Reporter: Dimas Andi | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kesepakatan dagang sementara yang melibatkan Amerika Serikat (AS) dan China patut dicermati oleh emiten-emiten eksportir, terutama bagi mereka yang aktif menjual produknya ke Negeri Paman Sam.
Seperti yang diketahui, tensi perang dagang AS-China belakangan ini mereda setelah kedua negara besar ini melakukan perundingan di Swiss akhir pekan lalu. Baik AS dan China sepakat untuk menurunkan tarif resiprokal sebesar 115% selama 90 hari.
Dengan begitu, tarif yang dikenakan AS untuk produk impor China dipangkas dari 145% menjadi 30%. Adapun tarif yang diberlakukan China untuk produk impor AS dikurangi dari 125% menjadi 10%.
Baca Juga: Begini Jurus Selamat Sempurna (SMSM) Kerek Kinerja di Tengah Tarif Resiprokal AS
Salah satu emiten yang aktif mengekspor produk ke AS, yakni PT Selamat Sempurna Tbk (SMSM). Manajemen menyatakan meredanya perang dagang ini memiliki dua sisi dampak bagi produsen komponen tersebut.
Di satu sisi, tensi perang dagang yang mereda dapat meningkatkan efisiensi rantai pasok global yang kemudian akan membuka peluang baru, terutama jika pertumbuhan industri otomotif global kembali pulih seiring stabilisasi hubungan dagang AS dan China.
“Di sisi lain, kami juga menyadari bahwa penurunan tarif terhadap produk komponen otomotif asal China yang masuk ke pasar AS dapat memicu kembali kompetisi yang lebih ketat, termasuk bagi produk ekspor SMSM,” kata Vice President Director SMSM Ang Andri Pribadi, Rabu (14/5).
Saat ini, porsi ekspor SMSM ke AS berkisar sekitar 9,8% dari total penjualan konsolidasi emiten tersebut. Selain AS, produk SMSM juga diekspor ke banyak negara meliputi kawasan Asia, Australia, Eropa, Timur Tengah, Afrika, dan Amerika Latin.
Baca Juga: Ekspor Moncer, Integra Indocabinet (WOOD) Catat Kinerja Solid di Kuartal I-2025
Menurutnya sampai saat ini perusahaan belum mengalami gangguan signifikan terhadap aktivitas ekspor meski AS menerapkan kebijakan tarif impor yang tinggi ke Indonesia sejak awal April lalu.
“Ini karena sebagian besar produk SMSM dapat bersaing dari sisi kualitas dan efisiensi, serta adanya kerja sama jangka panjang dengan mitra distribusi di pasar AS,” tutur Ang Andri Pribadi.
Dihubungi terpisah, Chief Executive Officer Edvisor Profina Visindo Praska Putrantyo mengatakan, dampak kesepakatan dagang AS-China cukup besar selama tarif impor terhadap Indonesia belum diturunkan. Kembali lagi, barang-barang asal Indonesia harus bersaing dari sisi harga dengan barang China setelah tarif terbaru.
Sektor yang kemungkinan harus bersaing langsung dengan produk dari China antara lain furnitur, suku cadang otomotif, komponen mesin, serta garmen dan tekstil.
“Jika belum ada kesepakatan baru antara Indonesia dan AS, maka barang ekspor Indonesia harus bersaing dengan China yang sudah diuntungkan dengan tarif yang lebih kecil,” imbuh dia, Rabu (14/5).
Baca Juga: Emiten Grup Sinarmas INKP dan TKIM Raih Kenaikan Laba pada 2024, Intip Rekomendasinya
AS menerapkan tarif impor sebesar 32% untuk produk asal Indonesia, yang sementara didiskon menjadi 10% selama tiga bulan. Namun, AS tetap memberlakukan tarif proteksionis untuk produk-produk tekstil dan garmen asal Indonesia sekitar 10%—37%. Dengan begitu, produk dari Indonesia bisa dikenakan tarif impor oleh AS sekitar 20%—47%.
Head of Research & Chief Economist Mirae Asset Sekuritas Rully Arya Wisnubroto mengaku masih sulit menilai dampak kesepakatan dagang AS-China bagi emiten eksportir asal Indonesia. Sebab, kondisi pasar pada masa mendatang masih dipenuhi ketidakpastian, apalagi kesepakatan dagang ini hanya bersifat temporer yang mana segalanya masih bisa terjadi.
“Kesepakatan dagang ini juga khusus antara AS dan China, namun tidak terkait dengan Indonesia,” kata dia, Rabu (14/5).
Rekomendasi saham
Praska menyebut, salah satu strategi yang dapat ditempuh emiten eksportir adalah memperkuat diversifikasi pasar ekspor ke kawasan selain AS. Dia mengambil contoh pada kasus PT Integra Indocabinet Tbk (WOOD) yang sedang bekerja sama dengan China untuk melakukan penetrasi produk furnitur ke pasar Eropa.
Di samping itu, efisiensi operasional perusahaan untuk menekan biaya produksi juga patut dilakukan emiten demi menekan harga jual produk yang diekspor ke mancanegara.
Di antara sekian emiten berorientasi ekspor ke AS, Praska merekomendasikan beli saham WOOD dengan target harga Rp 400 per saham. Dia juga merekomendasikan beli saham PT Pabrik Kertas Tiwi Kimia Tbk (TKIM) dan PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk (INKP) masing-masing dengan target harga di level Rp 6.450 per saham dan Rp 6.500 per saham.
Selanjutnya: Ekstensifikasi Pajak Tak Optimal, DJP Dinilai Masih Andalkan Basis Wajib Pajak Lama
Menarik Dibaca: 5 Manfaat Pakai Tinted Sunscreen untuk Kulit, Praktis dan Serbaguna!
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News