kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,73   11,38   1.24%
  • EMAS1.310.000 -1,13%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Menilik performa harga saham-saham IPO di tahun ini


Selasa, 15 Mei 2018 / 21:40 WIB
Menilik performa harga saham-saham IPO di tahun ini
ILUSTRASI. Presiden Direktur PT Surya Pertiwi Tbk, Tjahjono Alim


Reporter: Dian Sari Pertiwi | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Surya Pertiwi Tbk resmi mencatatkan saham perdana di Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Senin (14/5). Tak seperti kebanyakan emiten yang baru melantai di bursa yang harganya langsung meroket tajam, emiten berkode SPTO ini hanya naik 2,5% pada perdagangan hari keduanya.

Saat dilepas, harga saham SPTO ditawarkan di level 1.160 dalam perdagangan hari ini Selasa (15/5) SPTO hanya mampu naik ke level 1.190.

Begitu juga dengan saham PT Bank BRI Syariah yang melantai pada Selasa (8/5) pada perdagangan Rabu (9/5) hanya naik 6,8% dari level 510 ke 545.

Kepala Riset Narada Kapital Indonesia, Kiswoyo Adi Joe menyebut waktu pelaksanaan IPO harus memperhatikan kondisi IHSG. "Sebetulnya, saat IHSG sedang turun seperti sekarang memang tidak tepat untuk melakukan IPO," ujar Kiswoyo.

Selain itu, kenaikan tipis dalam perdagangan hari kedua saham IPO juga disinyalir karena saham lebih banyak diserap oleh standby buyer ketimbang publik. Sehingga, harganya sulit terkerek pasar.

Sependapat, Senior Analyst Research Division Anugerah Sekuritas Indonesia, Bertoni Rio bilang harga SPTO yang bergerak sedikit karena saham yang beredar di masyarakat hanya sedikit.

“Kemungkinan SPTO akan mengikuti induknya menjadi saham yang tidak likuid sehingga pasar berekspektasi bahwa saham ini tidak menarik diperdagangkan,” terang Bertoni.

Sementara itu, meski secara fundamental saham BRIS cukup menarik, Kiswoyo menilai sejatinya kondisi pasar kurang kondusif membuat investor lebih tertarik membeli saham-saham yang cepat meroket saat IHSG menguat.

"Dalam situasi seperti sekarang ini, investor tentu lebih tertarik mengantongi saham-saham blue chip daripada saham baru yang belum pasti," ujar Kiswoyo.

Kondisi pasar yang tengah lesu dipertegas oleh kinerja harga saham PT Gihon Telekomunikasi Indonesia Tbk. Emiten yang melantai di bursa pada Jumat (6/4) naik 50% pada perdagangan hari keduanya Senin (9/4), dari 1.170 per saham menjadi 1.755.

Sementara dalam perdagangan Selasa (15/5) GHON ditutup melemah 8% dari harga perdananya ke level 1.060.

Begitu juga dengan harga saham PT Charnic Capital Tbk. Harga saham emiten berkode NICK ini sempat naik 70% dalam perdagangan hari keduanya pada Rabu (2/5).

Dari harga perdana 200 per saham menjadi 340. Namun, dalam perdagangan hari ini harga NICK turun 6,5% dari harga perdagangan perdananya menjadi 187 per saham.

Berbeda, Vice President Research Artha Sekuritas Indonesia, Frederik Rasali bilang sejatinya kinerja harga saham yang melantai di bursa tak hanya bergantung pada kondisi pasar.

“Ada banyak variabelnya, seperti kapitalisasi pasarnya, harga brecket bawah dan atas juga proyeksi bisnisnya ke depan,” ujar Frederik.

Memang, ada juga beberapa emiten yang melantai di bursa beberapa bulan sebelumnya masih mencatatkan kinerja positif hingga perdagangan Senin (14/5) kemarin.

Misalnya, PT LCK Global Kedaton Tbk (LCKM) yang melaksanakan IPO pada Senin (14/1) hingga perdagangan kemarin masih punya kinerja kinclong. Harga sahamnya naik 90,3% dari 208 menjadi 396 per saham.

Padahal, dalam perdagangan di hari keduanya LCKM naik 50% ke level 312. Begitu juga dengan saham PT Indah Prakasa Sentosa Tbk (INPS) yang naik 704% dari harga IPO 276 pada Kamis (5/4) menjadi 2.220 pada perdagangan kemarin.

Frederik menambahkan, selain proyeksi bisnis kinerja harga saham baru juga ditentukan oleh profil pembelinya.

“Jika pembelinya kebanyakan untuk jangka panjang akan susah gerak, jika pembelinya kebanyakan untuk trading lebih cepat bergerak,” kata Frederik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×