Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) masih berada di bawah tekanan.
Meskipun sempat mencoba bertahan, IHSG tetap menunjukkan tren pelemahan dengan mencatatkan penurunan sebesar 1,54% sepanjang pekan lalu.
Saat ini, IHSG berada di level 6.638,45, mencerminkan penurunan sebesar 6,24% secara year-to-date (YTD).
Kinerja IHSG menjadi salah satu yang paling tertekan di kawasan Asia Pasifik, hanya lebih baik dibandingkan bursa Thailand (-9,15%) dan Filipina (-7,16%).
Investor asing pun masih enggan kembali masuk ke pasar saham Indonesia. Hal ini terlihat dari arus dana keluar (capital outflow) yang terus berlanjut.
Pada pekan lalu, tercatat aksi jual bersih (net sell) senilai Rp 3 triliun, sementara secara YTD posisi net sell mencapai Rp 10,51 triliun di seluruh pasar.
Baca Juga: Potensi Dividen dan Buyback Berpotensi Memoles Kinerja Lesu Emiten Bank Besar
Kapitalisasi Pasar Tergerus
Tekanan di pasar saham juga berdampak pada kapitalisasi pasar (market cap) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Hingga Jumat (14/2), total market cap BEI tercatat sebesar Rp 11.401 triliun, turun signifikan dibandingkan posisi akhir tahun 2024 yang mencapai Rp 12.336 triliun.
Dengan demikian, market cap BEI telah menyusut sebesar Rp 935 triliun dalam satu setengah bulan terakhir.
Founder & Chief Executive Officer Finvesol Consulting Fendi Susiyanto menilai bahwa penurunan IHSG cukup signifikan dibandingkan dengan bursa regional Asia.
Bahkan, indeks di beberapa negara seperti Hang Seng Index - Hong Kong (+12,76%), KOSPI Index - Korea (+7,98%), dan Straits Times Index - Singapura (+2,37%) mampu mencatatkan pertumbuhan positif.
Menurut Fendi, tekanan terhadap IHSG merupakan kombinasi dari faktor eksternal dan domestik, seperti meningkatnya ketegangan perang dagang, pemangkasan anggaran pemerintah, kondisi deflasi di Januari, serta pelemahan nilai tukar rupiah.
Selain itu, saham-saham perbankan yang menjadi penopang IHSG juga tengah mengalami tekanan, membuat investor cenderung berhati-hati dan memilih melakukan aksi ambil untung (profit taking) sambil menunggu katalis positif.
Baca Juga: Potensi Dividen dan Buyback Berpotensi Memoles Kinerja Lesu Emiten Bank Besar
Rebalancing MSCI dan Dampaknya terhadap Pasar
Direktur Reliance Sekuritas Indonesia, Reza Priyambada, menambahkan bahwa investor, terutama asing, masih mencermati berbagai sentimen yang memengaruhi pasar. Salah satunya adalah rebalancing Morgan Stanley Capital International (MSCI) yang dilakukan pekan lalu.
Dalam rebalancing MSCI periode Februari 2025, lebih banyak saham di BEI yang dikeluarkan dari indeks dibandingkan yang masuk.
Bahkan, tidak ada satu pun saham yang ditambahkan ke dalam MSCI Global Standard Indexes, sementara tiga saham dikeluarkan.
MSCI juga tidak memasukkan saham BREN, CUAN, dan PTRO ke dalam MSCI Indonesia Investable Market Index, meskipun sebelumnya sempat dirumorkan akan masuk.
Baca Juga: Saham BBRI, BRMS, dan BMRI Paling Ramai Dalam Perdagangan Sepekan Hingga Jumat (14/2)
Peluang di Tengah Pelemahan Pasar
Meskipun kondisi IHSG masih penuh tantangan, Reza tetap optimistis bahwa pasar saham Indonesia masih menarik, terutama dari sisi valuasi dan potensi pertumbuhan emiten. Ketika ada sentimen positif yang muncul, investor asing berpotensi kembali masuk ke pasar.
Vice President Marketing Strategy and Planning Kiwoom Sekuritas Indonesia, Oktavianus Audi, juga berpendapat bahwa posisi IHSG saat ini masih atraktif.
Dengan Price to Earnings (PE) ratio sebesar 11,53 kali, valuasi IHSG tergolong undervalue dibandingkan rata-rata PE lima tahun terakhir sebesar 13,6 kali dan indeks di negara berkembang yang mencapai 14,42 kali.
Stabilitas makroekonomi dalam negeri akan menjadi faktor tambahan yang meningkatkan daya tarik IHSG.
Audi memperkirakan IHSG akan bergerak dalam rentang support 6.521 dan resistance 6.882 hingga akhir Februari 2025.
Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas Indonesia, Fath Aliansyah Budiman, menyoroti bahwa kebangkitan saham perbankan besar (big banks) dapat menjadi katalis bagi IHSG.
Terlebih dengan adanya rencana buyback saham oleh beberapa emiten perbankan, yang bisa menjadi faktor pendukung bagi pergerakan indeks.
Selain itu, pelemahan indeks dolar AS juga berpotensi menguatkan nilai tukar rupiah, yang dapat mendorong aliran dana asing kembali masuk ke pasar saham.
Baca Juga: Intip Proyeksi IHSG dan Rekomendasi Saham untuk Senin (17/2)
Strategi Investasi di Tengah Ketidakpastian
Fendi Susiyanto menyarankan agar investor tetap waspada terhadap volatilitas pasar. Ia merekomendasikan strategi trading jangka pendek dengan memperhatikan momentum pasar (market timing). Dari sisi sektoral, Fendi menjagokan saham di sektor keuangan (perbankan), energi, dan infrastruktur (telekomunikasi).
Beberapa saham yang menarik menurut Fendi antara lain: PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Petrosea Tbk (PTRO), PT Bukit Asam Tbk (PTBA), PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), dan PT Aneka Tambang Tbk (ANTM).
Sementara itu, Reza Priyambada juga merekomendasikan beberapa saham yang masih cenderung berada di harga bawah, seperti: PT Chandra Asri Pacific Tbk (TPIA), PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO), PT Charoen Pokphand Indonesia Tbk (CPIN), PT Barito Pacific Tbk (BRPT), dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News