kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.919.000   11.000   0,58%
  • USD/IDR 16.358   57,00   0,35%
  • IDX 7.287   95,00   1,32%
  • KOMPAS100 1.038   11,82   1,15%
  • LQ45 788   8,41   1,08%
  • ISSI 242   4,64   1,96%
  • IDX30 408   5,59   1,39%
  • IDXHIDIV20 466   2,70   0,58%
  • IDX80 117   1,36   1,18%
  • IDXV30 118   0,01   0,01%
  • IDXQ30 130   1,58   1,23%

Dolar AS Menguat Ditopang Efek Tarif Terbaru Trump, Rupiah Makin Lesu


Kamis, 17 Juli 2025 / 22:01 WIB
Dolar AS Menguat Ditopang Efek Tarif Terbaru Trump, Rupiah Makin Lesu
ILUSTRASI. Analis memperkirakan pola penguatan dolar AS masih akan berlangsung hingga akhir tahun. Ditambah dengan kegaduhan antara Trump dan Federal Reserve. ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/bar


Reporter: Melysa Anggreni | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Perkembangan tarif terbaru Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali membikin geger kondisi ekonomi global. Tidak hanya itu, efeknya menyasar pada ekonomi domestik negara sasarannya.

Pada pekan awal di bulan Juli 2025, Trump kembali membuat pengumuman penundaan tarif hingga 1 Agustus mendatang sekaligus mengumumkan 14 negara yang dikenakan tarif impor tinggi. Indonesia menjadi salah satunya, dengan tarif impor tetap 32% atas barang Indonesia yang masuk ke AS.

Serangkaian kebijakan tarif ini terus berkembang hingga Rabu (16/7) Trump mengumumkan kesepakatan tarif baru dengan Indonesia menjadi 19%. Namun, diiringi dengan persyaratan bebas tarif atas barang AS yang masuk ke Indonesia. Selain komitmen perdagangan juga ditekankan oleh Trump, dimana Indonesia harus membeli komoditas energi dari AS senilai US$ 15 miliar, produk agrikultur senilai US$ 4,5 miliar, dan membeli 50 unit pesawat Boeing terbaru.

Baca Juga: Rupiah Melemah Seiring Penurunan Suku Bunga Acuan, Ini Prediksinya untuk Jumat (18/7)

Ibrahim Assuaibi, Pengamat Mata Uang menyoroti, jika tarif resiprokal ini benar diberlakukan sesuai dengan tenggat waktu yang ditentukan Trump, kemungkinan besar Indonesia belum siap untuk menampung barang AS yang masuk ke Indonesia dengan harga lebih murah.

Sebagai contoh, pada periode pertama saat Trump menjadi Presiden, perjadi perang dagang yang berlangsung antara AS – China telah mendorong barang impor masuk ke Indonesia dengan volume yang cukup besar. Situasi ini berpotensi membuat perusahaan-perusahaan padat karya mengalami kebangkrutan akibat kalah saing.

"Nah, ini yang harus diperhatikan jika tarif 19% atas barang Indonesia dan 0% atas barang AS benar diberlakukan," kata Ibrahim kepada Kontan.co.id, Kamis (17/7).

Menurut Ibrahim, Indonesia akan kesulitan untuk bersaing di kancah perdagangan global dengan tarif yang sudah diturunkan sekalipun. Hal ini yang kemungkinan besar akan mendorong penguatan mata uang negeri Paman Sam tersebut.

Selain itu, dari sisi geopolitik yang terus berkecamuk juga turut memberikan dukungan pada dolar AS. "Kemungkinan besar juga sanksi ekonomi yang diberikan AS dan Uni Eropa terhadap Russia bisa mencapai 100%, dan ini yang menjadi salah satu indikator tensi geopolitik yang semakin memanas," terang Ibrahim.

Berkaca pada dinamika makroekonomi global saat ini, Ibrahim memandang bahwa pola penguatan dolar AS kemungkinan besar masih akan berlangsung hingga akhir tahun. Ditambah dengan kegaduhan yang terjadi antara Gedung Putih dan Ketua Federal Reserve (Fed) semakin mendorong kekhawatiran investor, yang pada gilirannya berpeluang mengangkat dolar AS.

Baca Juga: Tertekan, Rupiah Berada di Level Paling Lemah Dalam 3 Pekan, Kamis (17/7)

Lukman Leong, Analis Doo Financial Futures justru berpendapat sebaliknya. Menurutnya, pola kenaikan ini hanya sebagai bagian dari respons jangka pendek. Konflik internal antara Trump dan Jerome Powell justru bisa menjadi bumerang tersendiri bagi eksistensi dolar AS. "Apalagi jika Powell sampai benar diberhentikan oleh Trump, ini akan membuat kekacauan pada dunia finansial," ujar Lukman kepada Kontan.co.id, Kamis (17/7).

Menurut Lukman, dolar AS masih akan terjerembap dalam zona koreksi hingga akhir tahun 2025. Namun, dampak ini lebih didominasi oleh kemerosotan ekonomi AS secara fundamental.

"Tetapi perlu digaris bawahi juga bahwa prospek kedepan sebetulnya akan sangat bergantung pada data ekonomi AS, dan dari perkembangan tarif ini, kemungkinan besar akan mendorong tingkat inflasi," tutur Lukman.

Kenaikan inflasi akan semakin mempersempit prospek pemangkasan suku bung acuan the Fed. Sebelumnya, dalam acara Media Day yang bertemakan "Fixed Income Fund: A Smart Move Amid Economic Volatility" pada Selasa (15/7), Rully Arya Wisnubroto, Kepala Riset dan Kepala Ekonom Miare Asset Sekuritas menyakini bahwa federal fund rate (FFR) kemungkinan akan mulai dipangkas pada September dan Desember mendatang sebanyak dua kali ditahun ini.

Rully juga menuturkan, penguatan dolar AS terhadap sejumlah mata uang didorong oleh sikap investor yang mengabaikan tarif baru menjelang rilis data inflasi utama AS. "Namun, dolar diperkirakan masih akan melambat dan terus terdepresiasi," terang Rully dalam kesempatannya Selasa (15/7).

Menurut Rully, pemangkasan lanjutan bagi BI-Rate kemungkinan masih tertahan oleh proses adjustment perbankan untuk menurunkan suku bunga kredit.

Ibrahim menilai, dengan volatilitas dan ketidakpastian ekonomi global yang tinggi, keputusan BI ini sama sekali tidak mempengaruhi pergerakan rupiah.

Dalam perkiraannya, tidak menutup kemungkinan indeks dolar AS akan bertengger di level 102 hingga akhir tahun 2025 dan rupiah akan mengalami tekanan dikisaran Rp 16.800 per dolar AS.

Sementara itu, Lukman memperkirakan rupiah berpeluang fluktuasi dan bergerak di kisaran Rp 16.700 – Rp 17.000 per dolar AS.

"Sementara itu, indeks dolar kemungkinan masih akan terkurung dalam zona koreksi di level 93," tutup Lukman.

Selanjutnya: Kinerja Turun di Semester I, OCBC Sekuritas Pilih Defensif di Sisa Tahun Ini

Menarik Dibaca: Bikin Kenyang Lebih Lama, Ini 4 Manfaat Protein untuk Diet

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
[Intensive Workshop] AI-Driven Financial Analysis Executive Finance Mastery

[X]
×