kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.199   95,00   0,58%
  • IDX 6.984   6,63   0,09%
  • KOMPAS100 1.040   -1,32   -0,13%
  • LQ45 817   -1,41   -0,17%
  • ISSI 212   -0,19   -0,09%
  • IDX30 416   -1,10   -0,26%
  • IDXHIDIV20 502   -1,67   -0,33%
  • IDX80 119   -0,13   -0,11%
  • IDXV30 124   -0,51   -0,41%
  • IDXQ30 139   -0,27   -0,19%

Mayoritas orang mencari imbal hasil tak realistis


Kamis, 23 November 2017 / 17:51 WIB
Mayoritas orang mencari imbal hasil tak realistis


Reporter: Dimas Andi | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Studi Investor Global Schroder (SIGS) 2017 yang dilakukan PT Schroder Investment Management menunjukkan, mayoritas masyarakat global memilih berinvestasi pada saham, obligasi, atau komoditas. Namun, di saat yang bersamaan, sebagian besar memiliki ekspektasi imbal hasil yang tidak realistis, ketika berinvestasi dalam jangka waktu lima tahun.

Terbukti, 93% masyarakat global ingin portofolio investasinya mendatangkan imbal hasil sebesar 10,2% per tahun. Di kawasan Asia, 93% masyarakat ingin memperoleh imbal hasil tahunan sebesar 11,7% atas investasi yang dilakukannya.

Lebih tinggi lagi di Indonesia, 98% masyarakat berharap mendapatkan imbal hasil mencapai 17,1% setiap tahun ketika berinvestasi.

Presiden Direktur Schroder Investment Management Indonesia, Michael T. Tjojadi mengatakan, imbal hasil yang diekspektasikan masyarakat global kurang realistis. Pasalnya, indeks MSCI World hanya memberi imbal hasil sebesar 7,2% per tahun dalam 30 tahun terakhir.

"Tingginya ekspektasi imbal hasil memperlihatkan adanya kesenjangan pengetahuan seputar investasi," kata Michael ketika ditemui di Bursa Efek Indonesia, Kamis (23/11).

Michael menambahkan, secara umum masyarakat global belum banyak yang melakukan pertimbangan secara matang antara tujuan investasi dengan risiko yang mungkin dialami.

Selain itu, tidak sedikit pula masyarakat global yang terlalu dipengaruhi oleh emosi ketika berinvestasi. Dari data SIGS 2017, 6 dari 10 responden mengaku, emosi memegang peranan penting saat membuat keputusan finansial.

"Masalahnya, tingkat emosi orang berbeda-beda. Ketika emosi tidak stabil, bukan mustahil orang malah membuat keputusan yang kurang rasional," terang Michael.

Terlepas dari itu, Michael bersyukur mayoritas masyarakat global memiliki keinginan yang besar untuk belajar tentang investasi. Hal tersebut tercantum dalam data SIGS 2017 yang mana 88% masyarakat global berkeinginan belajar tentang investasi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×