Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli
Hal ini dikarenakan Kuku Bima hadir dalam kemasan sachet sementara skema pemerintah cukai gula itu dikenakan Rp 2.500 per liter. “Dengan peraturan yang masih mengambang, bagaimana caranya menghitung gula dalam sachet yang satuannya gram dengan skema per liter?,” tambah Michael.
Michael bilang, jika cukai minuman berpemanis ini diterapkan dampaknya akan menaikkan harga produk. Namun ia menilai, jika semua produsen serempak menaikkan harga, justru tidak mengapa. Pasalnya konsumen yang akan merasakan imbasnya dan volume penjualan produk mungkin akan turun sedikit.
Baca Juga: Bisnis emiten sektor mamin akan jalani tahun berat, ini penjelasan analis
Hal senada juga disampaikan analis BNI Sekuritas William Siregar. Menurutnya, dampak cukai minuman berpemanis tidak akan berdampak besar. Pasalnya, emiten seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) segi pendapatannya ditopang oleh segmen home and personal care ketimbang minuman berpemanis.
Sebagai strategi, William mengatakan emiten bisa mendiversifikasi produk atau mengeluarkan produk baru. “Dengan menciptakan produk baru, bisa membantu tekanan dari dampak pengenaan cukai tadi,” tutur William.
William justru menyoroti langkah pemerintah kali ini yang dinilai timing-nya kurang peka terhadap situasi saat ini di mana adanya potensi penurunan konsumsi masyarakat. Ketimbang cukai minuman berpemanis, William menilai penerapan cukai pada barang bersifat durable goods lebih tepat.
Baca Juga: Industri gula rafinasi kantongi izin impor 1,1 juta ton untuk semeter I 2020
“Kebijakan ini baik adanya, tapi timing-nya kurang pas. Mungkin penerapan yg tepat bisa dilakukan dua tahun mendatang, jadi industri bisa prepare, pemerintah dapat me-review lagi multiplier effect-nya atas kebijakan tersebut,” pungkas William.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News