kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Menilik kinerja emiten sektor konsumer


Senin, 17 Juni 2019 / 07:35 WIB
Menilik kinerja emiten sektor konsumer


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten-emiten sektor konsumer sepertinya masih menghadapi banyak cobaan di tahun ini. Survei Bank Indonesia tentang Indeks Keyakinan Konsumen bulan Mei naik ke level 128,2. Angka ini adalah rekor tertinggi sepanjang masa.

Akan tetapi, tampaknya Indeks Keyakinan Konsumen tidak banyak berdampak. Pasalnya sektor konsumer merosot 4,23% sejak awal tahun, sementara pada bulan Mei masih melemah 2,67%.

Kepala RIset Trimegah Sekuritas, Sebastian Tobing memandang indeks konsumen sulit untuk jadi patokan sektor konsumsi, sebab orang Indonesia cenderung selalu optimistis dalam mengisi survei.

Sejalan, Kepala Riset Samuel Sekuritas, Suria Dharma menilai survei indeks keyakinan konsumen tidak berpengaruh terhadap emiten sektor konsumsi.

“Secara industri laporan BI bagus, tapi buat segmentasi konsumen menengah ke atas belum cukup bagus, misalnya konsumen mobil,” kata Suria kepada Kontan.co.id, Jumat (14/6).

Suria bilang survei dari BI jadi tak berpengaruh karena, sektor konsumer paling terbebani oleh godokan terbaru free float atau persentase jumlah saham yang beredar. Suria menjelaskan free float saham-saham sektor konsumer banyak yang lebih rendah dibandingkan salah lainnya di indeks LQ45.

Sebagai contoh, Bursa Efek Indonesia (BEI) bulan lalu merilis penyesuaian bobot free float atas saham-saham indeks LQ45 ntuk perdagangan Mei-Juli 2019, bobot free float bertambah menjadi 60%.

Sebelumnya, pada perdagangan Februari-April 2019, bobot free float dalam perhitungan indeks ini adalah sebesar 30%.

Namun, pembobotan baru itu tak sepenuhnya menjadi hambatan bagi sektor konsumer menatap massa depan cerah di sektor ini.

Kata Suria pembobotan ini akan cenderung menguntungkan emiten sektor konsumer yang memiliki harga produk murah dengan segmentasi menengah ke bawah. “Apalagi pemerintah memberikan gaji ke-13 untuk konsumsi menengah ke bawah, sehingga konsumsinya lebih tinggi,” tutur Suria.

Sementara, Analis JP Morgan Benny Kurniawan dalam risetnya 24 Mei 2018 mengatakan sektor konsumser tak begitu nelangsa. Ia masih optimism sektor konsumer masih bisa berkembang.

Ia menjelaskan secara penjualan dalam periode kuartal I 2019 mampu tumbuh 7% dibanding kuartal I tahun lalu. Dalam periode yang sama dia juga bilang Earning Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization (EBITDA) tumbuh 9%. “Sehingga masih ada potensi tumbuh di tahun ini,” kata Benny.

Di sisi lain, Sebastian memandang pergerakan rupiah ke depan dan terkait likuiditas global akan menjadi tolak ukur selanjutnya dalam sektor konsumer.

Apalagi pekan depan aka nada the Federal Open Market Committee (FOMC) dan Rapat Dewan Guberbur (RDG) BI yang akan menentukan nasib suku bunga acuan dan secara berkelanjutan mempengaruhi rupiah.

Bila benar rupiah akan berada dalam tren menguat, Sebastian optimistis ICBP akan ungguli sektor konsumer. Sebab, produk unggulan ICBP yakni Indomie dapat menjadi katalis positif dalam hal penjualan dan volume yang masih bisa tumbuh.

Lebih lanjut, Suria bilang saham-saham konsumer segmentasi menengah ke bawah seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR, anggota indeks Kompas100 ini), PT Indofood Sukses Makmur Tbk (INDF, anggota indeks Kompas100 ini), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP, anggota indeks Kompas100 ini), akan mencetak kinerja ciamik tahun ini di tengah sentiment yang beredar.

Tapi, dengan pembobotan free float baru dia memprediksi secara market cap peringkat INDF bisa di atas ICBP. Di mana tercatat, free float INDF mencapai 49,9%.

Sementara market cap UNVR diramal akan turun tapi masih ada di sepuluh besar. Begitu pula dengan emiten rokok yang diproyeksi turun

Senada Sebastian bilang INDF pun masih bisa tumbuh di tahun ini. Hanya saja bisnis tepung masih relatif kompetitif dibanding mie.

Berdasarkan laporan keuangan INDF kuartal I-2019 pendapatan terbesar Indofood masih berasal dari produk konsumen bermerek yang mencapai total Rp 10,75 triliun. Penjualan segmen ini tumbuh 13,28% jika dibandingkan dengan kuartal pertama tahun lalu yang mencapai Rp 9,49 triliun.

Penjualan Bogasari kepada pelanggan eksternal pun naik 15,91% menjadi Rp 4,59 triliun. Segmen agribisnis mencatat kenaikan penjualan kepada pelanggan eksternal sebesar 3,70% menjadi Rp 2,80 triliun dari sebelumnya Rp 2,70 triliun. Sedangkan pendapatan distribusi INDF turun menjadi Rp 1,03 triliun dari sebelumnya Rp 1,48 triliun.

Proyeksi Sebastian untuk target harga saham INDF sampai dengan akhir tahun di level Rp 8.000 dengan rekomendasi beli.

Sementara, Suria merekomendasikan beli dengan memasang target harga Rp 8.500. Kemudian, Benny beli saham INDF dengan bertaruh di level target harga Rp 7.900 per saham

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×