kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45909,65   8,25   0.92%
  • EMAS1.354.000 1,65%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Melihat dampak cukai minuman berpemanis terhadap kinerja emiten mamin


Senin, 09 Maret 2020 / 05:35 WIB
Melihat dampak cukai minuman berpemanis terhadap kinerja emiten mamin


Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Direktorat Jenderal (Ditjen) Bea Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tengah mengkaji penerapan cukai minuman berpemanis. Pasalnya, Bea Cukai memperkirakan penerimaan cukai dari minuman berpemanis bisa menambah pemasukan negara mencapai Rp 6,25 triliun per tahun.

Jika kebijakan ini diterapkan, emiten sektor makanan dan minuman akan paling terimbas. Sebab produk yang akan dikenakan cukai adalah produk minuman energi, kopi konsentrat, minuman bersoda, teh kemasan hingga susu kental manis.

Baca Juga: Ada usulan cukai minuman berpemanis, bagaimana nasib emiten makanan dan minuman?

Analis RHB Sekuritas Michael Wilson Setjoadi menyebut terlalu cepat untuk mengukur dampaknya, kendati ia tidak menampik dampaknya akan menjadi sentimen negatif. Michael menyebut, biaya cukai tersebut bisa mencapai 25%-30% dari harga jual produknya.

“Sebenarnya mungkin dampaknya tidak besar, karena tidak ada satu listed emiten yang secara khusus hanya menjual minuman berpemanis. PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP) misalnya, penjualan minuman manis hanya sekitar 5%,” ujar Michael kepada Kontan.co.id, Minggu (8/3).

Michael menyebut, PT Mayora Indah Tbk (MYOR) dan PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mungkin paling terdampak. Sebab penjualan minuman manis MYOR menyentuh 15% dan SIDO bisa 15%-20%.

Baca Juga: Masih dikaji, Kemenkeu perkirakan penerimaan cukai minuman berpemanis Rp 6,25 triliun

“Tapi Teh Pucuk Harum sebagai salah satu produk yang populer berada di grup levelnya MYOR, jadi tidak berdampak ke MYOR. Sementara Kuku Bima sebagai produk utama SIDO juga problematis untuk dikenakan cukai,” jelas Michael.

Hal ini dikarenakan Kuku Bima hadir dalam kemasan sachet sementara skema pemerintah cukai gula itu dikenakan Rp 2.500 per liter. “Dengan peraturan yang masih mengambang, bagaimana caranya menghitung gula dalam sachet yang satuannya gram dengan skema per liter?,” tambah Michael.

Michael bilang, jika cukai minuman berpemanis ini diterapkan dampaknya akan menaikkan harga produk. Namun ia menilai, jika semua produsen serempak menaikkan harga, justru tidak mengapa. Pasalnya konsumen yang akan merasakan imbasnya dan volume penjualan produk mungkin akan turun sedikit.

Baca Juga: Bisnis emiten sektor mamin akan jalani tahun berat, ini penjelasan analis

Hal senada juga disampaikan analis BNI Sekuritas William Siregar. Menurutnya, dampak cukai minuman berpemanis tidak akan berdampak besar. Pasalnya, emiten seperti PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR) segi pendapatannya ditopang oleh segmen home and personal care ketimbang minuman berpemanis.

Sebagai strategi, William mengatakan emiten bisa mendiversifikasi produk atau mengeluarkan produk baru. “Dengan menciptakan produk baru, bisa membantu tekanan dari dampak pengenaan cukai tadi,” tutur William.

William justru menyoroti langkah pemerintah kali ini yang dinilai timing-nya kurang peka terhadap situasi saat ini di mana adanya potensi penurunan konsumsi masyarakat. Ketimbang cukai minuman berpemanis, William menilai penerapan cukai pada barang bersifat durable goods lebih tepat.

Baca Juga: Industri gula rafinasi kantongi izin impor 1,1 juta ton untuk semeter I 2020

“Kebijakan ini baik adanya, tapi timing-nya kurang pas. Mungkin penerapan yg tepat bisa dilakukan dua tahun mendatang, jadi industri bisa prepare, pemerintah dapat me-review lagi multiplier effect-nya atas kebijakan tersebut,” pungkas William.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×