Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Saham sektor perbankan mengalami penurunan akibat kinerja keuangan yang kurang memuaskan di tahun 2024.
Di tengah berbagai tantangan, pembayaran dividen dan aksi buyback dari bank-bank pelat merah berpotensi menjadi katalis positif bagi saham perbankan.
Analis BRI Danareksa Sekuritas, Victor Stefano, mencatat bahwa saham sektor perbankan turun sebesar 7% Month to Date (MTD), lebih besar dibandingkan dengan IHSG yang melemah sekitar 6% per 12 Februari 2025.
Baca Juga: Likuiditas Ketat Menekan Saham Bank, Cek Rekomendasi BBCA, BBRI, BBNI, BMRI, BRIS
PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan terbesar dengan harga saham merosot sekitar 17% MTD, disusul oleh PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) yang turun 13% MTD.
Menurut Victor, tekanan pada saham perbankan disebabkan oleh laporan keuangan emiten bank yang mengecewakan.
Selain itu, sektor perbankan masih menghadapi tekanan karena valuasi saat ini masih berada di atas level terendah siklus sebelumnya, yakni PBV 1,5x (-2,5SD) pada 2015–2016 dan PBV 1,4x (-3SD) pada 2019–2020.
“Valuasi bank-bank besar memang telah menurun, tetapi belum mencapai titik terendah historisnya. Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh siklus kenaikan Non-Performing Loan (NPL),” ujar Victor dalam risetnya pada 12 Februari 2025.
Victor juga mencermati bahwa arus keluar investor asing telah menyeret valuasi saham perbankan.
Baca Juga: Emiten Ritel Bakal Tuai Berkah di Momen Ramadan dan Lebaran, Ini Rekomendasi Sahamnya
PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) mengalami arus keluar asing terbesar sepanjang tahun ini, mengimbangi arus masuk dari dua tahun terakhir. BMRI dan BBNI juga mengalami arus keluar yang berkelanjutan sejak 2024.
Tekanan jual kemungkinan masih akan berlanjut karena beberapa bank besar memiliki dana asing dalam jumlah relatif tinggi. Sementara itu, BBCA dan BBRI berada dalam posisi yang lebih netral terhadap bobot dana lokal masing-masing.
Meskipun kekhawatiran terhadap kualitas aset tidak sejelas saat pandemi COVID-19, Victor menilai bahwa likuiditas yang ketat masih menjadi tantangan utama bagi sektor perbankan.
Dengan demikian, risiko penurunan valuasi masih ada, bahkan bisa jatuh di bawah -1SD dari rata-rata historis 15 tahun terakhir.
Baca Juga: Saham BBRI, BRMS, dan BMRI Paling Ramai Dalam Perdagangan Sepekan Hingga Jumat (14/2)
BRI Danareksa Sekuritas juga menyoroti risiko likuiditas yang ketat serta potensi penurunan kualitas aset perbankan. Kondisi ini dapat menekan Net Interest Margin (NIM) dan meningkatkan Cost of Credit (CoC) pada 2025.
Jika suku bunga acuan menurun dan menyebabkan imbal hasil obligasi SRBI lebih rendah, tekanan likuiditas di sistem perbankan dapat berkurang. Selain itu, stabilitas nilai tukar rupiah juga diharapkan tetap terjaga, terutama bagi bank dengan kepemilikan asing yang tinggi.
Di tengah tantangan tersebut, Victor tetap merekomendasikan BBCA, BTPS, dan BRIS karena memiliki Cost of Fund (CoF) yang lebih stabil serta prospek kualitas aset yang lebih baik.
Dalam jangka pendek, hasil Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan serta laporan keuangan kuartal I-2025 masih menjadi sorotan utama pasar, selain faktor ketidakpastian makroekonomi global.