Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Herlina Kartika Dewi
Adapun upaya yang telah dilakukan seperti work from home (WFH), rapid test, dan physical distancing dinilai telah memperkecil risiko penularan dan akan membantu pemerintah dalam melakukan koordinasi kestabilan sosial-ekonomi.
Sementara itu, guyuran kebijakan fiskal dan moneter juga diharapkan menjadi sentimen positif dalam kondisi ini.
“Saya setuju pembatasan ruang gerak yang disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Namun, jangan sampai menimbulkan gejolak sosial tanpa persiapan yang matang,” sambung dia.
Aria yakin pemerintah telah melakukan persiapan yang matang terkait kebijakan ini. Namun, Aria tidak menampik bahwa adanya peluang perlambatan pertumbuhan ekionomi yang terjadi akibat kebijakan karantina kesehatan dan darurat sipil ini.
Sementara itu, Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas menilai kebijakan WFH dan rapid test sebenarnya hanya menenangkan pasar sesaat. Sebab, pasar masih tetap melihat dan memantau perkembangan penyebaran virus ini.
Sukarno menilai pasar saham bisa saja kembali dilanda kepanikan apabila pemerintah dinilai lamban dalam menangani virus ini. Ia menilai aturan darurat pembatasan sosial berskala besar dengan kekarantinaan kesehatan sudah cukup memberikan kejelasan pada pelaku pasar.
Baca Juga: Jika Indonesia jadi lockdown, ini dampaknya terhadap IHSG
Namun, menurut Sukarno pemerintah mesti memberi insentif kepada pekerja, terutama pekerja informal yang terdampak kebijakan ini.
“Seharusnya untuk pekerja-pekerja yang terdampak diberi insentif misal dalam bentuk pangan dalam beberapa hari. Itupun jika pemerintah sanggup. Tetapi sepertinya susah,” ujar Sukarno kepada Kontan.co.id, Senin (30/3).
Dengan skenario terburuk, prediksi Sukarno IHSG bisa menyentuh level 3.635-3.800 pada akhir semester I-2020. Barulah setelah itu indeks bisa pulih kembali ke level 4.033.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News