan. Selain memproduksi dan memasarkan semen Dynamix dan Semen Andalas, perseroan juga mendorong pemanfaatan produk turunan semen, yaitu beton inovatif bernilai tambah sebagai solusi konstruksi yang efisien dan ramah lingkungan.
Asruddin bilang, industri semen ke depan masih akan sangat dinamis yang dipengaruhi kondisi tensi geopolitik, pertumbuhan ekonomi, dan dampak perubahan iklim seperti curah hujan yang tinggi tahun ini.
“Namun, SMCB akan terus meningkatkan competitive advantage dan mendorong lebih banyak inovasi,” tuturnya.
Direktur PT Rumah Para Pedagang, Kiswoyo Adi Joe mengatakan, penurunan kinerja emiten semen disebabkan oleh belum bangkitnya sektor properti domestik. Hal ini, juga dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang masih rendah.
“Selama industri properti belum bangkit, industri semen juga pasti masih susah,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (6/11/2025).
Asosiasi Semen Indonesia (ASI) melaporkan ada penurunan 3,1% pada pasar semen domestik untuk periode sembilan bulan pertama tahun 2025. Ini terutama akibat kontraksi volume semen curah sebesar 9,8%, sementara pasar semen kantong turun tipis 0,1% di periode ini.
Menurut Kiswoyo, laba INTP relatif lebih stabil dibandingkan SMGR lantaran liabilitas Indocement yang lebih rendah dibandingkan Semen Indonesia.
“INTP utangnya kecil dengan kas relatif lebih banyak. Sementara, SMGR punya utang yang cukup besar, sehingga beban bunganya cukup tinggi,” tuturnya.
Hingga tahun 2026, industri semen domestik kemungkinan masih belum kokoh. Jika ada kenaikan volume penjualan semen nasional pun, kemungkinan tidak akan bisa di atas 3%.
Baca Juga: Emiten Semen Andalkan Penjualan Ekspor, Begini Rekomendasi Analis
Hal ini masih terkait permintaan dari sektor properti yang masih kecil. Alhasil, kinerja emiten semen pun akan masih lesu di akhir tahun 2025 hingga tahun 2026.
Penurunan suku bunga Bank Indonesia (BI) pun masih belum memberikan dampak signifikan ke permintaan properti. Terakhir, BI mempertahankan suku bunga di level 4,75% di bulan Oktober 2025.
Ini lantaran penurunan suku bunga BI tak serta merta langsung menurunkan suku bunga kredit pemilikan rumah (KPR). “Masyarakat juga mungkin akan cenderung memilih kredit kendaraan yang lebih masuk akal, tidak beli rumah baru,” ungkapnya.
Kiswoyo pun merekomendasikan buy on weakness untuk INTP dan SMGR dengan target harga masing-masing di Rp 7.500 per saham dan Rp 3.200 per saham hingga akhir tahun 2026.
Selanjutnya: Kemenkeu Siapkan 4 RUU Baru Mulai dari Perlelangan hingga Redenominasi
Menarik Dibaca: 4 Alasan Harus Pakai Lip Balm SPF Setiap Hari, Cegah Bibir Hitam!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













