Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Nikel masih melanjutkan penguatan setelah mencapai level tertinggi dalam delapan bulan. Adanya kekhawatiran gangguan produksi mendukung tren kenaikan harga nikel.
Mengutip Bloomberg, Selasa (19/7) pukul 10.05 waktu Singapura, harga nikel kontrak pengiriman tiga bulan di London Metal Exchange menguat 0,47% ke level US$ 10.595 per metrik ton dibanding sehari sebelumnya.
Pada awal pekan, nikel menguat 2,6% di US$ 10.545 per metrik ton dan bertengger pada level tertinggi sejak 28 Oktober. Dalam sepekan terakhir harga nikel melambung 1%.
Andri Hardiansyah, Analis PT Asia Tradepoint Futures mengatakan, harga nikel menguat didukung kekhawatiran terganggunya pasokan dari Filipina serta optimisme kenaikan permintaan China.
Goldman Sachs Group Inc memperkirakan harga nikel akan terus menguat hingga US$ 12.000 per metrik ton dalam enam bulan ke depan jika gangguan produksi Filipina terus membayangi pergerakan harga.
Filipina telah menutup seluruh tambang nikel di negara tersebut yang menyumbang sekitar 20% dari tambang nikel global. Penutupan dilakukan lantaran adanya isu lingkungan.
Sependapat dengan Goldman, Andri memprediksi harga nikel memiliki peluang besar mencapai level US$ 12.000 per metrik ton pada akhir tahun. "Untuk komoditas, faktor demand dan supply memegang peranan cukup besar dalam pergerakan harga," ujarnya.
Di samping itu, Andri melihat ada beberapa faktor lain yang mendukung penguatan harga nikel. Seperti adanya kekhawatiran ekonomi Inggris pasca keluar dari Uni Eropa.
Meski menahan suku bunga pada pertemuan bulan ini, Bank Sentral Inggris (BOE) kemungkinan akan memangkas suku bunga serta menggelontorkan stimulus pada pertemuan selanjutnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News