Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di awal tahun ini, setidaknya ada dua bank syariah berencana mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia. Mereka adalah Bank BRI Syariah dan Bank Tabungan Pensiun Nasional Syariah (BTPN Syariah). Dalam waktu dekat, kedua bank syariah itu akan go public dengan menawarkan saham perdana atau initial public offering (IPO) di BEI.
BRI Syariah, misalnya, berencana menawarkan saham IPO di rentang Rp 505 - Rp 650 per saham. Anak usaha Bank Rakyat Indonesia (BBRI) ini akan menawarkan 2,62 miliar unit saham atau 27% dari modal ditempatkan dan disetor penuh setelah IPO. Dari aksi itu, BRI Syariah mengincar dana berkisar Rp 1,32 triliun hingga Rp 1,70 triliun.
Adapun BTPN Syariah bermaksud menggelar IPO dengan menerbitkan 770,37 juta unit saham atau 10% dari modal ditempatkan dan disetor. Anak usaha Bank Tabungan Pensiunan Nasional (BTPN) ini menawarkan harga IPO di rentang Rp 900-Rp 980 per saham.
Sebelum kedua bank itu, PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk (PNBS) sudah lebih dulu go public pada 15 Januari 2014. Kala itu, PNBS menawarkan 4,75 miliar unit saham IPO di harga Rp 100 per saham. Alhasil, anak usaha Bank Panin (PNBN) ini merauh dana senilai Rp 475 miliar.
Risiko bank syariah
Research Manager Shinhan Sekuritas Indonesia, Teuku Hendry Andrean, menilai IPO BRI Syariah cukup menarik karena membawa nama besar sang induk, BBRI. Namun, persoalan yang terjadi pada bank syariah adalah risiko non performing financing (NPF) yang cukup tinggi. "Ini mungkin menjadi pertimbangan investor untuk investasi jangka panjang," ungkap dia kepada KONTAN, kemarin.
Hendry menyarankan investor bermain di jangka pendek untuk saham bank syariah, hingga emiten tersebut bisa menahan dan menurunkan tren kenaikan NPF yang terjadi selama tiga tahun terakhir. "BRI Syariah punya posisi tawar lebih bagus dibandingkan BTPN Syariah," ungkap dia.
BRI Syariah berencana menggunakan 80% dana hasil IPO untuk meningkatkan penyaluran pembiayaan syariah. Sekitar 12,5% dana IPO untuk pengembangan sistem teknologi informasi, dan 7,5% lagi untuk pengembangan jaringan kantor cabang dari Sumatra hingga Papua.
Besarnya alokasi penyaluran pembiayaan mengindikasikan manajemen BRI Syariah ingin menggeber ekspansi. "Kami mengharapkan adanya ekspansi pembiayaan dan tidak menambah NPF yang masih dalam level cukup tinggi," tutur Hendry.
Selain NPL, pelaku pasar perlu mencermati price to book value (PBV) bank tersebut. PBV yang lebih murah tentu akan lebih menarik. "Jika rata-rata PBV sektor perbankan sekarang 1,66 kali. Sepertinya BRI Syariah tidak jauh dari situ," kata Hendry.
Dia berpendapat, prospek perbankan syariah seharusnya positif. Maklum, Indonesia merupakan negara dengan penduduk beragama Islam terbesar di dunia.
Namun, kendalanya adalah masih banyak masyarakat muslim yang belum melek dengan ekonomi atau perbankan syariah. "Kurangnya sosialisasi soal ekonomi syariah, membuat tantangan di sektor ini masih besar," ungkap Hendry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News