Sumber: Cointelegraph | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - Pasar kripto kembali melemah meskipun bank sentral Amerika Serikat (AS) memangkas suku bunga dan ketegangan dagang AS–China mulai mereda.
Melansir Cointelegraph pada Jumat (31/10/2025), tekanan jual masih berlanjut karena ketidakpastian makroekonomi dan geopolitik yang tinggi.
Menteri Keuangan AS Scott Bessent pada Kamis (30/10/2025) mengumumkan bahwa Washington akan menangguhkan pembatasan bagi perusahaan China dalam mengakses teknologi sensitif milik AS.
Baca Juga: The Fed Pangkas Suku Bunga: Apa Dampaknya pada Bitcoin?
Kebijakan ini dilakukan sebagai imbal balik atas kesediaan China untuk mencabut kontrol ekspor atas mineral tanah jarang (rare earth), komponen penting untuk industri elektronik dan pertahanan militer, seperti dilaporkan Reuters.
Langkah ini memperkuat sinyal pelonggaran tensi dagang antara dua ekonomi terbesar dunia, yang biasanya menjadi katalis positif bagi aset berisiko termasuk kripto.
Namun, efek tersebut belum terasa di pasar digital.
Fed Potong Suku Bunga, tapi Sinyal Kebijakan Masih Kabur
Dalam pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) pekan ini, Ketua The Fed Jerome Powell menyebut bahwa terdapat “perbedaan pandangan yang kuat” di antara anggota komite terkait kemungkinan pemangkasan suku bunga lebih lanjut pada Desember mendatang.
Powell menegaskan inflasi memang telah turun signifikan sejak pertengahan 2022, namun masih berada di atas target 2%.
Baca Juga: Harga Bitcoin Masih Ping-Pong, Pasar Tunggu Keputusan The Fed & Kesepakatan AS-China
Ia juga menyoroti tantangan dalam menyeimbangkan mandat ganda The Fed, yaitu menjaga stabilitas harga dan lapangan kerja.
“Pemangkasan suku bunga lebih lanjut pada Desember bukan sesuatu yang pasti. Kebijakan moneter tidak berada pada jalur yang telah ditetapkan,” ujar Powell dalam konferensi pers Rabu (29/10).
Meski The Fed juga menandai berakhirnya program quantitative tightening (QT), kebijakan yang membatasi likuiditas sistem keuangan pasar kripto belum merespons positif.
Biasanya, likuiditas tambahan baru benar-benar terasa setelah program quantitative easing (QE) dimulai, yaitu saat bank sentral aktif memompa dana ke pasar.
Selama jeda antara akhir QT dan awal QE, aset berisiko seperti Bitcoin kerap mengalami tekanan harga.
Baca Juga: Pasar Kripto Tergerus Pemangkasan Suku Bunga, Cermati Koin yang Bisa Dilirik
Likuidasi Kripto Tembus US$ 1,1 Miliar
Data Nansen menunjukkan lebih dari US$ 1,1 miliar posisi investor kripto terlikuidasi dalam 24 jam setelah konferensi pers FOMC. Harga Bitcoin (BTC) anjlok di bawah US$ 107.000, menembus rata-rata pergerakan eksponensial (EMA) 200 hari yang menjadi level dukungan penting.
Sebagai perbandingan, pada tahun 2019, harga Bitcoin sempat anjlok 35% setelah The Fed mengakhiri QT, skenario yang kini kembali menghantui pasar.
Melansir Coinmarketcap pukul 08.51 WIB, harga Bitcoin di US$109.696 atau turun 0,86% dalam 24 jam terakhir.
Outlook: Tekanan Masih Berlanjut
Dengan kombinasi kebijakan moneter yang belum pasti, ketegangan geopolitik yang belum sepenuhnya reda, dan likuiditas global yang terbatas, pasar kripto masih berisiko mengalami tekanan jangka pendek.
Namun, analis menilai, jika program QE benar-benar dimulai awal tahun depan, fase akumulasi baru Bitcoin bisa kembali terbentuk dengan momentum yang akan sangat bergantung pada arah kebijakan The Fed dan perkembangan negosiasi dagang AS–China.
Selanjutnya: Laba Bersih Chandra Daya Investasi (CDIA) Melambung 269,6% Hingga Kuartal III-2025
Menarik Dibaca: Pasar Apartemen Mewah Tetap Bergairah, Le Parc Tawarkan Potensi Rental Yield Menarik
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


/2025/04/10/856398133.jpg) 
  
  
  
  
  
  
  
  
  
 











