Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Tri Sulistiowati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja emiten LQ45 sepanjang paruh pertama tahun 2025 dinilai kurang impresif, meskipun masih sesuai target. Setidaknya, kinerja mereka berpotensi membaik pada paruh kedua 2025.
Per 11 Juni 2025, indeks LQ45 turun 1,96% sejak awal tahun alias year to date (YTD). Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) naik 2,01% YTD.
Investment Analyst Infovesta Kapital Advisori, Ekky Topan melihat, secara umum, pada kuartal II dan paruh pertama 2025, kinerja fundamental emiten LQ45 relatif masih solid, terutama di sektor konsumer dan ritel.
Namun, pergerakan harga saham mereka belum mencerminkan kekuatan fundamental tersebut. Sebab, masih ada tekanan dari sentimen global dan aksi jual investor asing dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mendominasi perdagangan dalam beberapa bulan terakhir.
Untuk kinerja kuartal II 2025 yang bakal rilis tak lama lagi, kondisinya juga sangat bergantung pada masing-masing sektor dan emiten.
Sektor perbankan kemungkinan besar masih akan menghadapi tekanan, atau setidaknya stagnasi. Sebab, masih terjadi penurunan permintaan kredit dan lemahnya pertumbuhan ekonomi domestik.
Baca Juga: Emiten LQ45 Pembagi Dividen Ini Bakal Gelar RUPS, Simak yang Paling Menarik?
“Tekanan terhadap Net Interest Margin (NIM) juga bisa tetap berlanjut di tengah ketatnya likuiditas dan perlambatan aktivitas pinjaman,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/6).
Sementara itu, sektor basic industry justru menunjukkan potensi perbaikan pada kuartal II 2025. Ini terutama didukung oleh penguatan harga emas dan beberapa komoditas lainnya di paruh pertama tahun ini.
“Hal ini bisa menjadi katalis positif bagi emiten-emiten pertambangan logam dan energi, terutama yang memiliki eksposur pada pasar ekspor,” paparnya.
Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy mengatakan, kinerja sejumlah emiten pada kuartal I 2025 sebenarnya mengalami sedikit penurunan secara rata-rata, walaupun tidak begitu signifikan.
Kondisi ini pun dilihat bisa berlanjut dan akan tercermin nanti di hasil kinerja kuartal II. “Dikhawatirkan akan ada lebih banyak sentimen negatif daripada sentimen positif,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/6).
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, Maximilianus Nico Demus mengatakan, kinerja para emiten LQ45 juga masih lesu.
“Ini harus juga dilihat dari situasi dan kondisi global maupun dalam negeri yang memberikan sentimen terhadap pergerakan pasar,” ujarnya kepada Kontan, Rabu (11/6).
Prospek dan Rekomendasi Saham
Menurut Budi, penurunan kinerja emiten LQ45 sepanjang tahun 2025 disebabkan oleh beberapa faktor. “Harga minyak yang turun, turunnya daya beli, masih tingginya suku bunga, efisiensi kementerian dan lembaga, dan lesunya sektor manufaktur,” tuturnya.
Ekky melihat, memasuki paruh kedua tahun ini, ada potensi terjadinya pemulihan pada indeks LQ45. Ini seiring dengan kemungkinan meredanya tekanan global, seperti stabilisasi suku bunga Amerika Serikat (AS), menurunnya eskalasi konflik geopolitik, dan kembalinya selera risiko investor (global risk-on).
“Jika skenario ini terjadi, akan terjadi rotasi kembali ke saham-saham berkualitas, khususnya di emerging markets seperti Indonesia,” katanya.
Sektor perbankan, consumer cyclical, dan infrastruktur berpeluang menjadi pemimpin dalam fase rebound tersebut, terlebih jika capital inflow kembali masuk ke pasar saham domestik.
“Dengan ekspektasi stabilisasi global dan pemulihan keyakinan investor, saham-saham LQ45 bisa mulai mencerminkan kekuatan fundamentalnya dalam bentuk penguatan harga yang lebih berkelanjutan di paruh kedua 2025,” ungkapnya.
Ekky menyarankan trading buy untuk AKRA, karena mulai ada momentum dari candle harganya yang tertahan di level support Rp 1.200 per saham dan mulai berbalik arah. “Target swing 1 di level Rp 1.300 – Rp 1.320 per saham dan Rp 1.400 per saham jika kenaikan berlanjut,” katanya.
ARTO juga dilihat menunjukkan momentum penguatan kembali dengan target harga terdekat di Rp 2.000 per saham, lalu Rp 2.400 per saham dan Rp 2.700 per saham sebagai target utama.
Untuk jangka menengah, SMRA dan CTRA dilihat Ekky juga berpotensi mengalami penguatan dengan target harga masing-masing di Rp 500 per saham dan Rp 1.400 per saham. “TINS juga bagus untuk diperhatikan dan GOTO juga terlihat balik arah,” paparnya.
Nico melihat ada sejumlah sentimen positif yang akan memengaruhi kinerja emiten LQ45 pada semester II 2025. Yaitu, pemangkasan tingkat suku bunga The Fed pada semester II, potensi kesepakatan dagang antara AS dan China, serta sejumlah program andalan pemerintah yang sudah dapat berjalan.
Sementara, sentimen negatifnya adalah gagalnya kesepakatan antara AS-China, perang tarif yang meningkat sehingga mendorong inflasi AS naik dan membuat The Fed gagal menurunkan tingkat suku bunga, serta BI rate ikut gagal diturunkan.
“Sektor energi, consumer goods, dan finance mungkin akan unjuk gigi nanti di semester II,” paparnya.
Dari sektor energi, Nico merekomendasikan beli untuk PTBA, ADRO, dan PGAS dengan target harga masing-masing Rp 2.632 per saham, Rp 2.497 per saham, dan Rp 1.752 per saham.
Dari sektor consumer goods, rekomendasi beli untuk INDF, ICBP, dan MYOR dengan target harga masing-masing Rp 9.213 per saham, Rp 13.989 per saham, dan Rp 2.875 per saham.
Dari sektor finance, rekomendasi beli untuk BBCA, BBRI, dan BBNI dengan target harga masing-masing Rp 11.172 per saham, Rp 4.736 per saham, dan Rp 5.352 per saham.
Analis MNC Sekuritas, Herditya Wicaksana melihat, pergerakan support di level Rp 1.200 per saham dan resistance Rp 1.265 per saham. Herditya pun merekomendasikan trading buy untuk AKRA dengan target harga Rp 1.270 – Rp 1.300 per saham.
Baca Juga: Cek Harga Saham Bank Blue Chip LQ45 saat IHSG Turun Hari Rabu (11/6), Kompak Memerah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News